Mutiara Yang Terabaikan
Pagi itu, seperti nya cuaca sangat menjanjikan dengan langkah tegap penuh harapan. Mang ojo segera mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari kacang rebus, baskom dan plastik yang selalu diselipkan di pinggangnya.
Mang Ojo pun segera berpamitan pada istri dan kelima orang anaknya. Inilah kegiatan Mang ojo kesehariannya, sebagai penjual kacang rebus keliling.
Jika dewi fortuna sedang berpihak padanya, maka kacang rebus pun habis terjual. Tapi, jika tidak, jangankan untung yang di dapat, Mang ojo justru membawa tumpukan kacang yang utuh.
Sedangkan istri Mang ojo, fatma bekerja sebagai pemulung, selain memulung Fatma juga mengumpulkan nasi bekas untuk di jadikan nasi aking.
Fatma adalah seorang wanita lembut dan penyabar, Dia tak pernah meminta hal yang berlebihan dari suaminya, kelembutan dan kesabaran inilah yang membuat keharmonisan rumah tangga Mang ojo dapat di pertahankan.
Namun walau demikian, Fatma sering mendapatkan perlakuan kasar di luar sana. Dia sering kali di hina dan di caci maki oleh orang yang nasi bekasnya di kutip.
Bukan hanya sekedar itu nasi bekas itupun kerap kali di lemparkan ke wajahnya.
Seraya menangis Fatma hanya bisa menggerutu dalam hati kecilnya.
“sungguh kejam dunia ini,” ujarnya pelan.
Selain Fatma Mang Ojo pun tak kalah sedihnya, dia juga sering mendapatkan perlakuan kasar dari pelanggannya.
Kadang kacang miliknya yang tak dibayar dan bahkan kacang itu pula yang di timpukan pelanggan ke kepalanya. Padahal hanya karena masaalah sepele, tapi hal itu membuat Mang Ojo rugi besar.
Waktu itu hari Minggu, banyak para pegawai dan karyawan swasta yang tidak bekerja, sehingga taman mini yang biasa tempat Mang Ojo mangkal rame pengunjung, seraya menjajakan jualannya Mang Ojo bersorak.
“kacang, kacang ! beli kacang Pak, Buk, gurih kok.”
Terasa lelah Mang Ojo bersorak, namun tak satu pun yang datang untuk membeli kacang rebus miliknya. Sementara itu, matahari sudah semakin tinggi, terasa begitu menyengat di atas kepala.
Lama Mang Ojo duduk di hadapan tumpukan kacang rebus nya, air mata pria tua itupun menetes tak terasa, dalam hatinya selalu berdoa ke pada Allah agar di beri rezki yang lancar demi keperluan hidup keluarganya.
Seakan tak percaya dengan do’a yang baru saja terucap, tiba tiba saja telah berdiri di hadapannya seorang gadis cantik yang menyapa Mang Ojo.
“Hai Mang ! beli kacangnya doong !” sapa gadis itu.
“Eh Neng, mau beli kacang,” ujar Mang Ojo pada gadis itu.
“Iya Mang, Tapi aku boleh nyicip nggak?” tanya gadis itu, sembari duduk didekat baskom plastik milik Mang Ojo.
“Oh, silahkan Neng,” ucap Mang Ojo tersenyum.
“ O iya, Mang ! Emangnya Mamang berjualan kacang rebus ini udah lama ya?” tanya gadis itu seraya mengupas kacang yang ada digenggaman tangannya.
“Iya Neng, sudah lama ! udah puluhan tahun malah,” jawab Mang Ojo.
“ Kacang rebus Mamang enak lho ! Terasa gurihnya.”
“Ah Neng ! Nggak baik terlalu memuji, rasanya biasa aja kok.”
“Aku nggak muji kok, emang kenyataannya gitu!” ujar gadis itu sembari tersenyum.
“ Sebenarnya nama si eneng siapa sih?” tanya Mang Ojo.
“Nama saya Mang?”
“Iya, Namanya Neng?”
“Nama saya Ranita, saya seorang mahasiswi,” jelas gadis itu.
“Waaah, Hebat dong ! Zaman Mamang dulu, untuk sekolah tamatan SMA aja sangat susah sekali, apalagi harus kuliah.”
“ Emangnya Mamang tamatan apa?” tanya Ranita pada Mang Ojo.
“Mamang tamatan SMA Neng,” jawab Mang Ojo.
“Tamatan SMA ? Itu kan bagus Mang, kenapa nggak cari pekerjaan aja ? Seperti buruh pabrik gitu, atau pekerjaan yang lain yang punya gaji tetap.”
“Itu sih betul neng ! Tapi untuk kota yang jaya seperti Jakarta ini, mencari pekerjaan itu sangatlah sulit, apalagi untuk orang rendahan seperti Mamang,” jelas mang Ojo.
“Ah, apa iya gitu Mang?” tanya Ranita pelan.
“ Buktinya Mamang sendiri neng ! Sudah hampir setiap perusahaan yang ada disekitar sini Mamang datangi dengan membawa surat lamaran, selalu saja ditolak. Tak ada lowongan lah. Tak terima karyawan tamat SMA lah, pokoknya banyak deh alasan mereka ! Neng Ranita tau kan, apa maksud dari alasan itu ?”
“ Hm nggak Mang, nggak tau !”
“Tujuannya uang atau dekingan Neng, Jika tak ada uang atau dekingan, jangan mimpi untuk jadi seorang karyawan.”
“Hmm, begitu ya Mang ? Oh iya Mang, Kayaknya aku mesti pulang nih, nanti Mama nyariin lagi,” ujar Ranita seraya berdiri.
“Neng udah mau pulang?”
“ Iya Mang, berapa semua uangnya Mang?”
“Semuanya lima gelas Neng, hanya sepuluh ribu.”
Lalu gadis itu mengeluarkan uang satu lembar bewarna merah dan menyerahkan nya pada Mang Ojo.
“Wah kalo itu Mamang nggak punya kembalian nya neng,” jawab mang Ojo.
“Sisanya untuk Mamang aja!” Jawab Ranita sambil melangkah pergi meninggalkan Mang Ojo.
“Terima kasih ya Neng ! Terima kasih ya Allah, ternyata engkau memberi rezeki lebih padaku hari ini,” gumam Mang Ojo pelan.
Kemudian Mang ojo kembali bersorak-sorak menjajakan kacang rebus nya, hingga kacang itu laku terjual, masih tersisa sedikit lagi. Lalu Mang Ojo berniat akan memberikan kacang itu kepada pengemis yang ada di bawah jembatan layang.
“ Oh iya, lebih baik kacang-kacang ini aku sedekahkan saja pada mereka.” kata Mang Ojo, Sambil melangkah menuju jembatan layang yang dimaksud.
Setibanya dibawah jembatan layang, Mang Ojo sudah disambut oleh para pengemis, mereka begitu antusias sekali karena mereka sudah tau tujuan Mang Ojo datang ketempat itu.
“Hei, ada mang Ojo ! semuanya kesini!” ujar salah seorang pengemis yang ada dibawah jembatan itu.
“Hai Anak-anak!" sapa Mang ojo kepada para pengemis itu.
“Hai Mang Ojo, mau ngasih kami kacang ya?" tanya seorang diantara mereka.
“Ya, benar ! Mamang mau membagikan kacang ini pada kalian, nih makanlah sepuasnya."
“Terimakasih Mang ! semoga Allah memberi rezki yang lebih buat Mamang sekeluarga,” ucap anak-anak itu serentak.
“ya, sama-sama. Sekarang Mamang pamit dulu ya.”
“Ya Mang!" jawab anak-anak itu lagi.
Sambil melangkah pelan Mang Ojo berjalan menuju rumahnya. Sesampai di rumah, Mang Ojo langsung mencuci kacang yang akan di rebus, setelah selesai diapun membantu istrinya mencuci pakaian dan menanak nasi.
Sebagai lauk, Mang Ojo membuatkan dadar telur untuk kelima orang anaknya. Sementara fatma belum kembali, karena masih memulung botol plastik di jalanan.
Di saat hidangan siap saji, mang ojo pun memukul besi tua yang ada di depan rumahnya sebanyak tiga kali, bertanda makanan telah siap di santap.
Tak lama kemudian datanglah kelima anak Mang Ojo. Dengan sigap dan cepat mereka pun langsung menuju kamar mandi dan mencuci tangan mereka dengan sabun dan setelah itu mereka semua duduk dengan sopan serta teratur, diam dan tenang.
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
semangat
2023-07-17
0
Dwi sonya
ceritanya menarik thor
2023-07-13
0
Henny Haerani
aq pavoritin dulu ajah nanti lanjut bacanya, semangat thor 💪💪😘
2023-01-29
0