“Aku pernah melemparinya dengan nasi sisa, waktu dia datang mengumpulkan sisa nasi di warung ku.” Ujar seorang Ibu.
Begitulah, kadang kita tidak sadar bahwa orang yang kita hina dan lecehkan selama ini, justru dialah yang memiliki potensi paling berharga.
Itu sebabnya agama melarang manusia saling merendahkan. Karena bisa jadi orang yang selama ini kita rendahkan ternyata dia lebih baik dari kita yang merendahkannya.
“Aku juga pernah menyiramnya dengan segelas air, ketika dia lewat didepan warung bakso milikku ! Kalau saja waktu itu aku tau dia seorang sarjana ekonomi tentu aku nggak akan melecehkannya !” Kata seorang wanita penjual bakso keliling. Yang pada waktu itu dia pernah menyiram wajah Fatma dengan segelas air.
Sebulan setelah beredarnya berita tentang keluarga Mang Ojo dan Fatma, kemudian datang seseorang menemui Mang Ojo dirumahnya, pria itupun disambut Mang Ojo dengan ramah.
Ternyata pria itu menyampaikan, undangan dari presiden RI, agar Mang Ojo sekeluarga datang ke Istana negara sebagai tamu.
Mang Ojo terkejut air matanya mengalir membasahi pipinya yang mulai keriput, dirangkulnya istri dan kelima anak-anaknya. Tak ada yang bisa diucapkan saat itu kecuali rasa haru dan tetesan air mata bahagia.
“Gimana menurut kalian, apakah kita harus memenuhi undangan ini ?”
“Semuanya kami serahkan kepada Bapak, karena keputusan Bapak lebih baik dari kami.” Jawab Al Huda.
“Tapi kalau menurut Ibu, itu merupakan kesempatan yang sangat berharga, jarang lho, kesempatan seperti ini kita dapat.”
“Baiklah, bagai mana kalau pendapat Ibu, untuk yang kali ini kita ikuti, siapa tau kita mendapat berkah dari niat baiknya.” Kata Mang Ojo pada kelima orang anaknya.
“Baiklah, kami akan mengikuti rencana Ibu.”
Keesokan harinya, Mang Ojo sekeluarga mendatangi istana, kakinya yang sudah mulai lemah dan gemetaran, terasa kaku saat menginjak lantai istana, kemudian suara tepuk tangan mengiringi langkah kaki presiden yang datang menghampirinya.
“Kritik yang sangat mengagumkan.” Kata presiden seraya menyalami Mang Ojo sekeluarga.
“Terimakasih, Pak !” ujar Mang Ojo dengan senyuman yang lebar.
“Ayo, silahkan duduk ! kata presiden.
“Iya Pak, terimakasih.”
“Di ruangan ini tak ada presiden dan tukang kacang rebus, disini kita semua sama satu keluarga, jadi jangan sungkan sama saya.”
“Iya Pak !” jawab Mang Ojo dengan suara pelan.
“Saya kagum pada Bapak beserta keluarga, di usia yang sudah senja begini Bapak masih bisa mengeluarkan ide yang cemerlang. Kalau saya boleh tau, Bapak sudah berusia berapa tahun ?”
“Saya berusia 54 tahun sedangkan istri saya berusia 52 tahun, kami hanya selisih dua tahun. Dan ini anak-anak, mereka ada yang duduk di bangku kuliah, SMA, SMP, dan SD.” Ujar Mang Ojo menjelaskan.
“Waah ! Bapak sungguh luar biasa, dari hasil berjualan kacang rebus dan pekerjaan Ibu sebagai pemulung masih sanggup menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi ? Sungguh keteladanan yang luar biasa, Bapak dan Ibu bisa di jadikan contoh yang baik.” Puji presiden dengan senyum manis di bibirnya.
"Terimakasih, Pak."
“O iya ! ada satu hal lagi yang harus saya tanyakan ?”
“Apa itu Pak ?” tanya Mang Ojo penasaran.
“Ini, masaalah Ibu ! apa benar Ibu pernah bekerja di luar negeri ?”
“Iya, benar Pak ! istri saya memang pernah bekerja di luar negeri, sebagai direktur sebuah Bank, tapi dia mengundurkan diri, semua itu disebabkan orang tuanya yang tak ingin berpisah lama dengan putri satu-satunya.”
“Setelah di Indonesia, apa Ibu tak ingin lagi bekerja ?”
“Keinginan itu ada Pak, bahkan istri saya sudah mencoba, memasukan lamaran di Bank yang ada di sekitar daerah kami, tapi masih saja ditolak dengan berbagai alasan.” Jawab Mang Ojo dengan kepala menunduk.
"Sayang sekali ya, kenapa mereka tidak mempertimbangkan nya terlebih dahulu."
"Saya juga berpendapat seperti itu, Pak."
“Satu hal lagi yang ingin saya tanyakan ? apa benar Bapak seorang seniman dan memiliki segudang prestasi di rumah ?”
“Ya, benar Pak. Tapi itu dulu sewaktu saya masih duduk di bangku SMA.”
“Lalu bagai mana dengan anak-anak ?”
“Mereka juga berprestasi sesuai dengan tingkatan sekolahnya masing-masing. Tapi semua itu tak terlepas dari kehendak Allah Swt.”
“Ya, benar itu !” kata presiden. “ Yeah, terimakasih banyak atas kehadiran Bapak dan keluarga disini, semua kritik dan saran dari Bapak, akan kami pertimbangkan.”
“Ya,sama-sama Pak.” Kata Mang Ojo seraya menyalami presiden.
“Kritik dan saran Bapak, sangat bagus sekali, saya sangat suka, bersama dengan staf dan para mentri, kami akan melaksanakan musyawarah nantinya, siapa tau dengan cara seperti yang Bapak inginkan semuanya bisa berubah sesuai dengan yang diharapkan.”
Lalu Presiden pun kemudian pergi meninggalkan Mang Ojo sekeluarga, dengan dikawal oleh beberapa orang jendral, mereka semua menuju meja makan. Di sanalah mereka bercengkrama bersama.
Di saat itu Mang Ojo, mencoba memperjuangkan para penduduk yang saat itu berada di Kawasan kumuh.
“Pak, ada satu lagi yang ingin saya minta, mungkin teramat berat, tapi saya harus mengungkapkannya.”
“Masalah apa itu Pak ? katakan saja, Bapak nggak perlu sungkan, karena ini merupakan kesempatan untuk Bapak sekeluarga bicara langsung dengan saya.”
“Mohon maaf sekali yang sebesar-besarnya, sebenarnya saya hanya minta pada pemerintah untuk merelokasi Kawasan kumuh tempat tinggal saya menjadi perumahan susun yang layak huni.”
“O, begitu ya.”
“Iya pak, saya mohon pertimbangkan ucapan saya ini.”
“Baiklah, masukan dari Bapak telah kami terima, untuk sementara waktu masukan itu akan kami pertimbangkan terlebih dahulu.”
“Baik Pak. Terimakasih.”
Setelah selesai menyantap hidangan yang sudah di sediakan, Mang Ojo sekeluarga diberi cendra mata dan buku tabungan, yang setiap nya berisikan uang senilai sepuluh juta rupiah.
Entah apa yang dirasakan Mang Ojo sekeluarga saat itu, perasaanya berkecamuk tak menentu, rasa bahagia bercampur haru terpancar dari sorot matanya yang berkaca-kaca. Karena tak sembarang orang yang bisa menginjakkan kakinya di istana negara.
“Hari ini kita sekeluarga telah menginjakkan kaki kita di istana, telah dapat menghirup udara segar didalamnya . Serta berjalan diatas permadani indah yang terbuat dari sutra yang mahal, dan menikmati hidangan yang lezat, semoga saja ini bukan mimpi, ya Bu !” kata Mang Ojo pada istrinya.”
“Iya Pak, semoga saja ini bukan mimpi.” Jawab Fatma sambil menepuk pipinya.
Setelah selesai acara, Mang Ojo beserta keluarga diizinkan kembali pulang. Dengan langkah pelan mereka pun keluar dari istana.
Sungguh suatu kenangan yang sangat berharga yang di dapat Mang Ojo sekeluarga, kebahagiaan tersendiri yang tak bisa mereka ucapkan dengan kata-kata.
“Ayo kita pulang, Bu !” ajak Mang Ojo pada keluarganya.
“Ayo Pak !” jawab Fatma seraya menggandeng tangan kedua orang putrinya
Cendra mata dan buku tabungan yang didapat dari presiden disimpannya didalam tas, dengan sangat hati-hati.
Setelah menginjakkan kaki beberapa langkah, lalu seseorang menyapa Mang Ojo dari belakang.
“Ayo naik, Pak dan yang lainnya, ini perintah Pak Presiden.” Ucap pria itu.
Mendengar kata-kata perintah, lalu Mang Ojo sekeluarga, langsung masuk kedalam mobil yang sudah berhenti di samping kiri nya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
pengen tuh diundang pak presiden ke istana makan enak dapat amplop lagi
2023-07-31
0
Iril Nasri
semangat terus
2023-01-03
0
Boba🧊
setangkai bunga untukmu🌹semangatt
2022-11-21
0