“Kalian udah cuci tangan?” tanya Mang Ojo dengan suara lembut.
“Udah, Mang!” jawab Mereka serentak.
“Nah sekarang kalian semua boleh makan, tapi jangan lupa apa?”
“Baca do’a!”
“Bagus, nah silahkan dimakan, hanya itu nasi kita hari ini, kalian tak boleh mengeluh, harus sabar."
“Baik Pak!” jawab Alhuda, putra sulung Mang Ojo.
Kemudian Mang Ojo duduk diantara mereka, lalu membagikan sepiring nasi lengkap dengan sayurnya dan secangkir air putih. Salah seorang di antara mereka langsung memimpin do’a, dan yang lainnya menengadahkan tangan mereka.
Cukup tak cukup mereka harus merasa cukup, tak ada kata tambah. Karena hanya itulah nasi yang dimasak Mang Ojo, nasi sisa yang dibuang oleh penghuni perumahan dan dipungut kembali oleh istri Mang Ojo. Nasi bekas itu di cuci lalu di masak kembali.
Walau hidup susah dan berkekurangan, namun Mang Ojo tak pernah melupakan sang penciptanya, Allah yang maha pemurah dan pemberi rezki, dia selalu sujud setiap saat. Begitu pula ajarannya pada kelima orang anaknya.
“Meski hidup kita susah, namun kita tak boleh berputus asa, tetap berusaha dan berdo’a, selebihnya, kita serahkan kepada Allah yang maha pemberi rezki.”
“Iya, Pak," jawab kelima anak Mang Ojo dengan suara lembut.
Mereka saling menyayangi satu sama lainnya. Kata Mang Ojo “ Jika rohani kita diberi makan yang sehat, tentu jasmani kita akan tumbuh kuat,” itulah kenapa Mang Ojo selalu menanamkan nilai-nilai keimanan dalam diri pribadi anak-anaknya.
“Jika harus jadi pengemis maka jadilah pengemis yang beriman dan jika menjadi pejabat jadilah pejabat yang jujur, jangan menindas orang yang tak berdaya, karena doa orang yang teraniaya cepat di ijabah oleh Allah .
Kata-kata itu selalu di sematkan dalam hati sanubari anak-anaknya, agar kelak jika mereka sudah dewasa mereka akan selalu ingat akan pesan orang tuanya.
Karena rasa sakit serta kekurangan yang mereka rasakan sedari kecil, secara tak langsung telah mendidik jiwanya untuk selalu bersifat Qona'ah.
Begitulah setiap harinya, Mang Ojo selalu mengajarkan anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Selain itu Mang Ojo juga menerapkan pendidikan kepada anak- anaknya. Biar hidup susah tapi sekolah tak boleh putus, gali ilmu sebanyak-banyaknya untuk bekal di masa depan nanti.
Namun walau demikian anak Mang Ojo tak pernah mengeluh, sekalipun mereka tak punya apa-apa layaknya teman di sekolahnya.
Sesekali jika ada uang yang bersisa Mang Ojo menyempatkan diri pergi ke toko loak untuk mencari buku bekas demi keperluan sekolah anaknya.
Pagi itu sangat cerah, sepertinya cuaca begitu menjanjikan untuk Mang Ojo berjualan kacang rebus keliling komplek perumahan. Setelah merasa letih berkeliling Mang Ojo duduk sejenak di pinggir trotoar jalan.
Namun nasib sial datang menyambanginya, tiba-tiba saja dari perempatan jalan muncul orang berlarian menuju ke arahnya. Mang Ojo jadi kaget, tak taunya teryata ada pria berpakaian seragam lengkap sedang berlari mengejar para pedagang kaki lima.
Mang Ojo jadi bingung, lalu diapun bergegas untuk lari, saking paniknya salah seorang pedagang menabrak Mang Ojo dengan gerobaknya, Mang Ojo pun terjungkal, kacang rebus nya berserakan di jalanan.
Air mata Mang Ojo menetes sebanyak butiran kacang yang dikutipnya. Tiba-tiba saja, "Plak” sebuah kaki yang menggunakan sepatu dari kulit berwarna hitam menendangnya dari belakang, Mang Ojo pun tersungkur kejalan, kacang yang dikutipnya kembali berserakan.
“Heh, pak tua! Apa kamu nggak tau, kalau ini jalan umum bukan jalan nenek moyangmu!”
teriak pria itu.
“Maaf pak, maaf! Saya baru datang dan belum ada dagangan saya yang laku, tapi Bapak udah bikin dagangan saya rugi hari ini!” jelas Mang Ojo.
“apa kata mu, pak tua? kau bilang rugi!" bentak pria itu, seraya menginjak-injak kacang rebus milik Mang Ojo yang berserakan.
“ya, Allah! tega sekali kalian ini,” kata Mang Ojo seraya menggeser kaki petugas itu dari atas kacang rebus yang di pijaknya.
“Hei, kenapa kau memegang kaki ku!”
“Heh pak! Suatu hari nanti kau pasti akan membayar semua perbuatan mu ini!” seru Mang Ojo dengan suara lantang.
Walau demikian petugas itu tak mengindahkan sama sekali gertakan dari Mang Ojo, seraya terus berjalan petugas itupun terus mengusir pedagang kaki lima lainnya.
Menyaksikan hal itu Mang Ojo hanya bisa duduk terhenyak di pinggir jalan, dia merugi besar hari itu.
“Sabar ya pak, semoga Allah memberikan kekuatan pada Bapak,” ujar seorang wanita tua yang ikut membantu Mang Ojo mengutipi kacang rebus yang berserakan itu.
“Makasih ya Buk! udah repot-repot bantuin saya.”
“Sama-sama pak, udah kewajiban kita menolong sesama, bukan seperti pria itu, bukannya mengayomi tapi malah dia pula yang buat orang kecil seperti kita menderita,” gerutu wanita tua itu seraya melangkah pergi.
Setelah kacang terkumpul semua, Mang Ojo pun duduk lesu dipinggir trotoar. Tiba-tiba saja dia di sapa oleh seseorang yang di kenalnya.
“Hai Mang. Kenapa Bonyok aja? ada masaalah ya, ceritain dong!”
“Eh, ada Neng Ranita rupanya!” kata Mang Ojo sedih.
“Kenapa sedih Mang?”
“Ini Neng para petugas itu udah bikin dagangan Mamang rugi.”
“O ya?”
“Karena ulah mereka dagangan Mamang habis berserakan, untung aja ada orang yang bantu ngutipin, kalau nggak Mamang benar-benar apes hari ini.”
“Ooo, itu masaalahnya! Tapi Mamang tak perlu cemas, kan ada aku disini. Aku punya kejutan lho untuk Mamang.”
“kejutan? Kejutan apa Neng?” tanya Mang Ojo penasaran.
“Tarra ! Ini kejutannya!” seru Ranita seraya mengeluarkan tiga lembar uang ratusan, dan memberikannya pada Mang Ojo.
“Maksudnya apa ini Neng?” tanya Mang Ojo tak mengerti.
“Maksudnya, Uang ini untuk Mamang!”
“Aaah, jangan Neng! Mamang nggak suka di beri sedekah, Mamang masih kuat kok.”
“Kenapa?”
“Lagian, Mamang masih sanggup bekerja kok.”
“Mamang tersinggung ya? Aku nggak bermaksud menyinggung perasaan Mamang lhoh, anggap aja ini uang dari putri Mamang sendiri, jadi Mamang nggak perlu merasa sungkan pada ku," jelas Ranita tersenyum.
“Tapi Neng, uangnya terlalu banyak, Mamang agak merasa takut, kalau Mama Neng Ranita nanti marah!”
“Dah ! Mamang nggak perlu cemas! Mama nggak bakalan tau kok.”
“Maksud Neng Ranita, Si Eneng mencuri uang Mama, gitu?”
“Oh, Bukan Mang! sebenarnya ini uang aku sendiri Mang, lagian berapapun uang Mama kuambil Mama nggak bakalan tau kok.”
“Lho, Kok bisa gitu Neng, itu kan dosa? membohongi orang lain, apa lagi itu orang tua kandung Neng Ranita sendiri.”
“Siapa yang bohong sih Mang, aku nggak bohong kok.”
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
wah Ranita mesti kaya tapi dia suka membantu.
2023-07-17
0
Iril Nasri
cerita yang menarik tor
2023-01-03
0
AbyGail
semangat terus yaaa
2022-11-10
1