Di dalam mobil tampak suasana begitu hening, sepertinya mereka begitu fokus melihat kedepan. Tak berapa lama kemudian, sampailah mereka semua didepan rumah.
Bagai seorang raja, Mang Ojo dilayani dengan baik saat itu, Mang Ojo dan keluarga keluar dari pintu yang telah di bukakan dengan lebar oleh sopir dinas Istana kepresidenan
Setiba dirumah mereka sekeluarga langsung melaksanakan solat dan melaksanakan sujud syukur, atas rezki yang mereka dapat hari itu.
Sujud tanda bersyukur seorang hamba pada sang Kholik nya. Karena telah dilimpahkan rahmat dan rezki yang tiada mereka sangka.
Setelah usai melaksanakan sholat, Mang Ojo melaksanakan musyawarah keluarga. Uang yang diberi presiden sebagai cendra mata, akan dijadikan tambahan modal untuk usaha Mang Ojo dan Fatma dalam berdagang.
Berkat pertolongan Allah SWT kini dagangan Fatma semakin berjalan lancar, hari demi hari dagangan Fatma semakin rame peminatnya.
Sehingga Fatma jadi kewalahan untuk memasaknya.
Hal itupun disadari oleh Mang Ojo. Seperti biasa, jika ada sesuatu hal yang tak bisa dipecahkan sendiri, Mang Ojo pasti mengadakan musyawarah keluarga.
Dia akan meminta pendapat dari anak-anaknya, meskipun anaknya masih kecil. Itu semua sengaja dia lakukan agar kelak anak-anaknya tidak mengambil keputusan sendiri walau itu sangat mudah dan bisa diatasi.
Membagi pendapat pada orang terdekat, tentu merupakan hal yang sangat menyenangkan. Apalagi pada keluarga sendiri.
“Anak Bapak yang baik dan sehat, syukur Alhamdulillah, karena pada hari ini kita masih diberi kesehatan dan umur yang panjang dari Allah. kalian tau kenapa malam ini kita mengadakan musyawarah ?”
Semuanya pada diam, tak seorangpun yang berkomentar saat itu, karena memang saat itu semua tak tau kenapa Mang Ojo mengumpulkan mereka. Hanya saja mata mereka yang saling beradu pandang satu dengan yang lainnya.
“Kalian pada heran bukan ?”
“Iya Pak, kami nggak tau kenapa hari ini Bapak mengumpulkan kami semua.”
“Lihatlah warung kita semakin hari semakin rame pembeli, dengan dua orang karyawan, Bapak melihat Ibu mu begitu kesulitan dalam melayani pembeli, apakah kalian punya pendapat tentang hal ini ?”
“Iya ! gimana kalau kita menambah karyawan lagi, untuk membantu Ibu dalam berjualan ?” saran Intan saat itu.
“Gimana, apa kalian setuju dengan pendapat Intan ?”
“Setuju !”
“Kalau kalian setuju, lalu berapa orang tenaga yang akan kita ambil ?”
“Kalau menurut Ibu, untuk saat ini kita butuh sepuluh orang tenaga Pak !”
Mendengar butuh karyawan sebanyak itu, semuanya jadi terkejut.
“Jangan terkejut dulu, semua itu sengaja Ibu lakukan, karena disamping mereka semua mendapat gaji, mereka juga dapat makanan dari kita, selain itu, tujuan Ibu agar mereka tak lagi memulung, dan mereka dapat hidup dengan layak seperti kita.”
“Wah, ide Ibu ternyata hebat juga ya ?” puji Al Huda seraya memeluk Ibu tercintanya.
“Ya, ya ! Bapak juga setuju dengan Ide Ibu, karena dengan cara begini, secara tidak langsung kita telah membantu mereka, meringankan beban yang bersandar dipundaknya.”
“Iya, Pak !”
“Bagus itu, Bapak sangat setuju sekali, lalu kapan kita mencari para pekerjanya ?”
“Besok Biar Ibu sendiri yang mencari mereka semua.”
“Gimana anak-anak, apa kalian setuju ?”
“Setuju !” jawab kelima anak Mang Ojo serentak.
“Bagaimana pendapat kalian anak-anak ?” tanya Mang Ojo sekali lagi.
“Kalau menurutku, lebih baik kita mencari dua orang tenaga kerja untuk membantu memasak dan mencuci piring, kalau bagian dalam seperti melayani pembeli dan bersih-bersih kita semua yang akan membantu.” Ujar Intan.
mengutarakan pendapatnya.
“Aku juga setuju Pak." kata Zaki, "Aku juga bisa bantu Bapak berbelanja di pasar.”
“Kalau menurut Nurul, apa pendapatnya sayang ? Tanya Fatma.
“Kalau Nurul bantuin makan aja !" Ledek Zaki.
“Hahahaha !" Semuanya jadi tertawa geli.
“Ya udah, kalau menurut pendapat Bapak, Ibu mu benar Intan, karena selain kita butuh tenaganya, kita juga bisa membantu mereka dari beban ekonomi yang menghimpit.”
“Baiklah, aku menurut apa yang telah di sepakati aja." jawab Intan dengan suara lembut.
“Ya udah, gimana kalau Nurul bantuin Ibu, bersih-bersih aja, Nurul mau kan?" Tanya Fatma pada putri bungsunya.
“Ya Nurul mau, Bu.” Jawab Nurul girang.
Melihat semua tersenyum, Dika kecil pun ikut tertawa geli.
“Anak-anakku ! Kita saat ini sedang diuji oleh Allah dengan rezeki yang melimpah, Bapak hanya sekedar mengingatkan kita semua, agar tetap berhati-hati dalam bertindak, bersikap, dan dalam memutuskan sesuatu.
“Ya Pak.”
“Terlebih-lebih lagi cara kita berbicara, jangan sombong dan takabur, karena itu bukan pakaian kita. Dan untuk Alhuda yang sekarang sudah dewasa, kamu harus bisa membagi waktumu, jangan terlantarkan kuliah hanya karena ingin membantu orang tua.
“Baik Pak, nasehat Bapak akan aku laksanakan dengan baik.”
“Pergunakan waktu belajarmu dengan sebaik-baiknya jangan mengikuti langkah orang yang lebih tinggi dari kita, selalu melihat kebawah, agar kamu tau siapa dirimu yang sesungguhnya.” Jelas Mang Ojo.
“Baik Pak ! Nasehat dari Bapak tak pernah kulupakan.”
“Nah sekarang, karena rumah makan kita sudah rame pengunjung, jadi kalian harus giat lagi bekerja membantu Ibu.”
“Baik Pak ! Jawab anak-anak Mang Ojo serentak.
Mulai hari itu, semua anak-anak Mang Ojo bekerja lebih serius lagi, mereka begitu cekatan dalam membantu Fatma, melayani para pembeli. Mereka semua begitu senang, karena tak pernah lagi mengkonsumsi nasi aking seperti biasa.
Meski hidup senang, anak-anak Mang Ojo tetap seperti dulu, rendah hati dan suka menolong diantara sesama. Mereka tak pernah lupa tempat dimana mereka jatuh. Didikan dan perhatian dari kedua orang tuanya, merupakan faktor utama yang membuat mereka menjadi santun pada setiap orang.
Pagi itu setelah selesai melaksanakan sholat subuh berjama’ah, Fatma mulai mempersiapkan segala sesuatunya dengan dibantu dua belas orang karyawan.
Mereka semua merupakan penduduk Kawasan kumuh, yang selama ini bekerja sebagai pemulung sama seperti Fatma dulu.
Bagi Nita dan Laila pekerjaan itu sangatlah berharga, begitu juga dengan yang lainnya, jika dibandingkan menjadi seorang pemulung yang upahnya tidaklah seberapa.
Sungguh tiada disangka Fatma waktu itu, ketika dia hendak membuka warung nasi miliknya, tiba-tiba saja diluar telah menanti puluhan wartawan didepan rumah makannya.
“Ya ampun ! kalian ngapain duduk disitu ? Ayo masuk, sini duduknya !” Kata Fatma sambil mempersilakan para wartawan dan wartawati itu duduk.
Setelah semua wartawan itu mendapat tempat duduk, Fatma memerintahkan Nita dan Laila untuk membuatkan minuman.
Tidak beberapa lama minuman pun datang, lalu Fatma mempersilakan mereka minum terlebih dahulu. Setelah para wartawan itu bersantai-santai, Fatma pun menyiapkan sarapan untuk mereka, setiap wartawan mendapatkan satu porsi makanan.
“Kalian tentu capek bukan ?” Kata Fatma, seraya membagikan makanan itu pada mereka.
“Ibu tau aja kalau kami sedang lapar !” ujar Utami salah seorang wartawati majalah tempo.
“Emangnya kalian datang kesini pukul berapa ?” Tanya Fatma.
“Kalau aku jam setengah enam pagi tadi Bu !” Ujar Beno.
“Kalau aku jam enam Bu !” Jawab Satria.
“Ya udah kalian kan banyak, ada berapa orang semua ?”
“Ada dua puluh tiga orang Bu !” Jawab Utami dengan suara lantang.
“Bagus, nah sekarang makanannya sudah siap sebanyak dua puluh tiga kotak, kalian boleh memakannya.” Kata Fatma, dengan senyum manis di bibirnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
walau Fatma sudah kaya namun dia tidak sombong jarang loh orang punya sifat seperti itu
2023-07-31
0
Iril Nasri
Fatma Berhati Mulia ya
2023-01-03
0
Iril Nasri
jiwa yang cerdas, selalu antisipasi dalam segala hal,,,oke lanjut👍
2022-10-09
1