Walau dia terbilang masih muda, Intan mampu meraup rezki yang banyak dari situ. Terlebih lagi setelah rumah susun itu di resmikan gubernur DKI, Intan mendapat keuntungan tiga kali lipat dari yang biasanya.
Tapi Intan sadar, rezki yang didapat tidak sepenuhnya milik keluarganya. Sebagian ada milik orang miskin dan anak yatim, dan atas musyawarah keluarga, akhirnya Mang Ojo menyekolahkan sepuluh orang gelandangan dan yatim piatu.
Seperti biasa jika ada persoalan yang akan dibahas, pasti mereka semua mengadakan musyawarah untuk menyatukan ke tujuh pendapat yang berbeda.
Tapi untuk kali ini, Intan yang menginginkan pertemuan itu di laksanakan, di rumah lamanya, di Kawasan kumuh, malam itu Intan bersama yang lainnya berkumpul bersama.
“Ada apa Intan ?” tanya Bu Fatma ingin tau.
“Nggak ada apa-apa kok Bu.”
“Semuanya berjalan dengan baik kan nak ?”
“Iya Bu, semuanya berjalan dengan baik, Ibu nggak perlu kuatir.”
Malam itu dipertemuan, Mang Ojo menyuruh Intan untuk mengeluarkan pendapatnya terlebih dahulu.
“Dalam penjualan restoran ku kali ini, aku mendapatkan untung lima kali lipat dari yang biasanya, jadi aku ingin menyekolahkan sepuluh orang anak sampai dia tamat SD.
Gimana apa ada yang setuju dengan pendapat ku ini ?”
“Wah ! ide yang sangat cemerlang, Bapak sangat suka sekali, apa salahnya kan, kita berbagi rezeki dengan mereka semua ?”
“Ya, Bapak benar, kalau kita punya niat yang suci, langsung saja dikerjakan, jangan pernah untuk menundanya.” Timpal Bu Fatma.
“Lalu gimana dengan yang lain ?” tanya Mang Ojo ingin tau.
“Ya aku sependapat dengan Intan.” Jawab Alhuda.
“Aku juga.” Kata Zaki.
Semuanya memberi respon yang positif, Mang Ojo sangat bersyukur karena di usia tuanya dia di kelilingi oleh anak-anak yang menyayangi dirinya.
Atas kemuliaan hati Mang Ojo sekeluarga, Allah Swt memberinya rezki yang melimpah, sehingga dia sanggup membuat sebuah rumah bertingkat dua.
“Saat ini kita di uji lagi dengan harta, yang selama ini tak pernah kita dapatkan sebanyak ini, tapi untuk kali ini, Bapak berniat untuk membangun sebuah rumah untuk kita semua, gimana pendapat kalian semua apakah kalian setuju ?”
“Ide yang sangat bagus Pak. Aku sangat mendukung sekali.” Jawab Alhuda.
“Lalu gimana dengan yang lainnya ?”
“Ibu juga mendukung keinginan Bapak itu, karena dengan cara ini, kita dapat hidup sedikit lebih tenang dan aman.”
“Kalau Intan dan Zaki gimana ?”
“Kami juga setuju Pak !” jawab keduanya serentak.
“Ada yang ingin komentar ?”
Saat pertanyaan itu di ajukan Mang Ojo, semuanya terdiam dan keheningan mulai terasa diantara mereka.
Atas diamnya semua yang ada, berarti keputusan yang diambil telah final.
Dan atas kesepakatan itulah, akhirnya Mang Ojo membangun sebuah rumah. Di rumah itu Mang Ojo beserta kelima orang anaknya hidup tentram. Mereka saling mengasihi satu sama lainnya, saling berbagi dan tak pernah sombong.
Melihat keluarganya tentram dan damai Mang Ojo pun merasa senang dan bahagia, apa lagi keluarganya tak pernah bersikap pelit, suka memberi dan berbagi antar sesama. Walau demikian Mang Ojo merasa rindu hidup sederhana, seperti waktu dulu.
Hidup sederhana dikawasan kumuh. untuk itu Mang Ojo meminta izin pada anak-anaknya, untuk pindah ke kawasan kumuh bersama Fatma istrinya.
Setelah beberapa tahun kemudian, Alhuda pun menyelesaikan kuliahnya dengan gelar sarjana dipikul dipundaknya.
Dan dengan kegigihannya dalam mencari pekerjaan akhirnya dia mendapat pekerjaan sebagai direktur sebuah bank di Jakarta.
”Ternyata buah itu tak jatuh jauh dari pokoknya” begitulah pepatah mengatakan. Terbukti Alhuda memiliki bakat seperti Ibunya. Jika Ibunya pernah menjadi direktur di Negara asing, kini dia menjadi direktur di negaranya sendiri.
Ketaatan dan disiplin yang baik, itulah yang menjadi faktor utama menjadikan seseorang itu berhasil.
Atas keberhasilan Alhuda, Mang Ojo mengadakan syukuran dan mengundang orang miskin dan anak yatim makan dirumahnya. Dalam acara itu Mang Ojo menangis tersedu-sedu, hatinya terharu, atas kesuksesan yang mereka raih selama ini.
Ketika itu Mang Ojo dan keluarga juga begitu berharap agar Ranita dan Niko bisa hadir bersama mereka.
“Jika saja Neng Ranita dan Den Niko bisa hadir bersama kita saat ini, pasti kebahagiaan ini terasa lengkap, tapi sayang kita nggak tau di mana alamat tempat tinggal mereka.
”Iya Pak, jika saja Ibu tau mereka sekarang tinggal dimana, pasti Ibu sendiri yang datang kerumah mereka semua.”
Di saat kesuksesan itu terus saja datang menghampiri keluarganya, Mang Ojo tak pernah lupa pada sang pencipta, yang telah melimpahkan rezki yang tiada ternilai itu.
Setelah selesai menggelar acara syukuran, Mang Ojo mengumpulkan seluruh anggota keluarganya, dalam ruangan yang sempit dirumah miliknya, Mang Ojo pun berkata dengan suara yang serak dan tersendat- sendat.
“Anak-anak ku sekalian, bapak dan Ibumu sudah semakin tua, mungkin umur kami tak akan lama lagi, sekarang kalian sudah besar dan dewasa, ada yang telah bekerja ada yang masih kuliah, SMA, SMP dan SD. Benar begitu ?”
“Benar.” Jawab Kelima anak-anak Mang Ojo.
“Bapak begitu bangga pada kalian, walau hidup terbilang sukses namun kalian tetap rendah hati dan saling mengasihi baik sesama kalian maupun sesama tetangga, tapi kalian harus ingat satu hal, dibalik setiap kesuksesan pasti Allah akan memberikan ujian setara dengan kemampuan yang telah kita raih. Benar begitu ?”
“Benar !”
“ Saat ini mungkin kita yang berada diatas, tapi belum tentu esok lusa, mungkin kita yang berada dibawah. Maka berhati-hatilah dalam memegang amanah yang dititipkan Allah pada kita. Jagan lupa bersyukur, bersujud dan mohon ampun padanya, karena hanya kepada Allah lah kita menyembah dan mohon ampunan. Apa kalian mengerti ?” Kata Mang Ojo pada anak-anaknya.
“Mengerti Pak !” jawab kelima anak Mang Ojo seraya tersenyum lebar.
Seminggu kemudian setelah Mang Ojo berbicara dengan kelima anaknya, malam hari saat keluarga telah tidur dengan pulas, intan putri kedua Mang Ojo, mengkalkulasikan semua uang yang didapatnya selama membuka rumah makan “Berkah”.
Tenyata uangnya cukup untuk biaya haji kedua orang tuanya dan membuatkan sebuah rumah diluar Kawasan kumuh.
Karena Intan merasa kasihan pada kedua orang tuanya yang sudah tua, tapi tetap memilih hidup di Kawasan kumuh. Yang semestinya mereka bisa bebas menikmati masa tuanya.
Tanpa sepengetahuan Mang Ojo dan Fatma ibunya, keesokan harinya Intan mendatangi rumah Ranita yang kini telah menjadi seorang arsitek ulung.
“Assalamu’alaikum !” kata Intan seraya mengetuk pintu rumah Ranita.
“Wa’alaikumsalam, Neng.” Jawab satpam penjaga.
“ Kak Ranita nya ada, pak? “
“Ada, barangkali masih tidur.” jawab satpam itu.
“Tolong dibangunin, bisa pak ? bilangin, Intan anak Mang Ojo datang.”
“Baik, Neng!” jawab satpam itu seraya berlalu meninggalkan Intan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
semoga rencana intan berhasil ya membuat kejutan untuk kedua orang tuanya
2023-07-31
0
Iril Nasri
jangan lupa bersyukur Mang
2023-01-03
0