“Benar kamu nggak bohong.”
“Aku nggak bohongi mereka Mang ! tapi mereka sendiri yang ngasih izin aku untuk ngambil uang yang aku butuhkan.”
“Tapi walau demikian, Neng Juga nggak boleh seenaknya aja ngambil uang mereka ! Mau Mamang kasih satu resep untuk Neng Ranita?”
“Mau Mang, tapi ! resep apaan sih Mang?”
“Resep jadi seorang anak yang solehah!”
“Mau Mang, mau kali!”
“Kunci untuk menjadi anak solehah adalah, jujur!”
“Haaah ! Cuma itu aja Mang?”
“Ya, Cuma itu aja, tapi berat untuk dilakukan dan dipraktekkan dalam keseharian kita, kalau Neng nggak percaya, Neng boleh buktikan sendiri nantinya. Jika teryata ucapan Mamang salah Neng boleh datang pada Mamang nantinya, dan bilang kalau Mamang pembohong!”
“Ok! Itu mah gampang Mang, Aku akan buktikan ama Mamang kalau Aku bisa melewatinya dengan mudah.”
“Baik mari sama-sama kita buktikan!” tantang Mang Ojo.
“O iya, Mang. Aku boleh kagak, main kerumah Mamang?”.
“Aaah, jangan Neng!”
“Emangnya kenapa nggak boleh? Kan Cuma main doang!”
“Bukan itu masaalahnya Neng, sebenarnya Mamang nggak punya rumah, hanya gubuk reot itupun cukup untuk sekedar berteduh aja biar nggak kehujanan.”
“Nggak apa-apa kok Mang, walau gubuk tapi kalau hati senang apa salahnya.”
“Nanti Neng Ranita bisa alergi kalau main ketempat Mamang.”
“Kagak kok Mang, siapa bilang aku alergi,” jawab Ranita merayu Mang Ojo.
“Kan begitu kata orang kaya Neng.”
“Jangan didengar Mang, mereka itu nggak tau apa-apa, senangnya cuma nyakitin hati orang, padahal keluarga mereka sendiri mereka tak sanggup mengurusnya.”
“Ooo, gitu ya neng?”
“Iya Mang, Nah sekarang boleh kagak aku main kerumah Mamang?”
“Gimana ya? Mamang jadi nggak enak juga nih!”
“Udah, Mamang nggak usah kebanyakan mikir ! ayo kita jalan yuk,” ajak Ranita seraya menggandeng tangan Mang Ojo.
Karena Ranita begitu ngotot, untuk bermain kerumahnya di kawasan kumuh, Mang Ojo terpaksa harus mengikuti kemauannya. Dengan senang hati Ranita mengiringi Mang Ojo dari belakang.
“Ya uda ayo!” jawab Mang Ojo dengan terpaksa.
Diperjalanan Mang Ojo bertanya tentang keluarga Ranita. Dengan gamblangnya gadis belia itu menceritakan keadaan keluarganya pada Mang Ojo.
“Aku anak tunggal, Mang.”
“Jadi Neng itu sendirian, nggak punya kakak dan adik ya?”
“Iya Mang, sementara Papa bekerja sebagai pejabat negara dan Mama bekerja sebagai anggota dewan.”
“Ooo, gitu ya? ternyata orang tua Neng Ranita seorang pejabat?”
"Iya Mang."
“Wah, waah! enak tenan hidup jadi orang kaya!”
“Siapa bilang enak Mang. Buktinya aku sendiri sering menantang perbuatan Papa dan Mama, yang senang bergaya mewah dan menumpuk harta.”
“Menumpuk harta? maksud Neng apa?” Tanya Mang Ojo ingin tau.
“Ya itu! mereka suka membeli barang-barang mewah yang menurut aku, nggak ada gunanya, lalu pergi keluar negeri, buat apa cobak? Kan buang uang aja, toh nggak ada gunanya kan?”
“Iya juga sih! Tapi itukan urusan mereka, duit-duit mereka, kenapa kita yang ikut mikirin!” jawab Mang Ojo dengan gamblangnya.
“Mamang benar, itu memang uang mereka. Tapi apa salahnya kalau uang itu disumbangkan ke panti asuhan, rumah singgah, yang disana itu sangat mereka butuhkan. Tapi aku sebagai anak nggak bias berbuat apa-apa,” kata Ranita sedikit mengeluh.
“Hati-hati Neng!” seru Mang Ojo.
Mendengar Mang Ojo berseru Ranita baru sadar kalau dia sudah jauh melangkah dari rumahnya.
“Apa kita dah nyampe Mang?”
“Belum Neng, ntar lagi juga nyampe kok. Tuh didepan gang sana!” kata Mang Ojo seraya menunjuk kearah depan.
Setelah dekat dari rumah Mang Ojo, puluhan anak-anak sudah antri menunggu kedatangan Mang Ojo.
“Hai Man!" sapa mereka ramah.
“Hai juga anak-anak! kalian mau kacang rebus?”
“Mau Mang, mau!” jawab anak-anak itu serentak.
“Nah kalau gitu kalian ikuti aba-aba dari Mamang ya.”
Kemudian Mang Ojo memukul gelas yang ada di tangannya sebanyak tiga kali, tiba-tiba saja anak-anak itu berlarian entah kemana.
Ranita pun menjadi heran, Mang Ojo kemudian mengajak Ranita duduk di atas tumpukan karung kotor.
Tampa berfikir Panjang Ranita langsung duduk. Tak berapa lama anak-anak itupun kembali dengan mengangkat kedua tangannya.
“Ada pakai sabun?”
“Ada!” jawab anak-anak itu serentak.
Kemudian tanpa harus disuruh dulu mereka langsung mencari tempat duduknya masing-masing. Mang Ojo lalu membagikan sekantong plastik kacang rebus kepada mereka.
“Ingat pesan Mamang, kacang ini tadi terjatuh, jadi ada pasir yang lengket di kulitnya. Sesampai di rumah nanti, kacang ini harus kalian cuci dulu, baru kalian boleh memakannya, dan jangan lupa?”
“Baca do’a!" jawab anak itu serentak.
“Bagus, nah kalian semua boleh bubar."
“Waaah sungguh menakjubkan!” ujar Ranita sambal geleng-geleng kepala.
“Ah biasa aja kok Neng,” jawab Mang Ojo tersipu malu.
“Mamang hebat ya! jarang lho orang seperti Mamang, bikin patuh anak-anak sekampung! aku kagum sekali. Walau hidup sederhana tapi rasa solidaritasnya sangat begitu kental.”
“Ya udah Neng, kalau dengar Neng Ranita memuji, ujung-ujungnya kita nggak bakalan pulang nanti. Ayo kita berangkat, rumah Mamang nggak jauh lagi kok,” ujar Mang Ojo sembari melangkah diantara serpihan-serpihan kaca dan tumpukan kayu.
Jalan berbatu dan bau pengap, itu sudah menjadi pemandangan keseharian bagi penduduk Kawasan kumuh. Bagi mereka hal itu tak pernah di permasalahkan nya.
Setibanya di rumah, Mang Ojo langsung masuk dan mempersilahkan Ranita untuk masuk juga.
Di dalam rumah Mang Ojo, Ranita pun memandangi ruang sempit itu, ada sesuatu yang sangat mustahil dia lihat tapi nyata adanya.
Ranita seakan tak percaya, disebuah rumah kecil dan berada di Kawasan kumuh tapi memiliki interior yang sangat memukau. Walau mengedipkan mata sepuluh kali pun, hal itu tetap nyata adanya.
Rumah Mang Ojo memiliki keunikan tersendiri, didalamnya sangat bersih, semua barang tersusun rapi, rak buku terletak diantara ukiran-ukiran kayu yang terpahat indah.
Lantai rumahnya terbuat dari granit yang tertata rapi. Kemudian Ranita melangkah menuju rak buku, diambilnya salah satu dari buku itu, di sampul bagian luar tertulis ”FILSAFAT”, kemudian Ranita menaruh kembali buku itu pelan-pelan.
Bukan hanya buku itu saja, masih banyak lagi buku-buku berharga yang di simpan Mang Ojo di rumahnya.
Untuk langkah selanjutnya, Ranita kemudian memasuki sebuah ruangan kecil, didalamnya ada lampu yang berkelap kelip, bergelantungan di antara piala dan piagam yang sangat banyak, Ranita tak sempat menghitungnya, mungkin ada puluhan.
Dari kamar yang satu menuju kamar yang lain, terdapat sebuah ranjang besi yang sangat cantik, diatasnya terbentang Kasur yang beralaskan seprai putih dengan motif teratai berwarna ungu dan gorden berwarna pink yang dihiasi dengan bunga-bunga yang indah.
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi sonya
ya ampun rumah Mang Ojo cantik banget
2023-07-17
0
AbyGail
masih menyimak...
2022-11-10
1
Iril Nasri
mantap Thor, cerita yang menarik
2022-10-02
1