Vania Pov
Ingatan itu masih berbekas di pikiranku, hingga aku memberanikan diri dan bertanya alasan di balik kecelakaan ku pada Ibu
Tapi ibu hanya menjawab seadanya, "kecelakaan lalu lintas"
"Kamu tidak perlu memikirkan itu, yang penting kamu sembuh dan pulang ke rumah lanjutnya sambil mengupas buah apel untukku.
Bersamaan dengan itu, pintu terbuka dan memperlihatkan Ayah bersama Marvin yang baru saja selesai dari luar.
Selama 2 hari aku berada di rumah sakit Marvin terus berada di sisi ku, selayaknya seorang kekasih yang mengkhawatirkan pasangannya.
Apa kau luluh Vania?, tidak.. Itu hanya sekilas pikiranku.
Aku bangun dan menyandarkan tubuhku di punggung ranjang bersama dengan bantal sebagai penyangga.
"Aku harus pulang karena ada urusan kantor, dan hari ini kau sudah bisa pulang" ucapnya seraya mengacak lembut pucuk kepalaku.
Dia membuatku tiba-tiba malu karena di ruangan itu masih ada keluargaku.
Aku hanya diam, dan tersenyum kikuk mempersilahkannya pergi.
"Mari Om, Tante, Davina" pamitnya sopan sambil tersenyum manis.
Sebenarnya Vania bodoh jika tidak menerima perjodohannya dengan Marvin.
"Hati-hati..."
"Dan, terimakasih" lanjut ku lalu ia tersenyum menanggapi ucapanku sebelum akhirnya benar-benar keluar.
"Marvin pria yang baik, Ayah tidak mungkin salah pilih.. Jadi pertimbangkan kembali ucapan Ayah sebelumnya"
"Akan ku mempertimbangkan" sahutku, entah kenapa jawaban itu membuat Ayah sedikit tersenyum sambil menepuk pelan pundakku, bahkan Ibu dan Davina juga ikut tersenyum.
Tapi masih ada yang mengganjal dalam pikiranku, selama ini aku tak pernah berusaha mencari tahu alasan dan bagaimana aku mengalami kecelakaan.
Setelah kehilangan ingatanku, semuanya berubah... Rasanya sudah tak ada lagi yang seru.
Apa aku harus menyetujui perjodohan itu, dan hidup selayaknya wanita diluar sana dengan pernikahan yang bahagia?!.
...****************...
"Apa ada perkembangan?"
Adam hanya bisa menggeleng pelan, tanda tak ada yang bisa ia katakan kali ini.
Vino menghela nafasnya, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memijat pelipisnya.
"bagaimana dengan Wein?"
"Sama sekali tidak ada catatan mengenai keberangkatannya keluar negri, jalur darat maupun laut, bahkan kapal illegal sekalipun"
"Jika seperti ini terus, kondisi adikku tidak akan ada perubahan"
"Tapi sepertinya kita belum menemui jalan buntu" seru Adam menatap Vino dengan mata yang berbinar, seolah baru saja dapat jack pot.
"maksudmu?"
"Wein menghilang satu tahun yang lalu, tepat saat semuanya dimulai... Ada satu detektif yang juga mencari keberadaan Wein, aku baru saja mendapat pesan dari sepupuku" ujarnya memperlihatkan sesuatu pada Vino.
"Lalu dimana detektif itu sekarang?"
"Dari informasi yang ku dapatkan, dia sedang tugas di luar kota.. Aku sudah meminta orang-orang kita untuk melacak keberadaannya"
"Bagus, kita harus mendapatkan informasi darinya..."
"Tapi, apa alasan Wein di selidiki oleh detektif?!" tanya Vino penasaran.
"Dari yang kudengar, Wein masuk kedalam daftar saksi atas kasus pembunuhan berantai yang menewaskan 11 orang wanita muda yang sempat heboh satu tahun terakhir"
"Apa pembunuhnya berhasil di tangkap?"
"Sepertinya tidak, kasusnya tiba-tiba di tutup karena kabarnya pelaku melakukan bunuh diri dengan terjun dari lantai 30"
"Apa ini ada kaitannya" gumam Vino dalam hatinya.
"Apa menurutmu Wein dibunuh sebelum pelaku bunuh diri?!"
"Kalau begitu faktanya, untuk apa dia susah-susah bunuh diri"
"Hmmm, benar juga"
"Ah sudahlah, yang penting kita bisa mendapatkan informasi tentang Wein... Aku tak sabar menguliti pria itu hidup-hidup" ucap Vino dengan kedua tangan yang saling mengepal kuat.
...****************...
"Bagaimana keadaannya suster?" tanya dokter.
"Tidak ada perubahan dok, saya rasa hanya keajaiban yang bisa menolongnya"
Dokter hanya bisa diam sambil menghela nafasnya setelah melakukan pemeriksaan, lalu keluar bersama suster.
...****************...
📞"Maaf Tuan, Nona Rachel ingin menemui anda"
📞"biarkan dia masuk"
Tut...tut...tut...
Marvin menutup telpon, dan menunggu Rachel masuk.
"Ada apa?"
"Kamu sedang berpikir apa? Bagaimana dengan hubungan kita?"
"Bukankah kamu dijodohkan dengan Vino" jawab Marvin terkesan datar dan dingin.
"Tapi aku tidak pernah mengatakan jika aku menyetujuinya, tapi kamu malah sebaliknya! Kamu menyetujui pernikahan dengan Vania,kan!"
"Aku menyetujuinya karena kasian dengan Ayahnya, terlebih Papah juga menyuruhku untuk menikahi Vania"
"Tapi...
Ssttt.... Marvin menghentikan ucapan Rachel dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir wanita itu.
"Aku hanya memanfaatkannya untuk mengakusisi Keylovy Company dengan harga murah" ucapnya seraya menyandarkan bokongnya di tepi meja, menatap kearah wanita cantik di depannya.
Rachel sedikit tertegun, lalu beralih menatap mata Marvin untuk mencari kebenaran di matanya.
"Jadi kamu menyetujuinya bukan karena menyukainya?"
"Tentu sayang, aku tidak akan pernah melepaskan mu..." jawabnya seraya mengusap lembut surai pipi Rachel.
Tentunya Rachel langsung luluh, niatnya untuk marah tertahan saat Marvin berlaku lembut padanya.
Sedari awal hubungan mereka baik-baik saja dan tetap menjalin hubungan selama hampir 1 tahun terakhir.
Pria yang Rachel pikir tak akan bisa ia taklukkan ternyata kini menjadi kekasihnya.
"Aku akan mencari cara agar perjodohanku dengan Vino dibatalkan secepat mungkin" ucapnya sambil mengalungkan manja kedua tangannya di leher Marvin.
"Tapi bagaimana dengan Vania?"
Marvin hanya tersenyum, lalu membisikkan sesuatu hingga membuat wanita itu tersenyum.
...****************...
Sudah satu minggu sejak hari itu, tapi bisikan-bisikan itu terus saja ia dengar melalui mimpi dan terulang bagai deja vu.
Tapi hari ini Vania mencoba untuk lebih rileks lagi, karena dalam dua minggu ke depan pernikahan akan dilangsungkan.
Semua berjalan dengan lancar, orang tua Marvin juga menyukai Vania, rasanya ia tak pernah berpikir hal ini terjadi dalam kehidupannya.
Jauh sebelum Vania mengalami kecelakaan, keduanya adalah sepasang kekasih, hanya saja Vania berakhir dengan kecelakaan hingga membuat semua memorinya dengan Marvin terhapus
Semuanya terasa mudah, bahkan Vania mulai respect dan mencoba untuk membuka diri pada pria yang akan menjadi suaminya nanti.
Sebenarnya ia terlalu naif, dengan statusnya sebagai mantan detektif.
"Ayah mau kemana?"
"Penandatanganan kontrak"
"Secepat itu?"
"Hmmm, terimakasih sayang... Karena keputusanmu, perusahaan bisa tertolong dan kita tidak jadi melakukan PHK besar-besaran" ucap sang Ayah tersenyum manis pada putrinya itu, sudah lama aku tak melihat senyum itu.
"Syukurlah," jawab Vania.
Setelah Ayahnya pergi, ia juga pergi untuk melakukan fitting gaun pengantin.
Sayangnya Vania hanya pergi sendiri karena Marvin juga hadir dalam acara yang Ayahnya katakan tadi.
...****************...
Gadis itu mencoba beberapa gaun pengantin yang menurutnya pas.
"Aduh Mah, kenapa aku harus kesini juga"
"Hush, apa sekali saja kamu tidak bisa menuruti ucapan Mamah"
Kenapa mereka berisik sekali, gumam gadis itu dalam hati sambil mencuri pandang ke sekitar.
"Anda sangat cantik dengan Dress ini Nyonya" ucap salah satu pegawai.
"Benarkah"
Ia mengangguk, lalu membantu Vania untuk berbalik menghadap cermin besar yang ada di belakang.
"Baiklah, saya pilih yang ini" ucapnya sambil menatap penampilannya sendiri di cermin.
Selesai mengganti pakaian, kakinya melangkah menuju kasir untuk melakukan pembayaran.
Tapi sialnya tiba-tiba ada orang yang menyerobot antrian.
"Dasar anak ini, kamu itu bisa mengantri tidak" tegur wanita yang berdiri di belakang pria itu.
"Maaf ya, silahkan" ucapnya seraya menarik pria itu ke sisinya untuk membiarkan Vania melakukan pembayaran.
Gadis itu hanya membalas dengan senyum ramah walau dalam hati sebenarnya kesal.
Namun tanpa Vania sadari, pria tadi terus menatapnya dengan tatapan aneh, seolah ia pernah bertemu dengannya.
...****************...
Saran, jangan lewat satu episode ya gengs, karena pasti ada clue per episode😂
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments