Mengingat masa lalu

SEMOGA TEMAN-TEMAN TIDAK BOSAN MEMBACA KARYA PENULIS

*************************************************

Kembali pada posisi awal untuk melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sesampainya di kastil malam sunyi nan tenang sedang menyelimuti, suara nyanyian hewan malam saling berbalas-balasan seakan menggantikan kesunyian yang di berikan oleh rintik hujan yang turun dari awan hitam dengan keramaian, sang katak bernyanyi keras sedangkan sang jangkrik memainkan biolanya mengiringi nyanyian sahabatnya, sang katak sangat bergembira malam ini mereka bisa bermain air tetapi tidak dengan burung hantu dia tengah sibuk mencari dahan pepohonan yang kaya akan dedaunan agar dia tidak basah akibat guyuran rintik hujan, mata besarnya lama kelamaan menyusut kecil akibat tak tahan lagi kantuknya, sayap tebalnya dia rapatkan agar tidak terlalu kedinginan. Seperti biasa kami berkumpul di ruang baca, mungkin Taein tak tahan lagi dengan pertanyaannya tadi atas sikap Zleris pada ku dia pun memberanikan dirinya untuk menanyakannya pada ku yang saat itu aku sedang membaringkan seluruh tubuh ku di pangkuan sofa dan melipat kedua tangan di bawah kepala agar terasa nyaman.

“Nona ada apa sebenarnya? Apa yang si bodoh ini lakukan pada mu?” Zleris hanya diam menunduk.

“Tenanglah! Mengapa kau begitu khawatir? aroma kalian benar-benar enak, apakah kalian tidak keberatan jika kalian menemani ku?, aku ingin beristirahat di sini” Sambil membuka perlahan kedua jendela mata ku yang senjak tadi tertahan, memperbaiki posisi ku yakni berbaring dan menyandarkan kepala di pinggiran sofa yang di rancang untuk tangan.

Malam sunyi telah pergi dan digantikan menjadi sebuah pagi yang indah. Mentari mulai muncul dari balik awan tebal sinarnya berhasil meretakkan awan hitam yang berdiri didepannya dan kini awan hitam sudah menghilang entah kemana yang tersisa hanyalah mentari pagi dan langit biru. Kicauan burung kecil membuat pagi ini terasa menyenangkan, bunga-bunga juga tak ingin ketinggalan menghiasi pagi yang cerah ini, mereka segera membuka kedainya menyebarkan aroma menggoda perut dan hati. Mengundang para serangga kecil bersayap untuk datang ke kedai mereka untuk mengisi perut sebelum berkerja sembari saling bercengkrama satu sama lain yah...layaknya di warung kopi. Para bunga menari kegirangan bersama sang elemen kehidupan yang berhembus lembut menghampiri hati dan jiwa orang-orang yang sedang berada dalam kobaran abadi sih jago merah.

Pagi ini aku bersiap-siap untuk berangkat ketempat dimana bangsa manusia menyebutnya Senior High School, di kamar aku sudah siap berangkat tapi sepertinya pagi ini langit sedang sedih, baru saja langit ceria tapi perlahan dia menitihkan air bening dari kedua matanya yang senjak kemarin malam sudah bersedih tapi dia menyimpan air bening itu karena di hibur oleh sahabatnya mentari pagi. Dia menghapus air bening itu dari pipi sahabatnya namun kali ini langit kembali teringat dengan apa yang dia alami sehingga dia tidak bisa lagi menahan air bening yang membuat mata menjadi bengkak. Pelanggan kedai bunga bakum berlari berhamburan kembali ke rumah masing-masing.

Dia berteriak dengan kerasnya sampai-sampai semua orang takut mendengarnya, suaranya menggetarkan kaca rumah, teriakannya itu membuat tetesan air bening tadi semakin deras mengalir dari matanya.

Temannya sang angin mencoba untuk menghiburnya dia mengipas sahabatnya yang tengah dilanda kegalauan berharap sang langit menjadi tenang dan hatinya menjadi dingin.

Memori kelam tentang masa kecil ku bersama Rizon kembali terngiang secara tiba-tiba dalam benak menggelitik kalbu gelap ku.

Ketika itu suasana yang sama seperti sekarang Rizon berlari keluar sambil membawa dua kapal kertas dan menghanyutkannya ke air yang mengalir seperti sungai di tanah tepatnya di halaman rumah. Dia menatap ku dan tersenyum, hanya bisa melihatnya dari balik jendela kaca dalam kamar tak bisa ikut menghanyutkan kapal kertas karena saat itu aku sedang duduk di atas tempat tidur, kaki terbalut oleh selimut tebal dan memakai baju hangat, tepatnya aku sedang sakit.

Dia menghanyutkan kedua kapal kertas tadi matanya penuh dengan senyuman aku ikut mengukir sebuah senyuman manis di wajah pucat ini. Kau tahu? Dia sangat menyayangi ku dia hanya bermain bersama ku dia mengabaikan anak-anak sebaya dengannya yang mengajaknya untuk bermain. Dikala aku sakit dia rela mengorbankan waktunya untuk beristirahat dan malah merawat ku, dia menemani ku tidur, mengompres kening ku dengan air dingin dan memberi ku obat agar cepat pulih sehingga kami bisa bermain dan tertawa bersama lagi.

Dia juga tahu saat aku tak bisa tidur.

“Kau tak bisa tidur?” Suaranya yang lembut dari ambang pintu membuat ku tersadar dari lamunan ku yang sedang menatap langit malam tanpa adanya bulan bintang seperti biasanya mereka bersinar terang di langit biru.

“Kakak?”.

“Sepertinya malam ini teman mu tidak datang, mereka sedang bersembunyi dari mu untuk sementara, aku tidak ingin melihat mu dalam keadaan kurang baik begini” Dia masuk menghampiri ku.

“Tenang saja aku ada disini” Katanya mencoba mengeluarkan ku dari rasa bosan sambil mengusap-usap kepala ku dengan lembut. Memandangnya dan tersenyum lebar.

“Kakak?”

“Kenapa wangi bukan?”

“Em...”

“Kemari lah akan ku tunjukkan”

Dengan polos aku mendekat sehingga kami saling berhadapan. Dia mencium bibir ku lalu memasukkan sesuatu kedalam mulut ku aku sungguh sangat benar terkejut, jangan berfikiran yang aneh-aneh dulu yang ku maksud sesuatu itu adalah permen kesukaannya.

“Kakak?” Sambil menutup mulut ku dengan menggunakan tangan, melihatnya dengan penuh rasa tanya tetapi dia hanya tersenyum.

Sebuah suara berasal dari ambang pintu tertangkap jelas menyadarkan ku dari lamunan.

“Apa kita akan pergi?” Ujar Nhean tiba-tiba.

“Ayo”

Dia kembali ke ruang baca sembari menunggu ku untuk menyusul, seperti biasa mereka berkumpul di ruang baca.

“Nona ingin pergi? Hujannya sangat lebat, lebih baik nona naik mobil saja. Saya akan mengantar nona” Usul Taein.

“TIDAK. Jika kau ikut kalian semua pasti juga ingin ikut” Ujar ku dengan sedikit penekanan. Tein melirik yang lainnya dibelakang yang penuh dengan harapan dan keinginan.

“Tetaplah disini tunggu aku kembali”

“Baik nona”

“Aku menyayangi kalian” Ucap ku lagi saat berbalik badan, mereka tentunya terkejut mendengar ucapan ku sekaligus merasa gembira.

Melesat dengan cepat. Sebenarnya kami bisa berteleportasi tetapi jika kami lakukan itu orang-orang pasti heran melihat kami tiba-tiba sudah ada disamping mereka atau tempat yang kami singgahi.

Dalam beberapa detik kami sudah sampai di akademik, keadaan di sana sangat sepi padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi. Mungkin karena hujan yang sangat semangat ini membuat semua orang terlelap dalam tidurnya.

“Sepertinya hanya kita yang disini” Ucap Nhean yang berdiri di samping ku sambil menyelidiki di sekelilingnya dia memandang jauh menganalisis tanda-tanda kehidupan.

Hujan membuat semua orang terlena dan ikut bersedih bersama langit yang sedang menangis seperti anak kecil, aku berteleportasi meninggalkannya di belakang tanpa melontarkan sepatah kata, dia menoleh untuk memastikan apakah aku masih ada di sampingnya tapi ternyata tidak aku sudah pergi ketika dia sibuk mengintrogasi “Astaga selalu saja dia begitu” Gerutunya dalam hati, dia menyusul ke ruang kelas.

Aku rasa ada seseorang yang datang lebih dulu sebelum kami, dia membuka pintu kelas dengan lebar menunggu siswa-siswi yang lainnya datang. Langkah ku terhenti seketika, terpaku diambang pintu kelas ketika melihat gadis yang kemarin sedang duduk sendirian sambil membaca seperti sebuah buku yang lebih mirip seperti sebuah buku catatan harian berwarna coklat tua, melihat ku berdiri di ambang pintu sedang terdiam memperhatikan sesuatu dia memperlambat alunan langkahnya.

“Ada apa?” Tanya Nhean dia melihat tatapan mata ku dan mengikuti kemana arahnya terdampar dia sedikit terkejut saat melihat gadis itu.

Santai melangkah melewati sedikit demi sedikit meja guru di samping begitu pula dengannya. Kami menuju tempat duduk masing-masing.

“Kenapa kau datang begitu awal pagi ini?” Tiba-tiba Nhean mengangkat bicara pada gadis manis itu dari tempat duduknya kelihatannya Nhean mulai nyaman bicara dengan gadis manis itu hanya saja dia masih bersikap cuek pada gadis manis itu.

“Aku sudah biasa datang pagi-pagi” Jawab gadis itu dengan sebuah senyuman lembut nan manis melebih madu tetapi Nhean hanya melihatnya dengan tatapan acuh tak acuh. Dasar dia tak ada romantisnya sama sekali.

“Anu, maaf untuk yang kemarin malam aku....”.

“Tak perlu di pikirkan” Ku respon gadis manis itu dengan nada datar supaya dia yakin jika aku baik saja tapi sebenarnya kurang baik, bukan karena minumannya melainkan....

“Nhean! itu dia gadis manis apa kau ingin aku menjadikan dia sebagai budak mu?” Kami sedang telepati lagi.

“Aku tidak tertarik”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!