Datang menjemput

Maica terlihat masih meyakinkan Say jika dia bukan Fowl pengganggu. Dia mengoceh disamping Say sambil mereka memasuki kastil dari pintu utama karena suara Maica lumayan keras Taein menjadi terganggu yah maklumlah dia orangnya agak sensitif. Taein melangkah menuruni anak tangga untuk melihat keributan apa yang telah mengganggu ketenangannya.

“Ada apa ini?” Tanya Taein, menatap aneh Say dan Maica.

Maica berhenti mengoceh karena mendengar sirine peringatan dari Taein, dia menoleh kearah Taein yang kini berdiri dengan gagah dihadapan mereka berdua.

“Oh? Taein merasa terganggu yah? Hehehe”

“Dasar fowl” Ucap Say yang berdiri tegap disamping Maica yang menyebalkan itu sambil memasukkan kedua tangannya disaku celananya.

“Hey kau ini sudah kubilang aku bukan fowl”

“Suttt...berisik” Say melayangkan jari telunjuknya ke bibir Maica tanpa melihatnya. Maica bungkam tak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa melihat jari telunjuk Say menggantung dibibir nakalnya.

“Astaga ada-ada saja” Taein tampak menguap-usap wajahnya dengan lembut.

Sementara itu Zleris yang berada di dalam kamarnya membaca bukunya melirik ke daun pintu yang tertutup rapat. Memang suara mereka tidaklah terlalu keras jadi suara mereka hanya bergema di ruang tamu saja mengingat kastil ini sangat luas dan besar tetapi Zleris bisa menangkapnya dengan jelas lantaran dia adalah vampire origin yang mempunyai pendengaran 10kali mungkin lebih dari manusia normal. Jadi dia sedikit terganggu dengan kebisingan itu.

“Cih, mereka mulai lagi” Zleris mengoceh dalam benaknya karena dia enggan mengeluarkannya dari lorong tenggorokannya menuju keluar mulutnya, menggerakkan bibirnya yang begitu menggoda yang senjak tadi hanya diam tertutup rapat menambah suasana kamarnya menjadi semakin sepi dan sunyi.

Di waktu yang sama namun keadaan yang berbeda. Hemma dan Khen kini sudah sampai di tempat tujuannya. Mereka terlihat sedang menunggu di depan gerbang sepertinya mereka tahu betul kapan bel akan berbunyi dan benar saja tak menunggu lama bel dibunyikan, semua siswa-siswi berhamburan keluar dari ruang kelas menuju ke gerbang. Sepertinya mereka membuat sedikit kekacauan karena telah datang kemari. Dasar mereka tak pernah mau mendengarkan ku.

Siswa-siswi yang lalu lalang menatap mereka. Ada yang melayangkan tatapan aneh, heran, ada yang tertawa kecil sambil berbisik-bisik dengan temannya, tersipu malu dan reaksi aneh lainya, em...aku sudah menduga ini akan terjadi. Ketika menyadari kehadiran mereka aku dan Nhean segera menuju ke gerbang menghampiri mereka yang sedang berdiri tegak dengan gagah terlihat sangat keren.

“Apa yang kalian lakukan disini?” Nhean menatap retina mata Hemma. Aneh.

Hemma menghampiri dan menepuk bahu Nhean dengan lembut

“Santai saja! Kami hanya ingin menjemput nona Nara kami”

“Cih, kau bilang apa nona kami?” Nhean sangat tidak suka jika dia sedang serius lalu tidak direspon dengan serius juga, tapi menurut ku Hemma serius menjawab pertanyaan dari Nhean, dia mengoceh kesal tentunya dalam benaknya.

“Singkirkan tangan mu itu!” Ujar Nhean lagi tetapi sekarang vokalnya sedikit ditinggikan.

“Kenapa kalian datang? Seharusnya kalian tak perlu datang kemari kalian membuat keributan” Pinta ku tiba-tiba membuat pandangan mereka bertiga mengarah pada ku seketika.

“Sebenarnya tadi kami merasa khawatir dengan nona jadi kami berniat menjemput nona”

“Jika memang seperti itu, ayo kita pulang!”

“Baik...” Sentak mereka bertiga.

Seperti biasa suasana di kastil sangat sepi seperti tidak ada nafas kehidupan yang terdengar mengembang kempis hanya ada sang elemen kehidupan, yah lumayanlah dia menghibur diriku dengan segala aroma manis yang dia bawa. Suasana seperti ini di maklumi saja pasalnya kami tak pernah kedatangan tamu.

Merentangkan kedua tangan lebar-lebar di bahu sofa yang mendiami ruang baca, mereka memandang dengan tatapan yang sama sekali tidak ingin aku lihat yaitu tatapan khawatir, memejamkan mata yang sudah sangat lelah ini dan tanpa di sadari aku menjilat bibir bawah ku dengan lembut sehingga ada sebuah taring tajam mengintip mereka, membuka dengan perlahan jendela mata ini dan memandang mereka yang senjak tadi berdiri di sana memperhatikan ku, khawatir, sedih dan tatapan aneh yang sama sekali tidak ku mengerti. Corak manik mata ini seketika berubah menjadi warna merah berkilau indah nan jahat, ku pandang sesekali leher mereka yang penuh dengan minuman lezat juga mengenyangkan membuat ku bisa bertumbuh walau hanya setetes saja mereka berikan.

Tapi tak ingin berlama-lama bersama para hidangan yang siap datang dengan sendirinya, bergegas berteleportasi ke kamar.

“Apa kalian pergi menemui nona?” Tanya Taein kepada Khen dan Hemma.

“Seperti yang kau lihat kami pulang bersama nona, dasar payah” Khen tak ingin banyak komentar jadi Hemma mengambil alih.

“Kau?” Sambil mengepal kedua tangannya.

“Apa kau marah hanya karena persoalan sekecil ini? Cih, dasar konyol” Sepertinya Taein sangat kesal atas perilaku dan perkataan yang kurang menyenangkan dari Hemma, dia berniat memberinya teguran tapi Nios menahannya.

“Hentikan! Kalian akan membuat nona terganggu dan kalian sudah tahu bukan, nona tidak suka jika ada perseteruan diantara kita” Usul Nios.

“Kau benar” Taein segera melesat kembali keruang baca miliknya, sementara itu terlihat sebuah senyuman yang terpahat disudut bibir Hemma. Menyeringai.

Satu persatu mereka kembali ketempat mereka bergurau bersama sepi meninggalkan Hemma sendirian di ruang utama.

Malam yang sunyi terasa sangat dingin, tempat tidur ini serasa sedingin balok es membuat tubuh ku membeku seketika saat ku sadari dia berdiri di ambang pintu kamar memandang ku dia masuk dan menutup pintu rapat-rapat. Di lihatnya aku tengah duduk di atas tempat tidur yang mewah milik ku seorang. Ku pandangnya dengan sedikit kebingungan pertanyaan muncul dalam benak “Apa yang membuatnya datang kemari di tengah malam seperti ini. Sendirian?”.

Badan tegaknya di iringi bersama aroma tubuh yang pekat, bisa ku rasakan begitu pekatnya aroma manis yang mengguncang dan menggoda setan sialan ini, dia terus memandang sambil mengambil langkah kecil untuk menghampiri diri ku yang tengah sengsara karena naluri yang terus membara dalam hati nan jiwa gelap memaksa ku untuk melakukan hal di luar kendali akal sehat, rasa ragu-ragu muncul menggertak niatnya mendekati ku lebih dekat dari tempatnya mengurungkan maksudnya itu. Masih memandang ku penuh dengan niatnya ku tatap dia meyakinkan pandangannya tidak melayang sia-sia oleh sikap egois ku. Rasa penasaran semakin memuncak menggejolak. Apa yang akan dia lakukan sekarang? Dia memasukkan tangannya ke saku kanannya dan mengambil benda kecil berwarna merah tercium ada aroma enak, terbungkus dengan rapi menarik. Dia maksud ku Zleris meletakan benda kecil manis menggoda tadi di atas kasur lebih tepatnya dibawah kaki ku dia berlalu tanpa mengatakan satu katapun untuk menjelaskan situasi yang dia ciptakan.

“Kau hanya memberi ku sebungkus permen ini? tidak bisakah kau memberi ku lebih dari sebungkus permen ini untuk membasahi tenggorokan ku yang kering ini?” Langkahnya terhenti dengan cepat, memutar pandangannya ke arah ku.

“Maafkan aku, hanya memberimu sebungkus permen itu karena aku tahu jika kau tidak menginginkan ku”

“Mengapa kau berkata seperti itu kepada orang yang dari dulu sangat menginginkan dirimu? Mau kah kau memberi ku sesuatu lebih dari sebungkus permen ini?” Lanjut ku lagi sambil berjalan menghampirinya yang tengah berdiri. Dia mendekatkan lehernya ke bibir nakal ini dan aku....

“Ambillah sebanyak yang kau inginkan! Ku harap kau menyukainya” Cih dasar bodoh bisa-bisanya dia mengatakan hal itu padaku, mungkin dia berfikir aku akan melakukan instruksi setan ini.

“Baunya sungguh sangat manis, aku benar menyukainya tapi, mengapa kau sangat menginginkan hal itu dari ku?”

“Itu karena...aku menyukai mu” Entah mengapa aku mengukir senyuman di sudut bibir ku. Miris.

“Pergilah! Aku ingin beristirahat”

“Mengapa kau selalu memberiku harapan palsu? Aku....”

“Dasar bodoh, kau akan mati sia-sia jika aku melakukan itu”

“Memangnya kenapa? Aku melakukannya karena aku menyukai mu” Dia meraih tangan ku dan membawa ku kedalam pelukannya, astaga dia benar-benar sudah gila.

“Apa yang kau lakukan?”

“Tak apa jika aku mati demi diri mu, aku bangga jika aku mati ditangan mu, di dalam pelukan hangat mu bersama sepasang taring yang menancap dalam di leher ku”

“Sudah cukup! Segeralah keluar dari pikiran konyol mu itu, kau membuat ku muak dengan kata-katamu” Tatapan matanya sudah cukup menjelaskan perasaannya sekarang, ini harus aku lakukan karena jika tidak maka dia akan semakin berharap. Tak ingin lagi memandangnya lebih dalam lagi segera aku menghilang bersama hembusan angin dan tak peduli lagi dengan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!