Rencana penjemputan

Kesunyian berada di tengah-tengah kami bertiga hanya suara hujan yang menjadi tangga nada untuk kami, memandang keluar jendela melihat langit yang sedang menangis tak henti-hentinya sekalipun temannya angin sedang menghibur dirinya mencoba menghapus air mata yang terus mengalir, pepohonan juga bunga-bunga ikut menghiburnya dengan tarian indah dari mereka khusus untuk sang langit namun dia tak juga merasa terhibur sedikitpun.

Pukul 08.00 bel berbunyi, seharunya jam pelajaran sudah di mulai sekarang tapi tak ada tanda-tanda kehidupan disini selain kami bertiga.

Hujan mulai redah bersama masa yang memaksa hujan untuk segera menghentikan tangisannya sehingga tinggal menyisakan rintik butiran air bening, masa terus berusaha untuk membangunkan dewa matahari dari tidur panjangnya yang senjak tadi enggan beraktivitas sekaligus memberikan kehangatan bagi kami semua.

Butiran air hujan menetes ke dedaunan, kicauan burung yang tadinya tak terdengar kini mereka melantunkan lagunya yang sangat...merdu, cahaya mentari pagi menerobos awan kelabu untuk memberikan kami semangat baru.

Suasana juga ikut ramai, siswa-siswi mulai berdatangan satu persatu itu artinya akademik ini telah kedatangan pengunjung setianya.

Proses belajar mengajar berlangsung....

Hari semakin siang jam pelajaran pertama dan kedua sudah usai kami bisa menyegarkan kepala yang panas akibat....Siswa-siswi di kelas berhamburan keluar, mereka pergi ke tempat yang mereka inginkan sekadar menyejukkan pikiran tetapi tidak dengan gadis manis bernama Mina, dia sama sekali tidak berniat beranjak meninggalkan dudukannya dan malam membuat dirinya nyaman di tempat duduknya, dia meraba isi tasnya, mengeluarkan sebuah buku, dan membuka lembaran demi lembaran yang belum sempat dibacanya, sepertinya dia kurang suka bergaul dan relatif pendiam dia lebih suka sendirian dari pada dia berada bersama teman-tamannya diluar. Karena dia duduk paling pojok di depan jadi aku bisa melihat salah satu bahunya terangkat tinggi menopang dagunya yang sedikit lagi mencium permukaan meja.

Ketika sedang menikmati hembusan angin bukan tanpa alasan aku begitu menikmati hembusan angin seperti ini sebenarnya aku tengah mengambil energi alam secukupnya.

Melihat ku Nhean datang dan duduk di samping ku.

“Apa kau lapar?” Tanyanya tetapi tidak melihat ku.

“Sepertinya begitu”.

“Mau makan?”.

“Tidak!”.

“Dia terlihat sangat lemah, apakah karena dia sudah lama tidak...mengambil energi dari alam tentu tidak maksimal untuk kebutuhannya. Sampai kapan dia akan melawan nalurinya sendiri?” Ujarnya membatin yang tak mengadakan wajah kusutnya.

“Kau tak perlu menghawatirkan ku seperti itu!” Melihat manik matanya yang sedang menghawatirkan ku secara tidak langsung senyuman ini akan membuatnya mengerti aku baik tapi masih menampakkan wajah kusutnya pada ku, aku kembali memandang keluar jendela sambil mengelus pipi kiri dengan menggunakan tangan kanan layaknya seperti kucing.

Walaupun aku berusaha meyakinkan dia jika aku baik tetap saja dia tidak percaya hey! dia tidaklah bodoh wajah ku semakin pucat di lihatnya tapi wajah ku kan memang sudah pucat.

Hanya terdiam satu sama lain tak saling menyapa ataupun berbicara hanya sibuk dengan urusan kami masing-masing. Terhanyut dalam suasana yang di berikan oleh masa pada kami.

“Mengapa hari ini begitu panas?” Ucap Mina membatin.

“Kau benar, mengapa hari ini begitu panas?” Aku menjawab pertanyaan Mina tapi tentu saja dia tak dapat mendengarkan fikiran ku. Astaga dasar bodoh.

“Kau berbicara pada siapa?” Tanya Nhean membatin.

“Tidak pada siapa-siapa, aku hanya bicara pada diri ku sendiri”

“Bukankah kau bicara pada gadis bodoh itu tentu aku bisa tahu”

“Kenapa kau selalu saja menyebut gadis manis itu dengan sebutan bodoh, apa kau menyukainya?”

“Jangan bercanda mana mungkin aku menyukainya”

“Benarkah? Sayang kalau begitu”

Sementara itu....Di kastil terlihat Khen sedang mengotak-atik komputer abad 21 berukuran besar di labnya, sepertinya dia sedang mengerjakan sesuatu. Dia menghela nafas berat untuk menghentikan sejenak jari-jemarinya yang sudah bekerja keras sekaligus memperbaiki kacamatanya.

“Masih mengerjakan hal membosankan itu?” Sebuah suara dari ambang pintu melayang di udara menuju ke gendang telinga Khen namun dia enggan menoleh sebab dia sudah kenal betul suara itu, suara yang sama setiap kali dia dengar membuatnya menjadi tak bersemangat dan lemas.

Khen berdiri dari dudukannya lalu mengambil salah satu buku yang tertata rapi di rak buku.

Dia membalik satu persatu lembar bukunya bola matanya sibuk mengikuti jalur tulisan dan tak mempedulikan orang yang datang menyapanya.

Suara itu semakin mendekat kearahnya.

“Hey, jangan mengabaikan ku. Aku sudah datang jauh-jauh kemari hanya untuk menyapa mu” Ujarnya dengan nada kesal mungkin karena Khen mengabaikan sapaan darinya.

Sekali lagi Khen menghela nafas, menutup buku tebal yang ada digenggaman tangannya, membalikkan badan atletisnya dengan gagah. Manik matanya menatap seorang pria tinggi baju kasual di padukan dengan celana hitam panjang.

“Astaga jangan melihatku seperti itu aku jadi takut” Ujarnya lagi ketus memerintahkan Khen untuk tidak melayangkan tatapan aneh padanya.

“Apa kau butuh bantuan?” Khen mengangkat suara sekaligus merubah tatapan anehnya.

Dia berjalan mendekat kemeja kerja Khen dimana di atas meja tersebut ada sebuah gelas yang berisikan seteguk teh beraroma khas, dia mengintip isi gelas itu sekadar ingin tahu apa yang ada dalam gelas anggun itu, Khen memutar bola matanya mengikuti langkah Hema yang berjalan mendekati meja kerja Khen. Menatap dengan tajam.

“Kau masih minum minuman bangsa manusia rupanya” Sambil mengintip isi gelas.

“Apa kau terganggu?”

“Ah, tidak bukan seperti itu” Dia menggelengkan kepalanya sedikit secara refleks.

“Katakan apa yang kau inginkan?”

“Oh, (Dia melotot terkejut melihat Khen melayangkan tatapan anehnya lagi) Aiss...kau ini benar-benar yah tak bisa diajak bercanda sedikit. (Dia terdiam sejenak melihat manik mata Khen yang berwarna hitam kecoklatan) Aku hanya datang untuk menyapa mu saja, aku bosan dikamar ku sendirian, itu sebabnya....”

Khen mengangguk mengerti membuat perkataannya menggantung dan tak dia lanjutkan lagi.

“Apa kau sudah selesai? Ayo kita jemput nona Nara” Dia menatap manik mata Khen yang berpapasan jauh dengannya namun tetap dilihat dengan sangat jelas.

“Aku tidak mau terlibat”

“Tenang saja nona tidak akan marah. Aku akan pergi, terserah kau ikut atau tidak” Dia berlalu dari Khen yang sedang melongo kebingungan.

“Aku ikut” Khen melesat cepat meninggalkan labnya bersama kacamatanya yang entah senjak kapan dia letakkan diatas meja.

Kepergian Khen dan Hemma tidak diketahui oleh yang lainnya.

Jika Khen dan Hemma beranjak, lain lagi halnya dengan Zleris dia tengah membaringkan tubuhnya di sebuah sofa panjang berwarna hitam yang sedang menduduki sebuah jendela besar di dalam kamarnya. Ada buku kecil namun tebal di tangan kananya, dia mengangkat tinggi tangannya tepat di depan wajah rupawan nya, dia terlihat seperti laki-laki mapan, sikapnya yang cuek dan misterius membuat gadis-gadis semakin penasaran ingin mengenal dirinya lebih jauh lagi dari yang mereka pikirkan, dia tipe orang yang tak mau berkomentar banyak dan cenderung pendiam.

Say, dia sedang sibuk dengan kegiatannya sendiri, dia sekarang berada di belakang kastil sedang mengasah kemampuannya dalam hal memanah. Dia membidik papan yang dia letakkan jauh sangat jauh dari tempatnya. Wusss...anak panahnya berputar-putar menuju sasaran dengan kecepatan tinggi melawan arah angin dan membelah sorotan cahaya matahari yang berasal dari celah pepohonan rindang, menjulang tinggi. Sering kali sang elemen kehidupan mengajaknya menari bersama-sama sehingga banyak bintang yang ia ciptakan. Secepat kilat anak panahnya kini berada tepat di tengah kedua mata sipitnya, jaraknya sangat dekat hanya beberapa senti lagi sampai anak panah itu menembus tulang hidungnya. Tentu saja itu bukan Say yang melakukannya melainkan rekannya Maica, Maica memang suka menjahili rekan-rekannya, tak jarang pula Taein yang selalu serius itu tidak luput dari dafar aksi jahilnya. Say melihat anak panah diwajahnya lalu memutar bola matanya menatap tajam Maica.

“Hehehe” Maica tertawa jahil melihat rekannya itu terpaku tak berdaya dan hanya menatap tajam dirinya. Say lalu menjauhkan anak panah tadi dari wajah mulusnya.

“Kau terkejut bukan?” Tanya Maica meledek

“Dasar fowl” Say sangat kesal atas perilaku Maica siang ini.

“Apa? Hahaha...fowl, aku?”

“...”

“Emmm...bukankah aku Vampire origin dan kau menyebutku fowl. Itu lucu sekali”

“Bisakah kau sebentar saja tidak membuat onar dan duduk diam?”

“Hey kau tahukan tentu aku tak bisa lakukan itu. Bagi ku itu lebih buruk dari tidak minum darah selama ratusan tahun”

“Cih dasar kau memang fowl pengganggu” Say segerah berlalu dari Maica dengan wajah kesal, Say melesat meninggalkan Maica yang sedang terseyum puas melihat Say merasa terganggu oleh kehadirannya. Tapi tak sampai disitu saja, sepertinya dia masih melancarkan aksi jahilnya pada Say, dia mengikuti Say dari belakang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!