Tepat pukul 6 sore, aku sudah siap mengemas barang ku dan melaju bersama motorku menuju rumahnya sambil melihat alamat nya dengan google maps. Untung saja jarak nya tidak terlalu jauh dari apartemen, aku jadi cepat sampai di depan rumah nya.
Tidak, ini tidak cocok untuk di panggil rumah. Ini sih mansion nya orang kaya tajir melintir 7 turunan. Panjang dan luas banget. Kira-kira berapa uang saku Izumi setiap hari kalau ke sekolah? Tapi sepanjang pengamatan ku, dia tidak pernah bawa uang kecuali bekal dan satu kotak susu kecil. Tidak heran dia tidak tumbuh, porsi makan nya terlalu sedikit.
Setibanya aku di depan mansion nya, Izumi ternyata sudah menunggu di depan pagar dengan mobil dan beberapa pelayan nya.
"Sore Chieko. Kamu siap?"
"Tentu. Oh, apa motor ku juga di bawa?"
"Iya lah. Kapal ini kan besar jadi banyak ruang. Toh di situ hanya ada aku, kakak dan juga puluhan pelayan di tiap titik di dalam kapal. Oh ya, barang mu taruh aja di sini biar gak berat amat."
Aku meletakkan barang bawaan ku kedalam mobil Limosin putih milik Izumi. Kami berdua pun melaju bersama menuju pelabuhan yang berada di arah barat 120km dari mansion Izumi. Izumi menaiki mobil nya dan menjaga barang yang ada, aku mengekor dari belakang mobil nya dengan kecepatan sedang. Angin senja ini lumayan dingin, untung saja aku tidak lupa memakai jaket tebal kali ini. Kesalahan yang sama seperti hari di mana aku membeli ponsel itu tidak akan terulang lagi.
"Kamu pandai juga ya bawa motor gede gini." Ya, tentu saja si bocil terbang ini ikut menumpang di belakang motor ku. Kali ini aku tidak panik dan sudah terbiasa melihat penampakan roh. Aku sebenarnya tidak mau mengambil resiko ketahuan sama Izumi kalau aku membiarkan nya ikut bersama ku untuk menjaga ku dari hal berbahaya mistis yang tidak bisa aku atasi sendirian.
.
.
.
.
Beberapa menit kemudian, kami sampai di pelabuhan. Dari sini aku bisa melihat sebuah kendaraan besar untuk melintasi samudra, sedang mengapung di tepi pelabuhan. Benda itu bahkan terlihat besar dari sini, bagaimana jika aku berdiri di dekat nya? Rasanya itu bahkan lebih besar dari pesawat pribadi milik manager yang biasa aku tumpangi untuk pergi ke konser di negara lain. Ini kali pertamanya aku naik kapal pesiar, apalagi ini di sewa full selama dua Minggu—yang sebenarnya kita cuma memakai nya satu malam saat pergi dan satu malam lagi saat pulang. Tapi pasti menyenangkan melihat lautan di atas kapal, walau itu gak ada gunanya kalau kamu pergi berlayar saat malam hari. Lautan gelap dan tidak bisa melihat apapun selain air yang luas.
"Kamu sudah gak sabar ya, Chieko. Semangat banget pas liat kapal nya."
"Ya, tentu saja. Ini kali pertama dalam seumur hidup ku naik kapal mewah. Apalagi itu bersama mu. Pasti sangat menyenangkan." Izumi turun dari mobil nya sambil mengenakan syal merah panjang yang menutupi lehernya. Pelayan nya melaju duluan masuk kedalam mobil bersama barang bawaan ku dan yang lain nya. Sedangkan aku dan Izumi masih berdiri sebentar di sini. Ya, aku masih mau mengambil momen ini dengan berfoto bersama Izumi.
"Hehe, aku nebeng ya?"
"Lah, kenapa tadi gak di mobil aja?"
"Yah, aku tadi nyesal banget gak naik motor aja bareng kamu. Pasti seru di terbang angin." Aku tidak tau maksud dari ucapan nya barusan tapi baiklah. Aku melihat Izumi yang bersusah payah menaiki motorku di bangku belakang, membuat ku hampir terkekeh geli melihat aksinya yang lucu.
Izumi yang menyadari ku, langsung memerah dan memanyunkan bibirnya seolah berkata dia sedang membutuhkan bantuan ku. Aku terlebih dahulu mematikan mesin motor ku dan membantu Izumi naik ke atas motor. Aku juga bisa melihat si bocil melayang di belakang sana sedang menggerutu kesal ke arah ku karena tempat nya benar-benar di ambil alih oleh Izumi.
"Peluk aku dengan erat, aku lumayan brutal kalau bawa motor."
"Gak perlu kamu katakan aku memang berniat melakukan nya, mphhhh!!!" Dia memelukku cukup erat dengan kedua tangan nya yang kecil membuatku hampir tersedak di buat nya karena tindakan yang tiba-tiba. Aku rasa ini sudah cukup erat untuk mencegah nya terlempar ke belakang, dan mulai menyalakan mesin motor ini, lantas melaju menyusul pelayan nya naik ke atas kapal.
Sebelum aku masuk, ada mobil fan hitam yang masuk lebih dahulu kemudian aku menyusul. Kemungkinan itu keluarga Izumi yang lain yang ikut dalam liburan ini. Bisa saja kedua orang tua nya dan...
"Sang designer!!" Aku menancap gas penuh dan masuk kedalam kapal dengan kasar. Ternyata hal itu membuat pegangan Izumi sedikit meregang dan hampir menjatuhkan nya ke dalam laut. Tapi aku memang sudah tidak sabar bertemu dengan designer yang sudah berjasa pada industri musik kami dan aku merasa terhormat bisa melihatnya secara dekat detik ini juga.
Di parkiran aku sudah melihat 3 mobil—yang aku kira sebenarnya cuma ada milik Izumi dan keluarga nya dan aku tidak melihat mobil yang satunya lagi masuk di dalam. Kemungkinan dia datang lebih dulu dari kami bertiga. Dalam mobil fan hitam itu seorang wanita mengenakan high heels merah menyala turun. Ini dia, dia adalah idola ku.
Viona Izumi. Pemegang sekaligus pembuat baju yang sangat populer di kota kami. Yang selalu memberikan sponsor besar kepada siapapun yang mengenakan baju dan busana rancangan nya. Itu membuat semua perusahaan baik mainan, makanan ataupun dunia entertainment mencapai popularitas berkat dukungan dari Butik Izumi yang dia jalan kan. Sungguh sosok wanita karir yang sangat hebat. Bukan hanya kerja kerasnya yang epik, dia juga memiliki paras yang rupawan dan tidak ada tandingan nya. Bahkan jika kau bandingkan dengan Miss world, mereka semua akan dikalahkan oleh kecantikan si legendaris ini. Kecantikan nya terlihat abadi, hampir tidak termakan oleh usianya yang sudah kepala tiga. Aku benar-benar penasaran apa yang membuat nya bisa secantik ini sampai aku kagum dan termangu melihat nya dari atas motor.
"Kakak!!"
"Walah, Izumi kecil kenapa malah naik motor?"
"Nyeh. Pengen aja. Kak, ini Azumi Chieko dari band Rox'iz itu loh." Viona menoleh ke arah ku, tidak, aku malah menjadi salah tingkah melihat tatapan tajam menawan darinya. Aku hampir di buat ambruk, tapi aku harus tegar demi momen langka ini.
Aku memperkenalkan diriku dan menceritakan semua kejadian yang sudah aku lalui bersama dengan adik nya yang manis.
Viona terkekeh. Bahkan itu pun masih terlihat anggun bagiku. Dia memang titisan Dewi yang murni dari lautan.
"Ya, ya. Azumi-chan, makasih udah rawat adik kecil ku. Dia kalau bicara kadang bikin orang bertanya-tanya, tapi kamu hebat bisa mendengarnya." Sebenarnya aku juga kaget padahal kesan pertama ku juga sama seperti orang-orang yang dia maksud tadi tapi selang beberapa lama suaranya terdengar normal di telingaku meski tinggi nya gak bisa mencapai rata-rata. Viona berjalan mendekatiku dan melihat ku keseluruhan dari atas ke bawah. Lalu tangan nya yang ramping itu menarik pipi ku lembut.
"Hei, hei. Kamu kayak nya kegendutan dikit dek Azumi. Ini pipi nya sampe melar ya."
"Ah, eh... Ya, anu. Ya.. akhir-akhir ini banyak tragedi dan aku hampir tidak pernah olahraga lagi karena mengurus tragedi itu, haha." Aku tau, aku tau banget berat badan ku naik 2 kg selama 2 Minggu terakhir ini karena stress dan kebanyakan minum miras buat mengabaikan tragedi kebetulan yang berbau dengan mistis. Aku melihat wajah Viona dari dekat, waww, tanpa keriput sedikitpun terlukis di wajah nya. Terlihat cantik dengan gaya make up nya yang glamour dan seksi. Sialan, Izumi, beruntung banget kamu punya kakak sempurna seperti dirinya. Aku jadi iri, sedikit.
"Tapi ya, tidak masalah buat ku. Aku suka memeluk gadis berisi seperti mu. Boleh aku memberi mu pelukan hangat selamat datang di liburan keluarga kami?" Tidak, jantung ku malah berdegup kencang. Sang legendaris membuka tangan nya lebar untuk memeluk ku? Apa ini mimpi? Aku mencoba mencubit pipiku. Sakit, ternyata aku masih sadar sepenuhnya. Di momen langka ini aku tidak bisa mengabaikan pelukan gratis ini begitu saja dan itu diberikan langsung kepada orang yang aku idolakan selama ini. Kalau aku laki-laki aku mungkin sudah mengajak nya berkencan sekarang.
Dengan ragu dan sedikit menahan diri, aku memeluk tubuh Viona. Wangi banget, aku jadi sedikit mabuk oleh pesona nya. Tidak, aku merasa ada sesuatu yang keluar dari hidung ku.
"Astaga, kamu gak papa? Kamu mimisan loh dek."
"Tidak Tante, eh, mama... Eh... Kak Viona. Aku tidak papa. Maaf aku akan membersihkan nya dulu agar baju Tante, eh mama, eh kak Viona gak kena darah."
"Kamu yakin gak papa?" Viona mengambil tisu yang disediakan oleh pelayan yang selalu berdiri didekat nya dan mengusap darah yang keluar dari hidung ku. Tatapan mata itu, seperti sihir yang membuat ku makin lemah dan pada akhirnya aku pingsan karena di pukul oleh kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelum nya.
"Walah."
"A..Azumi, buset. Kamu saking ngefans nya sampe ambruk gini. Pelayan, bawa Azumi ke kamar nya. Yang lain, bawa barang yang ada."
"Mengejutkan sekali melihat idola mengidolakan diriku. Haha, aku jadi malu."
"Mama, hentikan itu."
"Hei, harusnya kamu gak manggil aku gitu. Orang pingsan biasanya belum sepenuhnya pingsan loh."
"Gak ma, aku tau benar soal Yuuzy kita bagaimana kalau udah pingsan dia hampir kayak orang mati."
"Kamu benar. Yuuzy kalau pingsan langsung gak dengar apapun."
"Ma, apa kamu menyewa pelayan baru lagi?"
"Iya, kok tau?"
"Jelas lah. Aku melihat nya tadi sedang membawa semua barang Azumi saja. Dan aku kayak gak asing sama rupanya. Oh ya, ma, nama pelayan itu siapa?"
"Walah, mama lupa tanya nak. Tehek~ ( ╹▽╹ )"
"Hentikan kekanakan mu, mama. Kalau Azumi lihat mungkin dia akan pingsan, dengan kecewa."
"Ehhhh, kamu kok jahat sih nak ;(("
.
.
.
.
.
Aku akhirnya terbebas dari kumpulan iblis di tempat parkiran. Aku sempat menyadari saat membawa barang bawaan Azumi, si Izumi kecil itu sedang menatap tajam kearah ku. Kiranya bakal ketahuan, ternyata dia tetap tidak sadar siapa aku. Ya, sebelum nya pun kita belum pernah saling bertemu jadi kemungkinan yang cukup besar dia tidak tau wajah ku. Saat di ajak Azumi untuk bertemu dengan ku pun dia menolak. Tentu saja, karena iblis tidak suka masuk ke tempat ibadah seperti gereja dan melihat kumpulan Alkitab di dalam nya yang bisa membuat mereka hangus terbakar oleh sinar nya.
"Ughh, entah kenapa di sekitar sini busuk nya bukan main." Aku saat ini sedang berpura-pura bekerja dengan keluarga kaya ini untuk memastikan Azumi baik-baik saja. Dan yang aku lihat pertama kali, orang tua ber-make up menor itu membuat Azumi pingsan dengan darah yang keluar dari hidungnya. Aku tau itu pengaruh dari kekuatan iblis nya yang begitu besar, bahkan aku bisa melihat jejak besar itu menempel sangat tebal di sekujur tubuh Azumi saat dia di bawa pergi oleh pelayan lain.
Bagaimana aku bisa sampai ke titik ini? Bisa di bilang terlalu lancar sampai aku khawatir. Kebetulan kapal pesiar mewah ini milik perusahaan adik pengurus di gereja ku. Dia mengatakan padaku kalau ada satu keluarga kaya raya yang menyewa kapal ini selama dua Minggu lamanya. Padahal mereka hanya berlayar satu malam saat pergi dan pulang, buat apa di sewa selama itu? Entah berapa koper yang mereka keluarkan untuk kapal ini.
Tapi ternyata tujuan nya tidak sesederhana itu. Sebenar nya, ada banyak mayat anak muda yang tersimpan di ruang kargo depan dan belakang kapal ini. Aku bisa melihat aura mistis nya sangat kuat saat berada di luar kapal tadi dan aku juga melihat banyak arwah berkeliaran di dalam kapal ini. Sudah terbiasa sih, tapi ini jumlah nya gak masuk akal dan buat apa keluarga ini membawa mayat sebanyak itu? Bisa ku bilang jumlah nya hampir dua ratus lebih peti mayat yang di simpan oleh mereka. Dan beberapa kamar yang kosong yang sengaja di segel untuk menyimpan beberapa barang terlarang lain nya seperti senjata api dan juga ramuan beracun. Apa mereka sedang mengadakan pesta mayat di pulau pribadi mereka? Aku tidak mengerti lagi kenapa Azumi harus terlibat dengan aksi di luar nalar keluarga Izumi ini.
"Sialan, baunya tajam banget di bagian tengah kapal."
"Bener banget." Di sela-sela perjalanan ku mencari ruangan Azumi, seseorang, tidak, dia melayang yang berarti dia adalah arwah. Arwah kecil berambut hitam kusam sangat panjang sedang terbang di dekat ku.
"Kamu siapa?"
"Haha, situ sendiri siapanya kakak Azumi?"
"Lah, kamu kenal?"
"Oh, ayolah. Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Aku ya, bisa di bilang aku yang masuk tipi tadi pagi—itupun kalau kamu nonton berita pagi sama seperti Azumi." Saat aku mengingat nya, aku seperti nya menonton berita pagi soal penemuan mayat anak kecil bergaun putih dan wajah nya sangat mirip dengan arwah yang sedang melayang dengan ku saat ini. Tapi kenapa dia bisa mengenal Azumi? Aku bahkan tidak menyebut namanya.
"Oh iya, aku ingat. Kasihan sekali, lantas kenapa kamu gak balik ke alam mu dan malah berkeliaran di tempat terkutuk ini?"
"Ya, bisa di bilang aku telah mengabdi pada Azumi untuk melindungi nya dari bahaya makhluk lain yang tidak bisa dia sentuh."
"Kenapa?"
"Karena Azumi lah yang membuat jasad ku di temukan setelah berminggu-minggu lamanya."
"Wahh, Azumi hebat juga. Tapi ini bukan waktunya cerita. Aku sedang mencari ruangan nya dan sekarang malah tersesat." Gadis kecil itu dengan tatapan ngeri nya menunjuk salah satu ruangan di ujung tangga yang saat ini di penuhi oleh ratusan arwah yang berdiri di depan pintu kamar Azumi.
Gila, dari mana semua arwah itu berasal? Apa ini karena efek di sentuh wanita sialan itu? Gawat. Kalau saja ada makhluk yang berbahaya masuk dan merasuki tubuh Azumi, aku takut akan terjadi sesuatu padanya. Tapi aku tidak bisa main nerobos kumpulan arwah itu, bisa-bisa salah satu dari mereka mengekor ku dan ikut masuk kedalam.
"Sebenarnya mereka gak bisa masuk. Ada segel kuat terpasang di pintu nya." Jika di lihat lebih teliti lagi, gadis ini benar. Ada segel berwarna ungu kehitaman mengelilingi pintu itu, yang membuat semua arwah itu tertahan dan tidak bisa berbuat banyak selain menunggu pintu itu terbuka di tanganku.
"Khuhu, itulah ada gunanya aku di sini. Kamu di sini aja ngawasin dua iblis itu dan aku akan bereskan semua arwah itu untuk mu." Aku tidak tau apa yang ingin di lakukan nya, arwah gadis kecil itu melayang dan menghampiri kumpulan arwah lain di depan ruangan Azumi, sedangkan aku di sini mengawasi barisan belakang mana tau mereka berdua sudah beres berbincang dan sedang melangkah menuju kemari.
Dengan tangan kecil nya itu, angin kencang menghembus mereka hingga terpental satu-persatu lantas lenyap entah kemana. Aku tidak tau arwah yang terlihat biasa ini ternyata memiliki power yang sangat kuat. Aku berharap ini tidak memancing mereka berjalan kemari.
Setelah kosong, dia kembali kepadaku.
"Hebat banget. Kamu namanya siapa? Kenal kan, aku calon suami—eh bukan, hanya teman masa kecil Azumi. Profesi ku seorang pendeta." Dia tersipu malu lantas mengalihkan pandangan nya ke arah yang lain.
"Uhh, kamu bisa memanggil ku Isabella."
"Oh ya Isabella, kamu bisa menjaga ku di belakang sembari aku masuk ke kamar nya? Aku takut jika saja mereka kembali lagi saat melihat pintu itu terbuka lebar."
"Serahkan saja padaku, Vhylen."
Dengan membawa barang milik Azumi di kedua tangan ku ini, aku melangkah menuju kamarnya. Ya, beberapa aku melihat arwah yang masih nekat mendekat dan mencoba menghalangi lagi tapi berkat Isabella, semua menjadi tidak berani mendekat dan berkeliaran ke tempat lain. Aku merasa bau busuk itu juga sudah mulai berkurang dengan tidak adanya kehadiran mereka di sini.
"Ternyata kamu lelaki yang di cintai kak Azumi? Kami benar-benar beruntung."
"Hah? Maksud nya? Aku mana mungkin di sukai sama artis populer seperti Azumi Chieko. Aku sih hanya rakyat jelata."
"Ya, kamu tidak bisa bohong dari aku. Nyatanya dia membelikan mu ponsel dengan perasaan yang campur aduk. Aku bisa tau dia saat itu sedang jatuh cinta dengan seseorang dan orang itu ya kamu." Aku tidak mengerti apa lagi yang dia bicarakan, tapi jika itu benar, aku akan merasa sangat bersalah sudah bersikap dingin padanya waktu itu.
Aku ingin menangis tapi bukan waktunya, aku harus melenyapkan jejak besar itu. Takut nya malah semakin susah untuk hilang.
Aku dan Isabella sudah tiba di depan pintu kamar nya. Bau busuk justru menyambut ku dari pintu yang masih tersegel ini. Tidak heran kenapa banyak arwah yang terpikat oleh bau nya.
"Yah, seperti arwah yang lain, aku gak bisa temani kamu di dalam. Jadi aku akan berjaga di luar saja." Aku membuka pintu itu perlahan dan membawa barang ini masuk kedalam.
Astaga, lihat itu, aura gelap menyelimuti Azumi yang masih belum sadarkan diri. Aku harus apa untuk meredam auranya? Aku bahkan lupa membawa buku kitab ku. Tapi kalau aku membawa nya, penyamaran ini bisa terbongkar bahkan sebelum aku melangkah masuk ke kubangan iblis ini. Ya, demi orang yang aku cintai, aku harus berusaha mengingat yang sudah di ajarkan pengurus untuk masalah ini.
Aku membacakan beberapa kata dan mengangkat tangan ku tinggi untuk menangkap aura itu, setidak nya sementara tapi itu demi dirinya. Aku tidak tau tapi cara ini benar-benar berhasil dan segel di pintu itu menghilang sedikit. Meski demikian, tidak ada satupun arwah yang mendekat karena Azumi memakai kalung salib nya.
Isabella pun masuk kedalam saat segel di pintu itu lenyap.
"Ayo bawa kabur mereka sebelum jangkar nya di angkat."
"Tidak bisa, justru kita akan ketahuan dan kau tau kan, banyak pelayan dan kamera di sini. Kita tidak boleh meremehkan mereka karena mempunyai banyak mata. Apalagi ini menyangkut target mereka, Azumi. Aku tidak tau apa lagi yang bakal terjadi kalau kita benar-benar melakukan hal yang baru saja kamu katakan tadi." Kabur itu beresiko, setelah aku periksa kapal ini sebelum kedatangan mereka, ternyata banyak kamera terpasang di sini dan pelayan di setiap tempat membuat pergerakan jadi tidak leluasa.
"Baiklah ayo kita pergi."
"Hei, pelayan. Kok masih di sini sih? Sana bantu yang lain masak. Bentar lagi makan malam dan kapal akan segera berangkat. Dan oh ya, nama mu siapa sih? Aku kayak pernah liat sebelumnya.."
Sial, sejak kapan aku jadi lengah begini? Mereka tau-tau berdiri di belakang ku. Aku sadar Isabella sudah meninggalkan tempat tanpa memberitahukan ku.
Aku menunduk hormat sambil menyebut namaku.
"Ahh, dari panti asuhan itu toh. Ternyata aku salah ingat. Yaudah pergi sana."
Aku lega kalau dia memang salah ingat, tapi sekali lagi aku tidak boleh lengah seperti ini. Bisa saja satu kesalahan yang aku lakukan bisa membuat mereka sadar kalau aku ternyata kenalan dari Azumi. Aku harus sebisa mungkin terus berada di dekat Azumi, tapi keadaan malah berkata lain. Semoga saja mereka berdua tidak menyadari kalau aura dan segel yang mereka pasang hilang karena kehadiran ku. Aku pun bergegas menuju dapur dan membantu yang lain memasak hidangan untuk mereka dan kru kapal lain nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments