"Nyonya Izumi. Yuuzy di nyatakan meninggal dunia. Anda harus segera kemari, anak anda jatuh pingsan karena shock. Secepatnya, nyonya Izumi. Nyonya?"
Di sebuah bar yang dingin, hanya ada seorang bartender dan wanita paruh baya yang sudah setengah mabuk memegang setengah gelas yang berisi miras. Bartender itu sudah berumur tetapi kemampuan nya masih sama hebatnya saat masih muda. Wanita itu menatap nya cukup lama, tak ada satu katapun keluar dari mulut mereka. Sunyi, ya. Begitulah kira-kira keadaan mereka saat ini.
"Hei orang tua, tidak bisa kah kau berhenti saja? Pensiun lah bodoh. Umur mu udah 80 tahun." Bartender itu menghentikan kegiatan nya, lantas duduk berhadapan dengan wanita yang menyuruhnya berhenti barusan. Dia meneguk minuman yang sama dengan wanita itu, menatap sendu sekitar dengan matanya yang sudah mulai kabur.
"Kau ada benarnya nak. Tapi kau masih sama saja, kasar sama ayah mu sendiri. Kau tidak mau ke rumah sakit? Kasihan Hanakawa kecil sampai pingsan begitu."
"Dasar tukang nguping. Huh, bukan urusan mu ayah."
"Gak baik seorang ibu mabuk di hadapan anak nya."
"Berisik banget sih ayah. Mau nyusul ibu hah?! Kau malah bikin aku makin stress tau. Secara bersamaan aku kehilangan orang yang aku sayangi, kau gak harus menceramahi ku di saat seperti itu, ngerti!!" Wanita itu melempar gelas kacanya dan membuat keadaan bar menjadi kacau dengan minuman nya.
Bartender yang di panggil nya ayah itu melepas apron nya lalu mengelap semua kelakuan yang di perbuat anak nya itu. Sambil tersenyum, dia melihat anak nya.
"Kembali lah ke anak mu, jangan membuat nya menunggu lebih lama, nak." Bukan nya jawaban yang pantas yang di dapatkan nya, justru kepala nya menerima hantaman cukup keras dari kursi bundar yang di hantam langsung oleh anak nya sendiri. Ayah nya jatuh tersungkur di meja saji dengan kepala yang mengeluarkan banyak darah.
"MATI SANA, DASAR BERISIK!!!" Wanita itu juga menusuk dada ayah nya dengan pisau yang tergeletak di meja saji tadi berulang kali sampai ayah nya di nyatakan tewas di tangan anak nya sendiri.
Buru-buru wanita itu mengambil tas nya dan keluar meninggalkan jasad ayahnya di dalam bar sendirian dan menghembuskan nafas terakhirnya karena kehabisan banyak darah. Dengan keadaan nya yang kacau, di berusaha berjalan dalam keadaan mabuk menuju ke mobil nya. Dengan cepat, pelayan yang menemaninya ke bar melajukan mobil nya kembali menuju ke rumah sakit menyusul kedua anak nya yang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
"Semuanya akan pergi meninggalkan ku sendiri. Tapi tenang saja, aku akan menghidupkan lagi kalian yang sudah meninggalkan ku."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Azumi, bangun. Bangun lah." Siapa yang membangun kan ku jam segini? Apa pelayan? Apa dia ada sesuatu yang mau dia katakan? Atau dia izin istirahat sebentar, karena kulihat pelayan ku ini memang perempuan.
Perlahan aku membuka mataku. Aku melihat Vhylen sudah berada di hadapan ku cukup dekat membuatku bangun dan membenturkan kepalaku di wajah nya.
"Aww sakit. Santai aja, ini aku, Vhylen."
"Cih, astaga. Berani amat kamu masuk kamar cewek!! Pelayan yang harusnya di sini mana?" Saat aku melihat sekeliling, aku sudah tidak melihat keberadaan pelayan perempuan itu. Mungkin saja dia pergi ke suatu tempat, misalnya kamar mandi. Dan di saat itulah Vhylen ambil kesempatan untuk masuk.
"Gak ada waktu buat basa basi, Mi. Kamu harus ikut aku dan liat yang ada di luar." Vhylen menarik paksa tangan ku dan kemudian turun dari ranjang beranjak menuju pintu kamar. Perlahan Vhylen membuka pintu itu dan di balik nya aku sudah melihat banyak orang yang tengah berbaris rapi di koridor kapal. Aku juga melihat pelayan yang berada di kamarku barusan dan bau samar-samar yang selama ini mengganggu ku, kini tercium sangat kuat menusuk hidung sampai aku tidak bisa lagi menahan baunya.
"Gunakan ini, kamu tidak akan tahan dengan baunya. Mereka, termasuk pelayan yang ada di kamar mu tadi sedang mengantri—"
"Untuk apa? Apakah sedang ada acara khusus untuk pelayan dan ABK?"
"Mengantri untuk terjun bebas ke laut." Mataku membulat seketika, terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulutnya. Untuk apa mereka melakukan nya? Mereka bisa mati.
"Tidak, kita harus menghentikan mereka."
"Hei, hei, kakak manis. Sebelum kamu melakukan itu izinkan aku menceritakan kronologi yang sudah aku cari tahu sepanjang hari." Isabella tiba-tiba saja muncul di belakang kamu dengan senyum sumringah penuh kebanggaan. Kali ini dia terlihat berbeda, tidak lagi menjadi arwah lusuh yang suka usil. Kini dia bersinar dan mempunyai sayap tipis layaknya peri. Walau ada beberapa bagian yang aku lihat sudah berlubang seperti bentuk awal dari Isabella ini.
Aku dan Vhylen duduk di sofa yang sama dan mendengarkan dengan serius apa yang ingin dikatakan Isabella. Sebagai makhluk yang keberadaannya tidak dapat di rasakan oleh Izumi, kakak, atau pun Aran-sensei, menyusup dan menguping sangatlah mudah di lakukan nya.
"Jadi gini. Untuk masuk ke pulau yang mereka maksud, mereka harus melakukan 'pengorbanan roh laut.'"
Aku dan Vhylen terdiam. Hampir tidak percaya sepenuh nya tentang hal yang tidak masuk akal—untuk yang kesekian kalinya. Tapi tidak ada salahnya mengetahui ini semua biar semuanya jelas dan tidak ada lagi yang bertanya-tanya setelah melihat ini.
"Gunanya ratusan mayat yang keluarga mereka bawa ini ya, untuk melakukan ritual—"
"Heh, tunggu. Apa maksudmu tentang 'ratusan mayat' tadi? Kok aku gak tau."
"Maaf. Hehe. Itu karena kak Vhylen yang berusaha menahan ku untuk memberitahukan mu." Jadi itu alasan kenapa dia menutup mulut nyonya Isabella saat kejadian itu ya. Awas aja kamu Vhylen bodoh, aku tidak akan mengajak mu bicara lagi.
"Baiklah Isabella, lanjutkan."
"Nah, mereka sudah di pasangi kalung khusus agar raga mereka aja yang jatuh kelaut, jiwa mereka akan pergi memasuki ratusan tubuh mayat yang sudah mereka sediakan. Sedangkan arwah yang menunggu di sekitar badan kapal depan maupun belakang akan mengikuti raga yang telah jatuh ke laut karena berpikir itu adalah raga mereka."
"Baru tau kalau sudah jadi arwah pun masih bisa berpikir." Di saat serius begini, bisa-bisanya pendeta ini melawak yang benar-benar related banget sama kenyataan. Aku tidak bisa menahan ketawa ku lagi karena ucapan nya yang di kemudian di balas sikutan maut dari Isabella.
"Jadi jangan heran kalau banyak segel di sini, kak Azumi. Itu ada tujuan nya. Biar mereka gak merasuki raga yang masih memiliki jiwa di sini."
"Masuk akal."
"Tapi, untuk apa ritual itu diadakan?"
"Untuk membuka gerbang menuju pulau nya lah. Asal kamu tau, pulau ini tidak terekam dalam satelit dan tidak ada dalam Google maps. Ini bisa di bilang pulau ghaib buatan mereka. Setiap kali ingin kesini, mereka harus siap sedia membawa ratusan mayat." Entah karena ombak nya atau karena pembicaraan yang di luar nalar ini membuat perutku sangat mual. Jujur saja ini sangat sulit di cerna oleh orang normal seperti ku. Tapi setidak nya aku tau alasan di balik suara minta tolong dan bau busuk menyengat barusan.
"Kalau semua pelayan dapat kalung, loh kok Vhylen lolos?"
"Dia karyawan baru, bodoh. Mereka gak bakal menyia-nyiakan aset mereka yang bisa di bilang baru jadi beberapa pelayan dapat kalung tapi tidak semua nya bereaksi. Ya, diantara ratusan pelayan, paling tidak tersisa 6-8 orang termasuk Vhylen. Lagian, Vhylen pendeta mana ngaruh sama sihir?"
"Cih. Jadi apa yang harus kita lakukan? Duduk diam aja di sini sampe semuanya berakhir? Aku ingin melihat nya." Asli deh Vhylen, sejak kapan selera mu buruk begini? Apa karena kamu sudah terlalu lama melihat arwah di mana-mana dan aku hanya melihat paling banyak cuma 5 aja itu pun tidak seram sama sekali. Yah, tapi aku bersyukur sih dia tidak ikut terpengaruh dan tidak meninggalkan aku dengan cara konyol seperti menerjunkan diri ke laut lepas.
"Gak kok. Kita akan melihat adegan ini secara langsung tanpa di ketahui oleh Izumi dan kakaknya."
"Caranya?"
"Makanya, ikuti aku. Aku bisa membawa kita langsung keluar. Hehe, aku punya kekuatan teleportasi loh, manusia yang aku pegang juga bisa kena pengaruhnya."
"Kamu kan tembus pandang, gimana kita megang nya?" Aku sudah tidak tahan dan tangan ini pun melayangkan pukulan sekali lagi ke kepala Vhylen sambil menahan gelak tawa yang membuat perutku sakit. Kalau dia punya kekuatan seperti itu, sudah pasti lah dia bisa menyentuh kita juga bodoh.
"Dasar bodoh. Aku yang sekarang udah bisa di pegang ok. Santai. Ayo, pegang tangan ku kalian berdua."
Aku dan Vhylen memegang kedua tangan nya dan kita membentuk sebuah lingkaran. Isabella memejamkan matanya dan cahaya kuning menyilaukan keluar dari tengah kami. Seketika aku merasa tubuh ku pecah perlahan-lahan dan kemudian benar-benar lenyap dari kamar itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hoaammm, berapa lama lagi kak mereka jatuh nya?"
"Kira-kira satu jam lagi. Bersabarlah. Daripada kita gak bisa masuk kan? Sia-sia ngeluarin duit banyak buat nyewa banyak pelayan, ABK sama kapal pesiar ini." Malam di tengah lautan ini sangat dingin hingga menusuk tulang, di tambah lagi tubuh mereka yang terkoyak habis terkena baling-baling raksasa kapal ini mulai mengeluarkan bau darah memenuhi lautan luas ini. Aku sebenarnya malas banget ikut ritual 'pengorbanan roh laut' karena, aku ngantuk sekali, kedua, kulitku bisa rusak terlalu lama terpapar angin malam. Dan ketiga aku khawatir sama Chieko di kamarnya. Aku yakin pelayan yang menjaganya sudah ikut berbaris bersama pelayan yang lain di lantai bawah.
Aku tidak mau kejadian yang lalu malah terulang lagi. Aku tidak bisa masuk pulau itu cuma karena kurang satu aja pelayan yang akan di jadikan tumbal.
Mama masih sibuk mengawasi satu persatu dari mereka yang menceburkan diri. Saat ini baru 99 orang yang sudah di bangkitkan kembali di ruang kargo dan sekarang telah pergi ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan penampilan mereka. Hah, masih ada ratusan lebih ya. Serakah banget penguasa lautan ini, kenapa coba harus 222 tumbal yang dia mau? Menyusahkan orang saja. Yah, paling tidak aku menyisakan setidak nya 6-8 pelayan yang masih aku kenali mukanya.
Salah satunya yang masih baru, misalnya si Vhylen ini. Entah kenapa setiap aku melihatnya, aku merasa aura yang berbeda terpancar dari tubuh nya meski itu hanya samar-samar kemudian lenyap seolah itu memang tidak pernah ada menempel pada tubuhnya.
Aku mau mengira kalau dia ini pendeta tapi saat aku periksa barang bawaan nya, aku tidak melihat satupun barang yang berkaitan dengan pekerjaan itu. Salib atau Alkitab juga tidak ada di dalam tasnya. Hanya ada ponsel berwarna hitam dan beberapa baju ganti yang kasual dan juga celana untuk berenang?
"Heh, dia pikir sebagai pelayan dia bisa ikutan nyebur? Ya, sebenarnya gak masalah sih. Aku tidak mau membebani para pelayan ku. Merekapun berhak menikmati liburan mereka."
"Apa yang kamu bicarakan Izumi?"
"Gak ada mama. Udah berapa sekarang? Aku udah capek banget ini."
"Sabar lah. Baru 129 yang turun. Jarak juga masih berkilo-kilo meter jadi gak perlu terburu-buru." Bukan masalah itunya sih mama, tapi, ya sudah lah. Aku paling malas yang namanya berdebat dengan orang tua yang satu ini. Keras kepalanya melebihi anak kecil manapun yang pernah aku temui.
"Aku mau ke kamar ya ma, please. Kulitku udah dingin semua."
"Ughh, ya sudah. Aku kasih waktu satu jam udah itu balik ke sini. Karena di ritual rumit ini kehadiran mu tetap harus ada." Akhirnya, aku bisa menghangatkan diri di kamar sambil menyeruput teh dan membaca novel di depan perapian. Asli, mama itu kuat banget nahan angin yang kencang nya bisa bikin aku terbang di bawa oleh nya. Untungnya itu tidak terjadi.
"Eh?" Barusan, seperti ada yang melintas dari atas. Itu bukan arwah ataupun pelayan yang lain. Siapa ya?
"Yah, bodoh amat deh. Ughhh, dingin banget. Buru-buru masuk deh." Aku mengabaikan itu kemudian melangkah beberapa step lagi lantas masuk ke dalam wilayah yang hangat. Sangat menyenangkan terbebas dari angin laut. Sebenarnya aku cuma 'boneka' dan tidak akan pernah merasa sakit, mual apalagi mabuk laut. Tapi dingin tetap saja bukan tandingan bagi boneka arwah ini. Walau demikian, aku tetap bisa memakan makanan manusia dan tidak merugikan siapapun bilamana kamu nya gak ada di situ hahaha.
Khusus kamarku dan mama saja yang ada perapian nya. Terkadang aku suka menghabiskan waktuku di sini untuk membaca novel. Kali ini aku ingin membaca habis novel yang sudah berulang kali aku baca.
"Novel itu kalau gak salah ada di sini deh?" Aku berjinjit di depan rak buku sambil terus meraba sekitar dan akhirnya aku mendapatkan novel itu. Sambil menunggu teh siap, aku mulai menyalakan kembali perapian itu dan duduk di hadapan nya di atas sofa yang empuk. Benar-benar kehidupan yang sempurna setelah kematian.
Oh, karena sudah sejauh ini aku melangkah dan tidak lama lagi pula kami tiba di pulau ini, sepertinya perlahan Chieko mulai menerima mimpi yang sebenarnya itu semua adalah kenangan yang ada dalam pikiran Yuuzy yang secara paksa ku pindahkan sedikit demi sedikit ke dalam pikiran Chieko. Mungkin itu membuat dia bingung dengan kenyataan yang sebenarnya, tapi aku rasa dia bisa menerima itu.
Beberapa pelayan yang tidak ikut terpengaruh kekuatan kalung yang sudah di buat oleh paman Ryo kini berada di ruangan yang sama denganku. Tentu mereka sedang bekerja melayani ku misalnya. Memijat kaki ku dengan air hangat, membuatkan teh dan memakaikan ku masker wajah. Begini lah enak nya jadi orang kaya yang sesungguhnya haha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments