Kecewa oleh si terkasih

Sehari sebelum pergi ke pulau pribadi, aku ingin mengajak makan siang Azumi di hari libur ku kali ini. Aku juga jarang mengajak dia jalan keluar di saat sibuk menjadi pendeta. Dan akhirnya aku mengambil cuti sehari saja sebelum aku benar-benar terpisah dengan nya sepanjang liburan musim panas yang berjalan selama dua minggu.

Tunggu dulu, mengajak nya makan bareng? Apa ini bisa di sebut para pasangan itu, kencan kan ya? Aduh, sial. Kalau di pikir kok malah memalukan banget ya. Bagaimana kalau dia menolak ajakan ku? Mengingat dia adalah orang penting di kota ini, rasanya gak sopan banget deh.

"Tapi, bagaimana aku bisa mengajak nya? Aku tidak punya kotak penghubung jarak jauh itu." Dalam kegundahan ku, aku masih larut dalam kesibukan bersih-bersih altar. Padahal sebentar lagi waktunya jam makan siang, aku takut tidak sempat dan besok tidak mendapat kesempatan lagi karena dia sudah pergi jauh dengan kapal pesiar.

"Kamu kenapa, Vhylen? Keliatan nya sedang bingung. Apa ada yang bisa ku bantu mungkin?"

"Ahh, sister Sofi. Aku ingin bertanya apa di sini kita punya sesuatu, ughh apa ya namanya... Sesuatu bentuk kotak panjang yang bisa terhubung dengan orang yang jauh." Awal nya dia terlihat bingung namun setelah nya dia tertawa terbahak sampai mengeluarkan air mata.

"A..apa nya yang lucu sister?!"

"Kamu ini lahir dari jaman batu ya? Benda yang kamu maksud itu namanya ponsel loh. Ada dua jenis nya, yang saat ini di pakai itu namanya ponsel pintar. Aku punya satu, dan aku bisa mengajari mu cara untuk menggunakan nya." Sister Sofi mengeluarkan benda yang dia sebut ponsel itu dari saku bajunya dan menyodorkan nya padaku. Benda berkilau lumayan ringan ini dan aku sangat takut kalau tanpa sengaja aku menjatuhkan nya. Pasti benda seringan itu akan sangat mudah hancur seperti retak atau pecah. Saat di pikir lagi, tangan ku malah gemetar dan berkeringat banyak. Semoga saja aku tidak menjatuhkan nya.

"Kenapa kamu malah gemetar?"

"Ma.maaf sister, aku sangat takut bila saja aku menjatuhkan nya. Lebih baik kamu saja yang memegang nya."

"Hahaha, kamu ini lucu banget. Ngomong-ngomong siapa yang ingin kamu hubungi itu? Pacar mu? Ahh, ataukah gitaris terkenal yang selalu kamu panggil gadis gereja itu?" Aku sangat suka kalau dia menyebut Azumi sebagai pacarku, tapi sangat tidak mungkin pendeta seperti ku mempunyai hubungan spesial dengan orang terkenal.

Semoga saja wajahku tidak memerah di hadapan sister kali ini. "Harusnya kamu tak perlu bertanya, sister."

"Baik lah, pria yang lagi kasmaran. Aku akan membantu mu menghubungi sang pujaan hati. Apa kamu punya nomor hp nya?" Aku merogoh saku ku dan mengambil kertas berisi nomor yang di berikan Azumi sebelum nya bila saja kalau aku ingin menghubunginya. Sampai sekarang baru sempat menggunakan nya karena ajakan ini.

Aku pun menyebutkan angka nya satu persatu dan sister membantu dengan mengetik nya. Setelah nya, dia memencet tombol bergambar entahlah apa namanya kemudian menyerahkan ponselnya padaku.

"Ini, kamu tinggal tunggu saja ponselnya diangkat sama dia. Jangan sampai kamu menekan tombol apapun nanti panggilan nya batal masuk loh." Begitu kata sister Sofi sebelum akhirnya meninggalkan ku dengan ponsel nya. Aku tidak mengerti cara kerja ponsel ini jadi aku hanya mengikuti arahan dari sister. Aku harus menempelkan ponselnya ke telingaku agar bisa mendengar nya.

"Ponsel ini panas, apa tidak masalah kalau aku menempelkan nya?"sepintas aku mendengar suara yang sama berulang kali sampai akhirnya suara itu berhenti dan di ganti panggilan halo dari seberang sana.

Itu suara Azumi.

"Halo, dengan siapa di sini?"

Azumi bicara padaku, lewat ponsel. Mendengar suaranya saja aku sudah berdegup kencang. Bagaimana ini, aku malah diam membisu padahal sudah di angkat olehnya. Apa yang harus aku katakan? Langsung mengajak nya makan? Basa-basi dulu? Kayaknya sudah tidak sempat, sebentar lagi waktunya makan siang.

"Haloo? Kalau tidak bicara aku tutup ya..."

"Tu..tunggu, tunggu jangan di matikan."spontan suaraku pun keluar. Aku panik kalah misalnya dia benar-benar menutup ponselnya, aku tidak akan pernah bisa menghubungi nya ulang dari awal.

"Loh, suara cempreng ini... Vhylen? Tunggu, kamu menelfon? Buset, gaul betul sekarang ya, pendeta." Azumi terkekeh di sana, untung saja kita cuma berbicara lewat suara, kalau tidak dia makin menertawai ku melihat wajah memerah ini.

"Cih, emang kamu doang yang bisa. Uhuk— anu, Azumi, apa kamu sibuk hari ini?"

"Hahahaha, jangan ngambek. Hemm hari ini aku free kok. Kenapa emang nya?"

Sialan, akhirnya dia bertanya juga. Bagaimana ini, aku tiba-tiba mendadak membisu lagi? Ternyata mengajak seorang yang di cintai itu benar-benar penuh tantangan, terlebih lagi kalau melibatkan emosi seperti ini.

"Vhylen, kamu masih di situ kan?"

"Ah, ehh, ya. Aku masih di sini. Anu, itu... Aku ingin.."

"Apa?"

"Aku ingin men..g ajak mu makan siang. Bareng, boleh.. boleh kah?" Sial, memalukan sekali. Aku berharap dia tidak tertawa saat mendengar nya. Aku ingin membatalkan nya, benar-benar memalukan.

"Boleh kok. Segera aja?"

"Eh, ya... Bi..bisa kok. Sudah mau waktunya makan siang kan?"

"Baiklah aku akan segera meluncur ke gereja naik motor. Bagusnya makan di mana?"

"Cafe Violetta?"

"Ughh, kalau bisa jangan di situ lagi. Kamu ingat kan kalau aku jadi saksi penemuan mayat di tempat itu?" Aku benar-benar lupa soal ini, betapa bodoh nya aku. Tapi aku jarang keluar gereja dan hanya tempat itu yang ada di pikiran ku karena satu-satunya tempat populer di kota ini.

"Maafkan aku."

"Gak masalah, aku tau tempat bagus yang lain kok, nanti kamu tau sendiri. Sudah ya, aku tutup telfon nya. aku akan bersiap sekarang. Sebaiknya kamu pun mulai bersiap juga ya. Bye." Azumi pun menutup telfon nya. Ajakan makan siang kali ini sukses yang awalnya aku tidak yakin akan berjalan selancar ini. Seperti katanya, aku harus segera mengganti pakaian dan bersiap. Tapi sebelum nya aku harus mengembalikan ponsel sister Sofia dulu.

"Ehemmm, kesemsem sekali pemuda ini."

"Si..sister!!"

"Hahaha."

.

.

.

.

.

.

Tumben sekali anak itu mengajak ku makan siang. Ada apa ya? Mana dia sudah mulai telfon aku yang nomornya sudah dia simpan cukup lama. Kapan ya, seperti nya sebulan yang lalu atau dua bulan mungkin baru dia gunakan untuk menghubungi ku. Tapi bagus untuknya, dia bisa mengenal teknologi lebih jauh dan gak terlalu terpaku dengan pekerjaan nya sebagai pendeta.

Aku melajukan motor sport ku di tengah padatnya kota. Kemampuan ku berkendara sangat menguntungkan karena bisa menghindari kemacetan yang berarti. Dan akhirnya aku pun tiba lebih awal di Gereja tempat anak itu menunggu ku.

Pemuda berambut putih yang menggunakan jas dan jam tangan silver? Dia ini cuma mengajak ku makan siang aja kan? Kenapa dandan nya seperti ingin pergi kondangan seseorang?

"Wuiihhh, si pendeta tampan banget hari ini. Kenapa pake jas, Len? Ini kan panas banget cuacanya loh." Vhylen yang sadar dengan kehadiran ku, menoleh. Wajah nya benar-benar memerah kali ini. Aku sudah bilang kan kalau cuacanya panas. Dia malah pakai baju formal yang di liat nya aja udah makin gerah.

"Ah... Anu, itu, aku tidak punya baju bebas apapun selain kemeja dan jas yang ku pinjam dari pastor. Jadi, terpaksa."

"Yaudah deh terserah. Ayo naik. Kamu gak bisa kan bawa motor ginian?" Dia pun dengan susah payah naik ke belakang lalu duduk. Mungkin harusnya aku bawa mobil saja tadi, suruh pelayan yang kemudikan tapi aku gak suka naik mobil kalau cuma mau kesini. Aku sudah biasa bawa motor jadi mobil itu gak ada gunanya buat ku. Dia juga tidak bisa menembus kemacetan dan hanya akan buang-buang waktu saja kalau naik mobil.

"Duduk yang bener dan pegangan yang erat, aku bakal ngebut banget loh biar kita cepet sampe nya."

"Ehh?"

Aku pun menyalakan mesin nya dan langsung tancap gas, melaju kencang kearah timur. Aku bisa liat dari spion Vhylen hampir saja jatuh dan terbang ke belakang. Kan sudah aku bilang pegangan yang erat, untung aja gak jatuh beneran kan tadi.

"Maaf, Vhylen, kamu baik-baik saja di belakang? Aku gak bisa ngurangin kecepatan ya jadi bisa kamu pegangan yang erat?"

"Aa..aku harus pegangan apa? Sadel motor mu ini gak berguna buat di pegang."

"Ahhh, peluk aku bodoh. Aku beneran gak bisa ngurangin kecepatan loh ini karena aku dah biasa. Kalau emang gak bisa pegangan, peluk aku dengan erat." Aku melirik lagi ke arah spion, dan si anak di belakang ini malah tersipu malu saat aku menyuruh nya untuk memeluk saja. Ya mau gimana lagi, dia juga kayak nya mudah banget terpental sama angin, jadi pegangan aja gak cukup.

"Vhylen, kok diam? Buruan, melingkar ke pinggang ku cepet. Ntar kamu tertiup angin beneran."

"Bo..bodoh. Aku itu gak seringan itu ya."dengan ragu pun dia melingkarkan tangan nya ke pinggang ku. Sebenarnya aku sudah biasa kalau aku menggonceng orang lain, tapi, entah kenapa kalau Vhylen aku malah ikut deg-degan gak karuan. Tangan nya dingin banget, pasti dia sempat keringat dingin tadi gara-gara kaget dengan cara ku bawa motor. Ya, dia cuma melingkar kan tangan doang tapi gak maju lebih dekat dan memelukku. Dia gak mau menyentuhku, sepertinya.

"Vhylen, maju sini. Tetap gak ada gunanya kalau cuma tangan mu doang yang melingkar di sini tapi badan nya menjauh." Akhirnya dia pun mendekat dan sempurna memelukku. Aku bisa mencium aroma mawar yang lembut dari nya. Wajah nya yang terbenam di punggung ku terasa hangat dan aku bisa merasakan detak jantung nya berdegup cepat sekali sampai itu menular kepadaku juga.

"Masih jauh lagi kah, Azumi? Aku tidak umm, aku tidak mau menyentuh mu terlalu lama. Kamu pasti risih kan?"

"Bego, tentu saja enggak. Kamu udah seperti kakak bagiku jadi gak usah sungkan atau aku beneran bikin kamu terpental kali ini." Dia malah mengencangkan pelukan nya sampai aku terkejut. Tangan nya yang dingin berubah jadi hangat perlahan-lahan di perut ku. Itu membuatku semakin deg-degan dan aku malah suka dengan perasaan ini. Aku seperti tidak ingin ini berakhir selamanya.

Saking erat nya pelukan Vhylen, aku mulai merasa kalau tangan nya tiba-tiba menyenggol dada ku, walau singkat.

"Kyaa... Vhylen, jangan pegang-pegang itu bisa gak?"

"Maaf, Azumi, itu kesenggol. Aku gak sengaja." Setelah keributan yang singkat dan menahan rasa malu di sepanjang jalan, akhirnya kami sampai di restoran keluarga yang besar di luar kota kita. Memang berlebihan, tapi setidak nya lebih baik daripada cafe itu.

.

.

.

.

Di dalam restoran, aku masih tidak bisa meredam wajah merah ku dari keramaian. Aroma tubuh Vhylen masih tercium di belakang. Gila, dia pake parfum nya berapa semprotan sih?

Aku dan Vhylen akhirnya menemukan tempat yang sudah kami sepakati bersama. Seperti biasa, Vhylen masih memasang wajah memerah nya meski semuanya telah berakhir dan kami sudah tiba di tujuan

"Maaf, soal tadi."

"Eh, uhm. Kamu gak perlu melakukan nya. Tidak papa." Vhylen, bisa gak wajah merah padam padam nya di kontrol sebentar saat kami duduk bersebrangan di meja? Itu terlihat manis bodoh.

Pelayan kemudian datang membawa daftar menu nya selang beberapa saat ketibaan kami di sini. Menu nya cukup mewah padahal cuma restoran keluarga yang biasa saja. Mungkin aku harus membayarkan punya Vhylen nanti, takut nya dia gak bawa budget yang banyak untuk makan siang saja. Salahku sih penasaran sama restoran ini.

"Pesan aja sembarang, Len. Aku yang traktir."

"Jangan, harusnya aku yang melakukan itu karena aku yang mengajak mu."

"Hissshhh, nurut aja Vhylen Roberto. Kalau gak aku telen bulat-bulat nih."

Setelah memesan kami pun menunggu hingga hidangan itu di sajikan. Sebelum nya aku melihat ponsel ku dan jadwal keberangkatan ku besok dengan Hanakawa itu jam 6 sore, sebelum nya kita akan berbelanja terlebih dahulu dan membeli pakaian renang baru. Sebenarnya aku gak butuh karena aku sendiri tak terlalu suka mengenakan bikini. Aku akan menemani Hanakawa karena dia tidak pernah punya bikini sebelum nya.

"Azumi-san. Anu, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu." Pelayan datang dengan membawakan minuman nya lebih awal. Aku mengambil jus jeruk strawberry ku dan menyeruputnya sedikit sambil mendengarkan Vhylen. Pasti dia ingin menanyakan ulang soal Hanakawa itu.

"Soal teman ku itu kan?"

"Eh, kok tau? Yah, lupakan kalau emang sudah tau. Bisa kamu sebut ulang nama teman mu itu?"

"Ya, namanya Hanakawa Izumi. Dia anak dari pemilik butik Izumi yang terkenal itu. Semua baju dari gereja mu pasti dari butik itu kan?"

"Iya sih, aku biasa melihat label 'izumi' saat aku pakai baju pendeta ku." Aku tidak tau kenapa dia sangat tertarik untuk membicarakan Izumi. Apa dia tau sesuatu yang tidak aku ketahui dari Izumi ini?

"Kamu tau tidak, ada hawa iblis di pundak mu saat terakhir kamu ke gereja waktu itu. Dan itu jejak dari tangan nya Hanakawa."

Pesanan kedua yaitu makanan kami pun tiba. Aku sebenarnya di buat terkejut oleh pernyataan nya kali ini. Kenapa bisa? Ya, seingat ku Hanakawa pernah memegang ku di pundak dan apa kalau aku di sentuh di situ jejak nya bakal berbekas dan terlihat seperti hawa iblis baginya?

"Apa yang kamu bicarakan Vhylen? Tidak mungkin Hanakawa seperti itu." Spontan aku mendobrak meja membuat Vhylen menjatuhkan makanan nya. Dia terlihat terkejut dan melotot kearah ku.

"Azumi, kau kenapa?!"

"Itu karena kamu bodoh. Kamu mau bilang kalau Hanakawa itu titisan iblis?"

"Lantas apa? Tidak mungkin manusia biasa meninggalkan jejak iblis padamu. Lagian, ini alasan kenapa kamu bisa merasakan hawa orang mati." Aku pun ikutan melotot, tidak percaya lebih jauh lagi dengan pernyataan Vhylen yang benar-benar tidak masuk akal kali ini. Tapi, apa hubungan nya itu dengan kasus ku yang menemukan mayat-mayat itu tergantung di atas pohon mangga?

"Ka..kamu...." Tangan ku hampir saja memukul wajahnya tapi aku sadar kita malah jadi terlalu mencolok dan menjadi pusat perhatian pengunjung lain. Syukurlah mereka tidak mengenal ku sebagai Gitaris di sini.

"Azumi, sejak kapan kamu meragukan ku? Kamu kan tau sejak kecil mata 'kucing' ku ini yang membuat aku bisa melihat apa yang tidak bisa kamu lihat?"

Aku kembali duduk dan melahap makanan ku yang sudah dingin. Sialan, aku paling tidak bisa menentang kalau dia udah mengungkit kelainan matanya itu yang dulu nya aku anggap hanya omong kosong belaka. Aku sudah mengenal nya dari kecil dan aku tahu dia bisa melihat itu. Tapi, aku sama sekali tidak percaya kalau ini menyangkut Izumi sendiri. Vhylen juga terkadang kalau sudah serius pasti terlihat keren banget, sialan. Gak adil.

"Jadi... Jadi kamu benar-benar meragukan ucapan ku, Chieko?"

"... Maaf kan aku. Aku sulit mencerna nya. Aku ragu kalau aku tidak melihatnya sendiri."

"Kamu akan menyesal kalau meragukan ucapan ku barusan, Chieko. Aku akan menyelesaikan makan ku dan kamu juga bergegaslah." Tidak ada lagi yang kita bicarakan dan kembali menghabiskan makanan. Aku tidak pernah menduga dia bisa memberi wajah yang kecewa seperti itu. Semua ini terlalu tiba-tiba buatku dan kenapa dia tidak mengatakan itu setelah kasus itu usai. Padahal aku sering berkunjung setelah nya.

Bahkan sampai kami selesai makan pun, dia tidak berbicara sedikitpun dan langsung naik ke atas motor. Apa aku benar-benar membuatnya kecewa kali ini? Tapi, sangat sulit bagiku untuk meragukan Hanakawa yang sangat baik padaku. Tidak bisa secepat itu aku mencurigai seseorang.

Vhylen bahkan berusaha keras menahan dirinya agak tidak terjatuh. Dia benar-benar menjaga jarak kali ini. Vhylen bodoh, aku hanya belum bisa mencerna semua kata-kata mu barusan. Kok sekarang kamu malah beneran mengacuhkan ku karena aku meragukan kata-kata tadi?

.

.

.

.

.

.

.

Aku tau, seharusnya aku tidak bertingkah seperti ini. Tapi, baru pertama kali nya aku merasa di buat kecewa oleh orang yang sejak dulu ku khawatirkan. Semenjak dia mengenal anak dari keluarga kaya itu, dia menjadi begini. Aku khawatir dia akan melihat hal yang lebih buruk dari melihat mayat tanpa anggota tubuh Minggu lalu. Bagaimana nantinya kalau dia pergi liburan bersama nya selama dua Minggu? Aku tidak yakin bakal menjadi liburan yang menyenangkan baginya.

Sesampainya di gereja, Azumi mengabaikan ku. Tidak masalah, kalau dia tetap seperti itu, suatu saat dia akan benar-benar menangis dan memohon bantuan ku.

"Terima kasih karena sudah mengantarku, Chieko. Selamat siang dan hati-hati di jalan." Aku memutuskan masuk kedalam gereja tanpa melihat nya melajukan motornya.

Bodohnya aku, ini bukan pembicaraan yang aku ingin kan. Aku sebenarnya ingin mengatakan cinta ku padanya, tapi... Tapi aku lebih tertarik untuk memecahkan masalahnya soal hawa iblis yang di berikan oleh kawan barunya, Hanakawa Izumi.

"Sial, sakit. Aku tidak tau kecewa itu sakitnya di dada dan sangat tidak tertahankan." Di kesunyian dalam gereja aku menangis sejadi-jadinya. Aku melihat Yesus dan menyatukan tanganku, menundukkan kepala dan berharap padanya. Aku tidak ingin melihat Azumi terkena sial hanya karena berteman dengan iblis.

"Yesus, aku mohon dengan bersungguh-sungguh, tidak masalah kalau kami tidak bisa bersama setelah kejadian ini, tapi jangan biarkan kesialan menimpanya. Amien."

Episodes
1 Hanakawa Izumi
2 Penyihir dan Gadis Gereja
3 Penyihir dan Gadis Gereja (2)
4 Masa Kecil dan Kemalangan Kumpulan Gadis
5 Rencana
6 Pengumuman 1
7 Liza
8 Kecewa oleh si terkasih
9 Pengumuman 2
10 Gadis kecil bergaun putih
11 Pengumuman 3
12 Jalan-Jalan
13 Sudah Waktunya
14 Kapal Pesiar
15 Mimpi dan Arwah penasaran
16 Pengumuman 4
17 Berlayar dan Menghilang
18 Ritual Aneh (Pengorbanan Roh Laut)
19 Awet Muda
20 Pulau Pribadi Izumi
21 ビーチ!!!! (Pantai)
22 Ilusi Hitam dan Merah
23 愛してます (I Love You)
24 Eps fanservice (bukan lanjutan)
25 Eps fanservice part 2 (tamat)
26 Pemanggilan Arwah
27 Xavier Arvincer
28 Kembali ke Tokyo
29 Hantu Leher Panjang (Bagian 1)
30 Hantu Leher Panjang (Bagian 2)
31 Bertemu Kembali
32 Malam Menyapa
33 Kembali ke Tokyo (Edisi Hanakawa)
34 Konser Menjadi Bencana
35 Kembali ke mansion
36 Teka Teki
37 Mengejar Monster
38 Maafkan Aku
39 Maaf, Semuanya Salahku
40 Gabrielle Vallen
41 Kamu? Izumi?!
42 Biru di tangan
43 Penghianatan
44 Taman depan Izumi
45 Piknik para Fotografer
46 Perasaan Canggung
47 Ritual pemanggilan iblis
48 Kopi
49 Gagal Lagi?
50 Pindah rumah
51 Kumat lagi
52 Bangkitnya Yuuzy
53 Wanita Menyebalkan
54 Siapa kau?
55 Yuuzy Kembali
56 Sangat Menyebalkan
57 Sudah saatnya
58 Menyelamatkan nya kembali
59 Kembali Berlayar menuju laut kematian
60 Selalu Saja Salah
61 Menyusul Kembali, Milik ku Yang Berharga
62 Terhisap Dalam Malam
63 Ruang Hampa
64 Sebuah Harapan
65 Tertangkap Basah
66 Tidak akan gagal kali ini
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Hanakawa Izumi
2
Penyihir dan Gadis Gereja
3
Penyihir dan Gadis Gereja (2)
4
Masa Kecil dan Kemalangan Kumpulan Gadis
5
Rencana
6
Pengumuman 1
7
Liza
8
Kecewa oleh si terkasih
9
Pengumuman 2
10
Gadis kecil bergaun putih
11
Pengumuman 3
12
Jalan-Jalan
13
Sudah Waktunya
14
Kapal Pesiar
15
Mimpi dan Arwah penasaran
16
Pengumuman 4
17
Berlayar dan Menghilang
18
Ritual Aneh (Pengorbanan Roh Laut)
19
Awet Muda
20
Pulau Pribadi Izumi
21
ビーチ!!!! (Pantai)
22
Ilusi Hitam dan Merah
23
愛してます (I Love You)
24
Eps fanservice (bukan lanjutan)
25
Eps fanservice part 2 (tamat)
26
Pemanggilan Arwah
27
Xavier Arvincer
28
Kembali ke Tokyo
29
Hantu Leher Panjang (Bagian 1)
30
Hantu Leher Panjang (Bagian 2)
31
Bertemu Kembali
32
Malam Menyapa
33
Kembali ke Tokyo (Edisi Hanakawa)
34
Konser Menjadi Bencana
35
Kembali ke mansion
36
Teka Teki
37
Mengejar Monster
38
Maafkan Aku
39
Maaf, Semuanya Salahku
40
Gabrielle Vallen
41
Kamu? Izumi?!
42
Biru di tangan
43
Penghianatan
44
Taman depan Izumi
45
Piknik para Fotografer
46
Perasaan Canggung
47
Ritual pemanggilan iblis
48
Kopi
49
Gagal Lagi?
50
Pindah rumah
51
Kumat lagi
52
Bangkitnya Yuuzy
53
Wanita Menyebalkan
54
Siapa kau?
55
Yuuzy Kembali
56
Sangat Menyebalkan
57
Sudah saatnya
58
Menyelamatkan nya kembali
59
Kembali Berlayar menuju laut kematian
60
Selalu Saja Salah
61
Menyusul Kembali, Milik ku Yang Berharga
62
Terhisap Dalam Malam
63
Ruang Hampa
64
Sebuah Harapan
65
Tertangkap Basah
66
Tidak akan gagal kali ini

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!