Bab 11

" Nona, saya sudah berusaha mencari siapa yang menyebabkan kematian nyonya besar, tapi tuan besar benar – benar menutup rapat kasus ini demi keselamatan nona. Jika itu soal keselamatan nona, saya rasa saya harus mengikuti apa yang tuan besar lakukan." Entah sudah berapa kali Joy mengatakan hal itu sejak kematian ibu Adel. Adel sendiri sampai bosan mendengarnya.

" Tugas Lo itu kan ngukutin apa yang gue bilang. Kasarnya, Lo itu pelayan gue, jadi Lo mengabdi sama gue bukan sama bokap gue, dan gue mau kita nyari tahu soal kematian mama yang misterius, bahkan papa gak pernah mau bahas mama sampai sekarang." Itu adalah jawaban yang sama, jawaban yang Adel berikan agar Joy menurut padanya.

" Maaf nona, sepertinya nona salah konsep karna tugas saya bukan sebagai pelayan nona, tapi tugas saya adalah memastikan Nona selalu aman dan selamat, apapun yang terjadi saya harus melindungi nona dari bahaya," ujar Joy yang akhirnya mengutarakan hal yang selama ini dia tahan.

Joy tentu khawatir dengan keselamatan Adel mengingat gadis itu semakin hebat dalam bela diri dan bermain senjata. Joy awalnya membiarkan Adel melakukan semua itu karna dia ingin Adel bisa menjaga diri saat dirinya lengah, namun kini dia khawatir jika Adel akan berbuat nekat dan mencari misteri kematian ibunya sendiri.

" Ya udah, nanti sore gue bilang bokap biar Lo ditempatkan di tempat lain, gak usah jaga gue lagi, gue mau nyari orang yang mau bekerja sama untuk mengungkap kematian mama yang mungkin aja terjadi sama gue di masa depan," ujar Adel dengan santai namun cukup membuat Joy merasa takut, dia sudah menjaga Adel sangat lama, tak mungkin percaya orang lain untuk menjaga gadis itu.

" Gue kasih waktu sampai nanti sore, Lo bisa pikirin semua. Lo mau stay dengan konsekuensi bantu gue, atau Lo mau pergi dan lepas dari semua tanggung jawab Lo, gue masuk dulu ke sekolah," ujar Adel tanpa menatap lelaki itu dan keluar dari mobil dan menutup pintu dengan santai.

" Gue lagi gak mood buat bertengkar sama Lo kak, tolong ya," ujar Adel yang melihat Rafa menyebelahinya tanpa melihatnya. Rafa tentu kagum dengan apa yang dilakukan Adel, lelaki itu bahkan tahu Adel tak melihat ke arahnya sama sekali.

" Kok Lo tahu kalau yang ada di sebelah Lo itu gue sih? Padahal gue bahkan belum nyapa Lo sama seklai Loh," ujar Rafa yanng menyampaikannya langsung pada Adel. Adel terkekeh kecil, dia sedang tidak dalam mood untuk mempermainkan Rafa atau membuat lelaki itu jengkel.

" Gue tahu bau parfume Lo. Di kelas belaa diri gue diajarin, jadi Lo bisa tahu siapa yang ada di sekitar Lo, that's easy karna Lo selalu pakai parfume yang sama," ujar Adel dengan santai sambil terus berjalan diiringi tatapan iri oleh mereka yang sudah lama mengincar perhatian Rafa, namun bahkan Rafa tak pernah mau memengok ke arah mereka.

" Keren banget ya calon istri gue, jadi bangga gue punya Lo. Eemm, ntar sore mau gak Lo jalan sama gue?" tanya Rafa yang membuat langkah Adel terhenti seketika. Gadis itu tersenyum lebar sambil melihat ke arah Rafa, membuat Rafa bahagia karna akhirnya Adel luluh padanya.

" Enggak mau," jawab Adel mengangguk dan tersenyum, namun berbanding terbalik dari apa dia katakan. Gadis itu langsung berjalan ke dalam kelas dan menutupnya untuk mencegah Rafa masuk ke dalam kelasnya. Hal itu dilakukan Adel selagi Rafa mematung kaget dan berusaha mencerna apa yang Adel katakan.

" Gimana Del? Lo mau kan?" tanya ketua kelas tiba – tiba. Adel yang masih fokus pada pintu yang dipegangnya tentu terkejut karna ketua kelas itu tiba – tiba saja memanggil namanya. Mau apa? Adel bahkan tidak tahu apa yang ditawarkan oleh ketua kelas itu. Melihat hal itu ketua kelas Adel langsung paham dengan apa yang terjadi.

" Lo belum buka pesan gue ya? Lo buka gih," ujar ketua kelas itu yang membuat Adel langsung melepaskan pintu dan merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Gadis itu sedikit bingung karna dia tidak tahu jika sekolahnya mengadakan class meeting dan terdapat serangkaian lomba untuk memeriahkan acara.

" Ini lombanya buat satu kelas kan? Terus yang lain gimana? Lagian kok mendadak sih? Kenapa gak diumumin dari kemarin – kemarin coba?" tanya Adel dengan kesal, ketua kelas itu menghela napas dan menggaruk kepalanya. Dia sendiri juga bingung saat tadi pagi salah seorang ynag dia yakin pihak OSIS mengantarkan satu lembar kertas berisi informasi ini.

" Gue juga bingung ini D el, pihak OSIS enak banget kalau minta lomba – lomba beginian. Gue kan tahunya Lo pinter main basket, jadi gue inta tolong Lo buat main basket hari ini, gak ada waktu buat latihan lagi, apalagi ini harus cewek, jadi tolongin ya Del, mau ya Del?" pinta ketua kelas itu yang membuat Adel menghela napas.

" Ya udah kalau gitu gue juga gak papa deh, tapi gue ambil asketnya, gue sama sekali gak bisa main voli, terus yang lain siapa?" tanya Adel yang membantu ketua kelas itu untuk mencari pemain yang akan dimainkan di lomba hari ini.

" Yang Basket Lo, Viona, Vivian, Rossy, Anin sama Jessi. Yang voli udah ada sih lima orang, kurang satu. Lo bisa rekomendasiin orang gak?" tanya Ketua kelas itu yang dijawab gelengan dari Adel. Bagaimana bisa dia tahu? Mereka saja belum satu bulan bersama, Adel bahkan terkesan pada Agung si ketua kelas yang bisa tahu potensi teman kelasnya.

" Ya udah deh, nanti setelah ramai aja baru kita bahas lagi, bentar, gue harus pastiin setannya udah pergi," ujar Adel yang mendekati pintu lagi setelah memasukkan ponselnya ke kantong baju. Gadis itu mengintip sedikit dan langsung terjingkat ke belakang karna di balik itu setan yang dia hindari berdiri tegak dan mengagetkannya

~prankkk

Ponsel kesayangan Adel pun langsung jatuh ke lantai. Membuat gadis itu langsung mengambil ponselnya dan menatap ponsel itu dengan sedih. Layar ponselnya pecah tepat di tengah dan langsung menjalar ke segala sisi. Hal itu membuat perasaan Adel bercampur aduk, rasanya marah, kesal, sedih, tak bisa di deskripsikan.

" Stop kak, terserah Lo mau apa, gue capek," ujar Adel dengan dingin dan duduk di kursinya. Dia memandangi lagi ponselnya yang sudah hancur. Rafa mendekat, namun Adel sama sekali tak menggubrisnya, dia terlalu marah dan kesal sampai dia hanya bisa diam.

" Gue gak sengaja bikin ponsel Lo rusak, maaf, gue balik ke kelas dulu," ujar Rafa yang merasa tak enak pada Adel. Gadis itu tak menggubrisnya sama sekali, Adel hanya menidurkan kepalanya dan memejamkan matanya untuk hal ini. Adel cukup lelah dengan apa yang terjadi, dia tak mau Rafa menambah sulit harinya.

Tak lama kemudian, kelas sudah ramai dan semua tempat terisi. Agung memulai rapat kecil untuk menentukan siapay yang bersedia mengikuti lomba yang ada di daftar. Namun tak seorang pun mau mengisi posisi kosong bermain voli padahal voli merupakan olah raga pertama yang harus mereka ikuti.

" A… aku bisa main voli, dulu aku perna ikut club, ka.. kalau boleh aku mau bantu." Semua orang menatap ke arah Agatha yang berkata pelan namun masih bisa didengar. Bukan bermaksud menyepelekan, tapi mereka tak yakin jika Agatha sungguh bisa bermain dengan baik, melihat sifat pendiam Agatha.

" Jujur aja ya, maaf kalau menyinggung, gue sih gak begitu yakin, tapi karna gak ada yag mau lagi, ya udah deh Lo aja yang main, main yang bener ya tapi, jangan malu – malu in," ujar Agung dengan jujur yang diangguki oleh Agatha. Adel masih melihat gadis itu dengan wajah yang tak percaya.

" Lo yakin kalau Lo itu pintar main? Gue gak mau kalau akhirnya itu bisa jadi bahan bully mereka buat Lo. Emang Lo pernah masuk club voli gitu? Kok gue gak percaya sih?" tanya Adel yang membuat Agatha sedikit terkekeh. Gadis itu sudah sangat biasa melihat orang lain meragukan dirinya, seakan sudah menjadi makanan sehari – hari gadis itu.

" Iya, aku pernah ikut club waktu SMP, tapi aku berhenti waktu SMA ini. Gak begitu ahli, tapi masih bisa menolong, daripada tidak ada yang mau sama sekali," ujar Agatha dengan pelan agar tidak mengundang perhatian. Adel takjub Agatha bicara sepanjang itu padanya, dia jadi yakin bahwa apa yang Agatha katakan bukan hanya bualan.

" Oke deh kalau gitu, gue percaya sama Lo. Eem, kita langsung ganti baju olah raga aja gimana? Keburu ramai juga nanti kamar mandinya," tawar Adel yang langsung disetujui Agatha. Mereka langsung berjalan menuju ruang loker yang ada di sekolah itu untuk mengambil baju olah raga.

Langkah mereka berhenti dan mereka salng pandang satu sama lain loker Adel peduh dengan kertas dan coretan yang entah ditulis menggunakan apa, namun warna darah itu sedikit ngeri jika dilihat dari jauh. Adel menggenggam tangannya erat dan langsung meengambil semua kertas yang ada disana dan menyobeknya.

" Bilang sama gue kalau bukan Lo pelakunya," ujar Adel dengan keras dan tiba – tiba ke arah Agatha yang menatap loker itu dengan ngeri. Agatha tentu langsung mnggeleng cepat untuk jawabannya, dia saja merasa ngeri melihat semua tulisan kotor yang ada di loker itu, mana berani dia melakukan itu semua?

" Kenapa kamu tanya gitu? Kenapa kamu nuduh aku kayak gitu? Bukan aku kok pelakunya, " tanya Agatha dengan bingung karna Adel terlihat benar – benar marah. Mendengar hal itu Adel langsung menghela napasnya lega karna bukan Agatha yang melakukannya.

" Gue sering banget baca novel atau nonton film, bahkan yanng nulis novel ini pun bikin alur kalau teman dekat tokoh yang teror dia, ya gue pikir Lo yang teror gue, ternyata bukan, ya bagus deh, authornya gak bikin alur yang sama, bikin bosen," ujar Adel yang sama sekali tak dimengerti oleh Agatha.

" Lo gak ngerti ya? Ya udah lupakan aja. Biar gue minta tolong orang buat benerin lagi nih loker, yok kita ganti baju dulu aja, gak usah Lo pikirin apa yang gue bilang, dan maaf udah sempat nuduh atau curiga ke Lo," ujar Adel yang diangguki oleh Agatha, mereka segera mengambil baju olah raga dan pergi dari sana.

Tanpa mereka sadari, satu orang yang bersembunyi diantara ratusan loker tersenyum sinis mendnegarkan apa yang mereka katakan. Seakan puas karna Adel tidak curiga sama sekali dan malah menganggap hal ini angin lalu, dia akan segera mendapat kejutan jika terus seperti ini.

" Astaga, kalian ganti baju lama banget sih? Kita main tuh urutan awal loh, curang banget OSISnya minta kelas sepuluh duluan biar mereka bisa latihan dulu, apalagi peraturannya tuh juaranya satu dari tiga paralel, jadi misal kita lolos, kita tetap harus lawan kelas sebelas dan dua belas untuk menang juara satu."

Entah mengapa Adel tak terkejut dengan hal itu, rasanya dia sudah tahu hal seperti ini akan terjadi, dia sudah mengenali karakter anak OSIS yang selalu mau menangnya sendiri. Coba saja ada lomba yang jurinya anak OSIS, pasti mereka memenangkan kelas mereka, hal seperti itu sudah sangat umum terjadi bukan? Miris, tapi itu lah kenyataan lapangannya.

" Lo tenang aja, tujuan kita gak harus menang, yang penting gak didiskualifikasi aja, dari pada kita minder dan gak mau main kan? Malah sampai seterusnya kita bakal diremehkan," ujar Adel yang disejutui oleh yang lain. Mereka melakukan penyusunan strategi singkat sebelum akhirnya keluar dari dalam kelas itu untuk mendukung kelas mereka.

' Gue gak nyangka Lo tahu strategi yang kayak gitu juga Ta, salut gue, gue kira Lo Cuma omong besar biar dipui, ternyata Lo bener – bener tahu tentang Voli," ujar Vivian dengan terus terang. Agatha hanya tersenyum malu karna dipuji, gadis itu hanya merasa melakukan tugas untuk membuat kelasnya menang, dia tak berniat mencari pujian atau apapun itu.

Kelas Adel mendapat undian dan harus bermain melawan kelas IPS 3, jika mereka lolos, mereka akan melawan antara kelas IPS 2 atau IPS 6, tergantung kelas mana yang memenangkan pertandingan. Agatha sedikit melakukan pemanasan dan berjalan ke arah Adel. Gadis itu mengeluarkan tempat softlen dan membukanya.

" Bahaya kalau pakai kaca mata waktu kayak gini, aku nitip kaca mata ya," ujar Agatha yang melepas kaca matanya dan memakai softlen dengan mudahnya. Seketika wajah cupu itu hilang dan dia terlihat sangat cantik, hal itu bahkan diakui oleh banyak orang yang menyaksikan pertandingan awal.

Peluit ditiup, salah satu teman Agatha melambungkan bola dan memukulnya untuk memulai pertandingan, riuh dari masing – masing kelas langsung terdengar, untung saja bola melambung tinggi dan tidak bisa dikembalikan oleh pihak musuh sehingga kelas Adel bisa menambah satu point.

Jangan bayangkan pertandingan yang terjadi akan berlangsung sengit dengan bola yang terus melambung karna kedua tim saling menyerang. Nyatanya, mereka yang mendapat bola akan mendapat point dari servis karna pihak lawan tidak bisa mengembalikan, terus begitu sampai salah satu pemain membuat bola keluar lapangan dan akhirnya berpindah bola.

Kelas Adel memang telak karna sebagian dari siswi kelasnya pernah bermain voli dan ikut club meski sekadar club di sekolah mereka dulu, bahkan Agatha yang diragukan boleh jadi mendapat predikat MPV karna dia yang menyumbang banyak point untuk anak kelasnya.

" Keren, gue bangga jadi teman Lo," ujar Adel saat pertandingan usai dan mereka beristirahat untuk pertandingan selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Winsulistyowati

Winsulistyowati

Agatha Kliatan ya Cupu..tpi dia punya kelebihan..intinya jangan Meremehkan kn orang ..ok Thor..Siip👍👍🖐️

2022-12-25

0

zizi umar

zizi umar

msh banyak typo thor...namanya ganti2...semangat y thor

2020-07-21

0

Alvi Danis

Alvi Danis

Hahaha...keren Thor... tetap semangat ya ❤️

2020-01-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!