Si Duda Pemalu
Sore itu Fadlan (37 tahun), duda beranak dua itu berjalan menyusuri jalanan setapak perkebunan sambil membawa tiga tangkai bunga Lili. Fadlan terus berjalan seorang diri hingga sampailah ia di pemakaman keluarga di ujung perkebunan yang begitu luas milik keluarganya (kiyai Husen).
Fadlan mendekati satu makam bertuliskan Amara. Amara adalah almarhum istrinya Fadlan, ia meninggal lima tahun yang lalu sehabis melahirkan putri bungsunya Fitri (Pipit) yang kini sudah berusia lima tahun. Putra sulungnya bernama Zidan (12 tahun).
Fadlan menaruh bunga lili kesukaan istrinya itu diatas makam. Ia memanjatkan doa untuk mendiang istrinya. Lama ia disana sambil menatap makam Amara, selama lima tahun ini, Fadlan selalu setia pada mendingan istrinya itu.
"Mar, putri kita sekarang sudah besar, wajahnya cantik sepertimu, tapi dia begitu manja. Maaf ya Mar, akhir-akhir ini anak-anak mulai protes padaku, mereka ingin aku menikah lagi, mencarikan ibu baru untuk mereka. Sebisa mungkin aku memberi penjelasan bahwa kau tidak akan pernah tergantikan. Tolong kuatkan hatiku untuk tidak berkhianat kelain hati ya. Aku dan anak-anak mencintaimu. Semoga kau mendapatkan surganya Allah." Batin Fadlan.
Setelah selesai, Fadlan pun berjalan pulang, kembali ia melewati perkebunan yang kini sudah terlihat para ustadz yang mulai berkutat di perkebunan, merawat bibit sayuran serta memanennya.
Tiba-tiba Fadil adik sepupunya berteriak.
"Kak Fadlan si Pipit nangis di rumah." Ujar Fadil memberitahu.
Mendengar putrinya menangis Fadlan mempercepat langkahnya. Ia begitu sangat menyayangi Pipit.
"Kenapa Pipit menangis?" tanya Fadlan.
"Kalau gak salah sih si Pipit pengen ibu baru." jawab Fadil. Fadlan menunduk dan segera pulang ke rumahnya.
Didepan rumah ia bertemu dengan adiknya Fadli (34 tahun).
"Tuh si Pipit nangis, katanya dia pengen ibu baru." Ujar Fadli. Lagi-lagi Fadlan hanya bisa menunduk dan langsung menerobos pintu rumahnya yang bersebelahan dengan rumah orang tuanya yaitu Ustadz Soleh dan Sarah.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Dilihatnya sudah ada Sarah dan Zidan (putra sulung Fadlan) yang sedang menenangkan Pipit. Fadlan langsung merangkul putrinya itu.
"Jangan menangis sayang. Dengerin Abi ya, Abi kan sudah sering bilang padamu, pada kakakmu juga. Abi masih bisa jadi ayah sekaligus jadi ibu untuk kalian. Jadi Abi sarankan kau tidak perlu menangis karena menginginkan ibu baru." Ujar Fadlan.
Pipit masih menangis sedikit meraung.
"Giginya sakit Abi." Ujar Pipit sambil memegangi pipinya. Fadlan langsung mengernyit, diliriknya Sarah dan Zidan sedang menahan senyum. Rupanya Fadlan dibohongi Fadil dan Fadli yang mengatakan Pipit menangis karena ingin punya ibu baru padahal putrinya itu menangis karena sakit gigi. Fadil dan Fadli memang senang menggoda Fadlan, mereka ingin Fadlan menikah lagi agar putra putrinya punya ibu.
"Abi antar ke klinik ya."
Fadlan langsung menggendong Pipit menuju klinik.
Ditengah jalan ia bertemu dengan ustadz Usman.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Itu si Pipit kenapa Lan?" Tanya ustadz Usman yang melihat Pipit masih menangis sambil memegangi pipinya.
"Sakit gigi om, aku mau bawa dia ke klinik."
"Jangan cuma dibawa ke klinik saja, bawa dia juga ke pasar, siapa tau di pasar ketemu perempuan yang mau jadi ibunya." Ujar ustadz Usman. Fadlan sudah menunduk, ia sudah sering bilang pada keluarganya kalau ia sudah tidak mau menikah lagi. Bukan karena Fadlan sudah tidak normal atau sudah kehilangan nafsu, hanya saja saking cintanya pada almarhum istrinya, ia memilih jadi singgle parent.
"Om Usman aku duluan ya, assalamualaikum." Pamit Fadlan yang langsung melanjutkan langkahnya menuju klinik.
"Waalaikumussalam."
"Duh kasihan sekali keponakanku yang satu ini. Masih muda tapi seneng banget bergelar duda." Batin ustadz Usman.
Sesampainya di klinik, Fadlan langsung masuk, tentunya Dokter Husna (51 tahun) sigap menangani.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Fadlan langsung mendudukkan Pipit ditempat tidur pasien.
"Pipit kenapa?" Tanya Dokter Husna sambil memeriksa keadaannya.
"Pipit pengen punya ibu baru katanya." Ujar Fadlan salah bicara hingga ia langsung meralat ucapannya itu. Merasa malu kalau ia salah bicara.
"Maksudnya Pipit sakit gigi."
Dokter Husna sudah tersenyum, bahkan Pipit sempat-sempatnya tertawa meskipun sedang sakit gigi.
"Gara-gara Fadil sama Fadli, bicaraku ngelantur kemana-mana." Batin Fadlan.
Dokter Husna pun memeriksa giginya Pipit.
"Pipit giginya banyak yang bolong. Mulai sekarang rajin sikat gigi ya, biar giginya gak sakit lagi. Dan jangan terlalu sering makan yang manis-manis." Ujar Dokter Husna sambil memberikan beberapa obat sirup untuk Pipit.
"Dokter, jangan cuma giginya aja yang diperiksa, tapi dadanya juga harus diperiksa karena beberapa hari ini suka mendadak sakit." Ujar Pipit.
Mendengar itu Fadlan terkejut dan khawatir.
"Sayang, dadamu sering sakit?"
Pipit hanya mengangguk-angguk. Fadlan langsung menatap Dokter Husna.
"Dokter tolong diperiksa jantungnya Pipit." Pinta Fadlan yang jelas nyata kekhawatiran nya.
Dokter Husna sigap memeriksanya namun tak ada keanehan yang terjadi pada putri bungsunya Fadlan itu.
"Jantungnya baik-baik saja. Coba Pipit katakan rasa sakitnya itu seperti apa?"
"Itu Dok, jantungku suka berdebar hebat dan kadang terasa panas kalau melihat teman-teman dijenguk ibunya, apalagi melihat si Yura digendong om Yusuf sambil di cubit dan dicium Tante Zahira. Kaya ada api didadaku, panas rasanya. Aku juga kan pengen punya ibu. Aku iri melihat mereka Dokter, makanya jantungnya suka berdebar gak karuan." Ujar Pipit.
Fadlan dan Dokter Husna langsung saling lirik mendengar ucapannya Pipit. Mereka mengerti keadaan Pipit yang sekarang sangat menginginkan seorang ibu. Rasa iri didada ya Pipit menandakan jika ia begitu merindukan sosok seorang ibu.
"Maaf mas Fadlan, yang dialami Pipit itu bukan penyakit biasa, obatnya cuma satu. Mas Fadlan segera menikah, Pipit begitu menginginkan seorang ibu." Ujar Dokter Husna. Fadlan langsung menunduk, ada rasa sedih, ada rasa haru, ada juga rasa malu.
"Dokter Husna punya obatnya tidak?" Tanya Pipit penuh harap. Kini giliran Dokter Husna yang kebingungan. Mereka berdua dibuat bingung oleh anak kecil berusia lima tahun.
"Untuk sekarang Dokter Husna belum punya obatnya. Tapi kalau obatnya sudah ada, pasti Dokter Husna langsung kasih sama Pipit." Ujar Dokter Husna sambil mencubit pipinya Pipit hingga Pipit tersenyum.
"Dokter Husna janji ya. Pokoknya Dokter Husna harus ngasih obatnya buat Pipit." Pinta Pipit seolah menjadi sebuah permintaan yang tidak boleh terbantahkan. Meskipun sedikit ragu, Dokter Husna mengangguk.
"Dokter Husna janji akan ngasih obat buat penyakit dada Pipit itu. Tapi sebelum itu, tanyakan dulu sama ayahnya Pipit, mau gak dikasih obat." Ujar Dokter Husna sambil tersenyum. Fadlan kembali kebingungan.
"Maaf mas Fadlan, penyakit Pipit cuma mas Fadlan yang bisa mengobatinya. Terkadang orang tua harus membuang rasa ego nya untuk kebahagiaan sang buah hati. Pipit menginginkan seorang ibu." Ujar Dokter Husna.
Fadlan langsung menunduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
EL Banjarii
kode keras ini pak ustadz
2023-01-13
1
denty_aditya
baru mampir'... ngakak br chapter pertama
2023-01-12
1
Yunita aristya
mampir
2023-01-05
1