"Dadah paman, dadah Oskar, sampai jumpa besok!" teriak Ebra setelah turun dari mobil. Dia kini berada di depan pintu gerbang rumah bersama bibi pengasuh untuk melihat kepergian Oskar.
"Dadah Ebra, jangan lupa besok aku dan mommy akan menjemputmu pergi membeli kado untuk Lily!" jawab Oskar dari dalam mobil. Sementara Louise, dia hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya, kemudian melanjutkan perjalanan.
Ebra segera masuk ke dalam rumah setelah melihat mobil Louise menjauh. Sesampainya di dalam, Ebra menceritakan semuanya kepada sang bibi dengan penuh suka cita. Tak hanya sampai disitu, dia juga bergegas membersihkan diri dan menelepon ibunya untuk menceritakan pengalamannya hari ini .
"Siapa Lily, apa dia teman sekelasmu?" tanya Louise kepada Oskar di dalam mobil.
"Iya, dia temanku. Dia akan berulang tahun besok lusa. Paman, apa hadiah yang cocok untuk perempuan?" tanya Oskar.
"Kau bisa memberikan sesuatu yang umumnya disukai perempuan," jawab Louise.
"Bunga?" tanya Oskar spontan.
Mendengar pertanyaan Oskar Louise pun tertawa.
"Kenapa paman tertawa?"
"Kenapa Oskar bisa terpikir untuk memberikan bunga?" tanya Louise penasaran. Di usia Oskar, bukankah seharusnya yang terlintas di kepalanya adalah mainan atau semacamnya?
"Bukannya paman baru saja mengatakan untuk memberikan hadiah yang disukai perempuan. Mommy sangat suka bunga. Mommy akan menaruh bunga mawar di kamarnya sampai layu. Jadi aku pikir Lily pasti juga akan menyukainya," jawab Oskar.
"Di usia kalian sekarang ini, lebih baik berikan barang yang lain saja," kata Louise menasehati.
"Kenapa?"
"Kalau kau memberikan bunga, orang-orang bisa mengira kau menyukainya. Oskar, kau bisa memberikan hadiah yang lain, seperti boneka, mainan, sesuatu yang bisa dia kenang, atau kau bisa memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat seperti buku."
"Begitu?"
"Hm,"
"Kalau paman, apa yang paman sukai?" tanya Oskar berbinar-binar.
"Yang paman sukai adalah Oskar," goda Louise sambil mencubit pipi Oskar.
"Tapi aku kan sudah dimiliki mommy," tolak Oskar.
"Memangnya paman tidak boleh menyukai Oskar meskipun Oskar sudah dimiliki mommy seutuhnya?" tanya Louise.
"Itu, sepertinya boleh asalkan paman jadi daddyku. He he he," jawab Oskar bahagia.
"Baiklah, kalau begitu lain kali paman akan membicarakan masalah ini dengan mommymu. Paman akan bilang 'mari berbagi anak' dengannya," canda Louise.
Mereka berdua tersenyum bersama. Jika orang lain melihatnya, mereka pasti akan mengira hubungan mereka adalah ayah dan anak.
Di sore hari yang mulai mendung itu, Louise memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Membawa kembali Oskar kepada Joanna, orangtua tunggal Oskar yang belum pernah Louise temui sejak perkenalan pertamanya dengan Oskar.
Sejauh ini Louise tidak memikirkan apapun tentang mommy yang selalu Oskar banggakan. Dia hanya mendengar ocehan Oskar beberapa hari yang lalu seperti angin yang berhembus, tidak pernah menyimpannya di dalam hati dan ingatannya. Louise selalu menganggap kata-kata Oskar adalah candaan seperti gurauan anak kecil yang lainnya. Meskipun begitu, Louise tidak merasa risih sama sekali. Karena Louise hanya tahu, dia menyukai anak ini tanpa alasan apapun.
Perjalanan yang mereka tempuh tidak memakan waktu sampai lima belas menit, tapi Oskar yang duduk di samping Louise sepertinya sudah tertidur dan bermimpi indah. Mimpi itu mungkin terlalu indah sampai Oskar tidak terbangun meski mereka sudah sampai di depan rumahnya.
.
.
.
Alexa berkutat di dapur sendirian menyiapkan beberapa menu spesial untuk tamu istimewa yang sering menghabiskan waktu dirumahnya. Hari ini seperti biasa dia mengundang Joanna, Bibi Diaz dan Oskar untuk makan malam di rumahnya. Sore hampir habis malam hampir datang tapi yang ditunggu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Ceklek
Suara pintu terbuka, akhirnya yang ditunggu datang juga.
"Kau lambat sekali!" keluh Alexa disela-sela kesibukannya.
Mendengar ocehan Alexa, Joanna tidak memberikan reaksi apapun. Dia hanya memasang wajah datar kemudian menuju wastafel. Mencuci tangannya hingga bersih, kemudian mengibaskannya di depan Alexa. "Cerewet!"
"Cih, dasar!" gerutu Alexa sambil mengelap percikan air di wajahnya.
"Kau hampir jadi pengantin, tapi masih marah karena hal sepele seperti ini?" omel Joanna.
"Siapa yang tidak akan marah ketika harus menunggu kedatangan seseorang selama berjam-jam. Lalu kenapa kau sendirian, dimana yang lain?"
"Dia akan menyusul sebentar lagi," jawab Joanna sambil bersiap membantu Alexa menyiapkan makan malam.
"Coba cicipi ini!" perintah Alexa seraya menyodorkan seiris daging.
"Panas," jawab Joanna. Dia menjulurkan lidahnya yang hampir terbakar. Panas memang, tapi sayang jika dimuntahkan.
"Hahahaha," tawa Alexa bahagia, bahagia diatas penderitaan orang lain.
"Ngomong-ngomong, dimana Arthur?" tanya Joanna mengalihkan pembicaraan.
"Pergi membeli beberapa cola," jawab Alexa singkat.
"Apa Xiao O pergi dengannya juga?" tanya Joanna ketika tidak mendapati Oskar.
"Oskar?" tanya Alexa kaget. Spontan Alexa menghentikan aktivitasnya, meletakkan alat masaknya begitu saja di atas tatakan kayu.
"Ada apa dengan mukamu. Bukankah Oskar bersama kalian?" tanya Joanna ulang. Joanna masih tidak menyadari bahwa Oskar telah dijemput dan bersenang-senang dengan paman yang lain saat ini.
"Jangan bercanda, aku belum bertemu Oskar satu minggu ini," kukuh Alexa.
"Alexa, kaulah yang jangan bercanda. Xiao O tadi sempat meneleponku, dia bilang paman akan menjemputnya," jelas Joanna
"Tapi Arthur tidak pergi untuk menjemputnya. Dia bersamaku seharian ini," sanggah Alexa. Alexa segera mengeringkan tangannya yang basah di celemek yang dia pakai. Kemudian mengambil telepon genggamnya untuk mengkonfirmasinya kepada Arthur.
"Alexa, kau tidak sedang berbohong bukan? Jantungku sudah hampir copot sekarang!" tanya Joanna memastikan.
"Sumpah! Arthur tidak menjemput Oskar hari ini," jawab Alexa, dia masih mencoba menghubungi Arthur yang tidak mengangkat teleponnya.
Ditengah-tengah perdebatan Joanna dan Alexa, Arthur kembali dengan menenteng dua kantong besar belanjaan di masing-masing tangannya.
"Ada apa, kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Arthur ketika melihat ekspresi Alexa dan Joanna yang terlihat aneh. Arthur yang baru masuk segera melepas sepatu dan meletakkan belanjaannya, kemudian mendekati mereka berdua.
"Lihatlah sendiri, kau percaya padaku kan sekarang. Kami sedang tidak bersama Oskar?" jelas Alexa.
"Lalu siapa paman yang menjemput anakku di sekolah?" tanya Joanna kebingungan.
"Hei, Joanna aku tidak menjemput Oskar hari ini," kilah Arthur. Dia tidak ingin jadi kambing yang dihitamkan kali ini.
"Joanna jangan bercanda! Oskar akan menyusul bersama Bibi Diaz kan. Kau sedang mengerjai kami kan?" selidik Alexa.
"Kenapa kalian jadi mencurigaiku? Xiao O belum pulang kerumah. Dia bilang paman akan menjemputnya, aku pikir Arthur yang menjemputnya. Lihatlah, bahkan aku membawakan baju ganti untuknya," jawab Joanna sedikit panik.
Semuanya melongo, disaat Joanna dan Alexa sedang mencerna apa yang sedang terjadi, Arthur bereaksi lebih cepat. "Cepat hubungi Bi Diaz, barangkali dia sudah dirumah sekarang. Kalau tidak ada, aku akan segera mencarinya ke sekolah," perintah Arthur.
.
.
.
Bibi Diaz sedang bersiap-siap pergi menyusul Joanna. Tadi ada hal yang harus dia selesaikan, jadi dia menyuruh Joanna untuk pergi terlebih dulu. Bibi Diaz baru saja membuka pintu hendak keluar rumah, tapi seorang pria sudah berdiri di hadapannya. Mata Bibi Diaz terbuka sempurna ketika melihat Oskar tertidur lelap di pelukan orang asing ini.
"Oskar, eh maaf Anda siapa?" tanya Bibi Diaz kaget.
"Saya Louise, yang menjemput Oskar di sekolah hari ini. Maaf terlambat mengantarnya kembali ke rumah," jawab Louise sopan.
"Ha?" respon Bibi Diaz tidak mengerti.
Akhirnya Bibi Diaz mempersilahkan Louise masuk dan membaringkan Oskar di kamarnya. Disana Louise menjelaskan secara singkat apa yang terjadi hari ini. Bibi Diaz pun mangut-mangut, dia baru tahu sepertinya ada kesalahpahaman disini.
Jadi sebelum Louise menjemput Oskar, Louise sudah meminta Oskar untuk minta ijin kepada orangtuanya terlebih dulu. Karena Louise yakin guru tidak mungkin mengizinkan orang asing menjemput Oskar.
Masalahnya, Oskar hanya mengatakan kepada Joanna bahwa paman akan menjemputnya sementara Joanna berpikir paman yang dimaksud Oskar adalah Arthur bukan paman yang lain.
"Apa Nak Louise sudah lama mengenal Oskar?" tanya Bi Diaz.
"Mungkin dua minggu yang lalu," jawab Louise singkat.
"Sepertinya Oskar sangat menyukaimu. Biasanya dia tidak akrab seperti ini dengan pria muda asing. Maaf jika dia nakal atau merepotkan, akhir-akhir ini dia semakin aktif bahkan membuat ibunya sampai kewalahan dengan tingkahnya," jelas Bi Diaz.
"Oh, tidak. Dia tidak merepotkan sama sekali. Malahan sebaliknya dia sangat penurut, cerdas dan menggemaskan," balas Louise.
"Syukurlah kalau begitu. Oh iya, bibi akan menghubungi ibunya Oskar sebentar. Dia pasti khawatir karena mengira Oskar sedang bersama temannya," pamit Bi Diaz.
"Silahkan!" jawab Louise sopan.
Bibi Diaz pun keluar kamar. Sementara Louise masih berdiri di samping ranjang. Tersenyum simpul, karena melihat bulu mata yang lentik dan panjang milik Oskar. Sedangkan pipinya yang bulat berwarna sedikit kemerahan.
Louise menggerakkan tangannya, tidak tahan untuk tidak menyentuh rambut oskar yang lebat. Setelah puas membelai anak itu Louise pun menyelimuti Oskar.
Sebelum keluar dari kamar Louise sempat melihat beberapa gundam berbagai ukuran di meja belajar milik Oskar. Selain itu Louise juga sempat memperhatikan beberapa foto masa kecil Oskar yang terpajang rapi di meja. Sayangnya tidak ada foto Joanna disana karena Oskar menyimpan foto mommynya di laci meja.
"Nak Louise sudah akan pulang?" tanya Bi Diaz saat melihat Louise keluar dari kamar.
"Iya," jawab Louise singkat.
"Tidak menunggu ibunya Oskar kembali? Dia sedang dalam perjalanan pulang sekarang," bujuk Bi Diaz.
"Maaf, ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Kalau boleh mungkin lain kali saya akan mampir lagi untuk menemui Oskar."
"Tentu saja boleh, kalau begitu bibi tidak menahan lagi. Ini, sedikit bingkisan untuk nak Louise," ujar Bi Diaz sambil menyerahkan sebuah kotak berisikan kue-kue.
"Tidak perlu, saya,-"
"Bibi tidak menerima penolakan," potong Bi Diaz.
"Kalau begitu terimakasih."
Setelah berbincang-bincang sebentar, Louise akhirnya pamit pulang. Bi Diaz terlihat mengantar kepergiannya sampai ke depan. Louise juga sudah meminta pada Bibi Diaz untuk menyampaikan permohonan maafnya atas kejadian hari ini kepada Joanna.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
@Kristin
iklan y nyusul lain waktu belum ada soalnya
2022-10-26
1
@Kristin
aku beri iklan dan bunga y Thor 🤗
2022-10-26
0
💞Amie🍂🍃
udah aku kasih bunga mawar kak biar nambah lagi ceritanya😂😁
2022-10-05
0