Mobil milik Joanna baru saja meluncur meninggalkan rumah Nenek Anne. Nenek Anne dan Bibi Lim juga masih berdiri di teras untuk mengantar kepergian Joanna. Baru saja mereka berbalik arah untuk kembali masuk kerumah, tapi terhenti karena mendengar sebuah klakson mobil dari luar gerbang. Seorang security yang baru saja mendorong gerbang untuk menutupnya pun segera mendorong lagi untuk membukanya. Tak berselang lama, dua buah mobil mewah memasuki halaman rumah yang megah itu.
Mereka adalah Jordan Matthew, anak tunggal Nenek Anne. Rose Matthew, menantunya. Juga satu-satunya cucu kandung kesayangannya yang tersisa, Louise Matthew. Sementara William, yang harusnya memiliki posisi sebagai cucu angkat memilih tidak hadir. Tapi, sebagai gantinya dia sudah menemani nenek dan mama angkatnya kemarin selama sehari penuh.
Nenek Anne langsung sempoyongan begitu melihat keturunannya datang, "Seandainya saja Joanna tinggal sedikit lebih lama atau mereka datang lebih cepat satu menit saja," sesal Nenek Anne.
"Sudahlah Nyonya, masih ada kesempatan yang lain di hari mendatang," bujuk Bibi Lim. Tidak ingin majikannya yang sudah semakin tua berpikir terlalu banyak.
Nenek Anne menyambut anak, menantu dan cucunya dengan suka cita. Memeluk Rose dan Jordan sesingkat-singkatnya kemudian beralih memeluk Louise dalam waktu yang cukup lama.
"Ma, sepertinya mama tidak adil pada kami," protes Rose saat menyadari perbedaan durasi pelukan antara yang dia dapatkan dengan yang di dapat Louise.
"Rose, jumlah pelukan yang kau dapatkan selama kepergian Louise itu apa masih kurang banyak untukmu?" tanya Nenek Anne.
"Ma," kata Rose manja.
Nenek Anne geleng-geleng kepala melihat kelakuan menantunya, "Kau sudah berusia lewat setengah abad dan masih manja seperti ini. Apa kau tidak malu pada anakmu?"
"Tidak," jawab Rose. Kemudian ikut-ikutan memeluk mertuanya lagi disaat mertuanya masih berada di pelukan Louise.
Jordan yang melihatnya hanya bisa melengos dan berkelakar, "Rose, katakan saja jika sebenarnya kau ingin memeluk anakmu. Tidak perlu beralasan ingin memeluk mertuamu seperti itu."
Mendengar perkataan Jordan membuat Rose melirik suaminya. Dari sorot matanya, Jordan bisa menerima sinyal yang terpancar dengan sangat kuat seolah memperingatkannya untuk diam.
"Pa, tidakkah papa cemburu padaku?" tanya Louise. Kemudian memeluk dua wanita itu ke masing-masing tangannya dengan erat. Lalu masih melayangkan ciuman di kening mereka.
"Louise, sejujurnya papa sudah cemburu sejak kau masih berada di dalam perut ibumu dan lebih cemburu lagi ketika kau lahir. Mereka tidak hanya mengabaikan papamu ini tapi memperlakukan papa seperti barang yang tak terlihat," jawab Jordan.
Mereka semua tertawa mendengar jawaban Jordan.
"Ma, lihatlah. Tidakkah mama kasian pada papa?" tanya Louise.
"Tidak," jawab Rose sewot. Tapi tangannya sudah kembali memeluk Jordan.
Louise hanya menaikkan satu alisnya melihat tingkah orangtuanya. Kemudian, menyerahkan bunga yang ada ditangannya kepada omanya, "Selamat ulang tahun, Oma!"
"Akhirnya kau ingat juga untuk pulang. Apa kau berencana menunggu Oma mati dulu baru kembali?" protes Nenek Anne saat menerima bunga pemberian Louise.
"Jangan bicara seperti itu, Oma!" jawab Louise lembut.
"Louise, kapan kau berencana menikah?" tanya Nenek Anne tiba-tiba.
"Hmm?" tanya Louise sambil mengangkat salah satu alisnya ketika mendengar pertanyaan sang nenek, "menikah?"
Semua terkejut mendengar pertanyaan Nenek Anne yang begitu tiba-tiba. Mereka bahkan belum melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah, tapi nyonya tua sudah menodong Louise dengan pertanyaan yang membuat Rose tegang.
Rose sangat mengenal watak Louise, anaknya bukanlah seorang yang suka kehidupan pribadinya dicampuri orang lain meskipun itu adalah orang terdekatnya, termasuk Rose dan Jordan yang merupakan orangtuanya sendiri.
Rose dan Jordan bahkan tidak berani bertanya tentang perihal adakah seorang wanita yang Louise kencani saat ini. Rose selalu menahannya meskipun dia sangat penasaran, tapi mertuanya malah dengan santai membahas soal pernikahan tepat di depannya tanpa beban.
Louise adalah Louise, dia tidak suka di dikte apalagi di atur oleh orang lain. Dia hanya akan melakukan apa yang dia inginkan, mengabaikan yang tak perlu. Mengejar apa yang dia inginkan dan membuang yang tak dibutuhkan. Dia bisa membolak-balikkan semuanya sesuai apa yang dia inginkan semudah membalikkan telapak tangannya.
Ya, dia adalah Louise. Jordan Matthew yang notabene adalah ayahnya bahkan tidak berani di hadapan Louise Matthew. Penguasa dari kerajaan bisnis di negeri ini, pemilik seluruh negeri yang bahkan petinggi tunduk akan kekuasaannya. Akan sangat berbahaya jika sampai membuatnya tersinggung sedikit saja.
"Ma, setidaknya biarkan kami masuk terlebih dulu," kata Jordan mencoba mengalihkan pembicaraan, berharap Louise bisa memaklumi pertanyaan sang nenek. Jordan tahu bagaimana sifat-sifat Louise. Dia bisa saja pergi saat ini juga jika moodnya sedang tidak baik. Jordan tidak mau itu terjadi, terlebih di hari spesial ibunya.
"Masuklah," kata Nenek Anne kemudian.
Mereka pun berjalan beriringan untuk masuk kedalam.
"Aku mau ke toilet sebentar," pamit Louise ketika mereka sampai di ruang tengah yang mewah.
Perasaan Rose sedikit was-was. Belum juga meletakkan pantatnya, tapi sudah buru-buru ke kamar mandi. Louise sedang tidak marah kan?
"Louise, bunga pemberianmu ini, bisakah kau meletakkannya di kamar Oma?" pinta Nenek Anne.
Nenek Anne menyodorkan bunga pemberian Louise kepada Louise yang sudah berbalik arah.
"Tentu," jawab Louise singkat.
Louise pergi setelah menerima kembali bunga pemberiannya, menaiki satu demi satu tangga beralaskan karpet mewah dengan gagah. Sedangkan di bawah sana, Nenek Anne, Jordan dan Rose melihat Louise sampai tak terlihat dengan menahan nafas.
"Huh," Rose membuang nafas lega ketika Louise hilang dari pandangan matanya. Syukurlah, anaknya tidak marah, begitu pikirnya.
"Ma, jangan menanyakan hal-hal yang sensitif seperti barusan kepada Louise. Mama kan tahu sendiri bagaimana sifat Louise?" ujar Jordan pelan, takut pembicaraan mereka di dengar anaknya.
"Aku keceplosan," jawab Nenek Anne tak kalah menyesal. Raut wajahnya jelas berubah banyak. Tidak segembira saat Joanna datang.
Sebenarnya Nenek Anne tidak ada niat membahas soal pernikahan. Hanya saja, sejak jauh-jauh hari dia sengaja mengatur sedemikian rupa agar Louise datang di ulang tahunnya hari ini, berharap agar Louise bisa bertemu dengan Joanna.
Tidak bisa dipungkiri, Nenek Anne memang sangat berharap Joanna menjadi cucu menantunya terlepas dari statusnya yang masih misterius. Bahkan meskipun Joanna bukan lagi seorang gadis.
Sayangnya Joanna pulang terlebih dulu karena sebuah urusan, tentu saja ini membuat Nenek Anne kecewa sehingga membuatnya secara tidak sadar membahas tentang pernikahan.
"Mama terlihat kecewa hari ini, ada apa?" tanya Rose kepada Nenek Anne, tangannya memegang tangan yang sudah keriput milik mertuanya dengan lembut.
"Bukan apa-apa," jelas Nenek Anne mencoba menyembunyikan kekecewaannya dengan senyuman.
"Siapa tamu yang baru datang?" tanya Jordan ketika melihat gelas yang baru saja disingkirkan oleh maid.
"Joanna kemari, tapi baru saja pergi sebelum kalian datang," jawab Nenek Anne pelan. Sedikit kesal jika mengingat kembali rencananya yang gagal hari ini.
"Mungkinkah mobil yang berpapasan dengan kami tadi?" tanya Jordan.
"Ma, kenapa mama tidak menahannya sebentar saja? Rose kan juga rindu dengan Oskar," rajuk Rose.
"Kalian itu tahu apa. Oskar sedang pergi liburan dengan paman dan bibinya. Mama sudah mencoba menahannya selama dua jam, tapi akhirnya Joanna bersikeras untuk pulang. Padahal mama ingin sekali Louise dan Joanna bertemu," jawab Nenek Anne panjang lebar.
Jordan dan Rose saling berpandangan. Mereka akhirnya tahu, jadi inilah yang membuat nyonya tua sedikit sensitif hari ini. Raut wajah Rose dan Jordan sedikit berubah. Bukan karena tidak menyukai Joanna, tidak. Mereka pun juga sangat menyukainya. Hanya saja sesuatu yang buruk pernah terjadi beberapa tahun yang lalu ketika mereka mencoba memperkenalkan Louise dengan beberapa gadis.
Mereka tidak tahu standar seperti apa yang Louise inginkan. Dari banyaknya gadis dengan berbagai latar belakang sudah pernah mereka kumpulkan, beberapa kolega mereka juga sering mencoba untuk menjodohkan anak mereka, tapi Louise tetap tidak bergeming. Tidak ada satupun dari mereka yang berhasil memenangkan hati Louise. Parahnya, mereka diusir bahkan sebelum mendekat.
"Ma, jangan seperti itu lagi. Mama masih ingat kan bagaimana kejadian waktu itu?" tanya Rose mengingatkan nyonya tua.
"Hhhh, lalu sebaiknya bagaimana. Apa kalian tidak ingin segera menimang seorang cucu?"
Pertanyaan nyonya tua membuat Jordan dan Rose terdiam. Jauh di dalam lubuk hatinya, mereka sangat ingin. Terlebih ketika mereka berkumpul dengan rekan-rekan bisnisnya, sesekali mereka juga akan membahas soal cucu mereka yang lucu. Tentu itu membuat mereka sangat iri. Tapi entahlah, sepertinya Louise masih belum ingin melepas masa lajangnya. Mungkin, hatinya mati setelah dia kehilangan adik kandung kesayangannya.
"Apa oma sudah sangat menginginkan seorang cicit?" tanya Louise lantang. Dia baru saja turun dari lantai atas dan mendengar beberapa obrolan antara orangtua dan neneknya.
Mereka sedikit kaget, tapi karena sudah terlanjur basah ya sudah. Mau bagaimana lagi?
"Louise, kau juga tahu sendiri oma sudah semakin tua. Tidak tahu sampai kapan bisa bertahan hidup," jawab Nenek Anne lirih.
"Louise akan memastikan oma hidup lama dan melihat banyak cicit nantinya," jawab Louise sambil duduk di sebelah Nenek Anne, kemudian merangkulnya.
Nenek Anne menghirup nafasnya panjang. Dia tahu, jawaban seperti ini yang akan dia dapatkan, "Baiklah, terserah kau saja!" ujar Nenek Anne pasrah. Dia tidak akan pernah menang jika harus berdebat dengan Louise.
"Kalau memang oma sangat menginginkan cicit, Louise bisa membawakan seorang anak yang lucu," lanjut Louise.
"Louise! Apa jangan-jangan kau sudah punya anak diluar sana?" tanya Nenek Anne kaget.
"Mana mungkin," kilah Louise.
"Louise jangan main-main! Kau ini sangat suka kehidupan malam, siapa tahu kau berbuat yang tidak-tidak dan menghasilkan seorang anak?" cecar Rose.
"Ma, aku tahu batasanku."
"Lalu anak siapa yang akan kau bawakan untuk nenekmu?" tanya Jordan tak kalah penasaran.
"Kalian akan melihatnya nanti, Louise pastikan kalian akan menyukainya," jawab Louise percaya diri.
"Sungguh bukan anakmu?" tanya Rose meyakinkan.
Bukan tanpa alasan, masih segar di ingatan Rose bagaimana perasaannya ketika seorang perempuan mendatangi kediamannya disaat keluarga besar Matthew sedang berduka. Lebih tepatnya saat Juan, anak keduanya tutup usia di usia muda.
Saat itu, seorang perempuan yang tidak diketahui identitasnya mengaku telah hamil anak Louise dan meminta pertanggungjawaban.
"Sungguh," jawab Louise sambil menegakkan dua jari miliknya.
"Bagus kalau begitu," kata Rose lega. Detak jantungnya yang tadi berirama cepat mulai kembali normal seperti sedia kala.
"Ngomong-ngomong, di kamar oma ada bunga yang lain, dari siapa?" tanya Louise kepada Nenek Anne.
Mawar putih dan Lilac, kebetulan sekali bunga itu adalah bunga yang sama dengan bunga yang dibeli oleh gadis yang Louise jumpai di toko tadi.
"Itu pemberian dari salah satu kenalan oma," jawab Nenek Anne sedikit gugup, tidak ingin Louise mengetahui rencananya untuk mempertemukan Louise dengan Joanna.
"Siapa?" tanya Louise memastikan.
"Itu, seorang pemilik toko langganan oma."
"Oma, aku tanya siapa namanya bukan pekerjaannya," desak Louise.
"I-itu Joanna."
Nenek Anne sedikit kaku, pun dengan Rose dan Jordan. Ketiga orangtua itu sudah mulai mengeluarkan keringat dingin sekarang.
"Louise, itu bukan seperti yang kau pikirkan. Dia hanya datang berkunjung," kata Jordan. Memberikan penjelasan sebelum Louise berpikiran macam-macam.
Louise hanya diam, tapi tersenyum tipis mendengar jawaban neneknya, "Jo, Joanna rupanya," batin Louise.
"Oma, berapa banyak cicit yang oma mau?" tanya Louise tiba-tiba.
Nenek Anne menyempatkan diri melihat anak dan menantunya. Apa maksudnya, Louise tidak pernah membahas masalah ini sebelumnya.
Rose dan Jordan hanya bisa bertaruh. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya mengangguk kepada ibu mereka seolah berkata 'jawab saja'.
"Mungkin sepuluh," jawab Nenek Anne.
"Hanya pemberian dariku, atau ditambah dengan pemberian William?" tanya Louise.
"Ehm, terserah kalian. Tapi sepertinya lebih banyak lebih bagus."
"Oh, baiklah. Louise mengerti."
"Louise, apa maksudmu?" tanya Rose penasaran.
"Apa kau sudah memutuskannya?" tambah Jordan.
"Apanya yang mengerti?" tanya Nenek Anne meminta penjelasan.
Ketiga orang tua itu mulai kepo dengan penuturan Louise, saat ini mereka memasang wajah dan telinga mereka baik-baik untuk mendengarkan jawaban Louise.
"Aku mengerti, berapa banyak uang yang harus kucari untuk menghidupi mereka nanti," jawab Louise.
Ketiga orangtua itu menepuk jidatnya masing-masing. Mereka pikir Louise akan mengatakan 'aku akan membicarakannya dengan pasanganku' atau 'baiklah aku akan segera menikah'. Nyatanya jawaban Louise melenceng sangat jauh dari perkiraan mereka.
Louise tersenyum, kemudian merebahkan tubuhnya di sofa dan menyandarkan kepalanya di pangkuan omanya tercinta. Louise bisa melihat orang-orang yang dikasihinya itu merubah ekspresinya karena kecewa.
"Aish, kenapa ekspresi kalian berubah seperti itu. Kalau kalian kecewa, jangan kecewa padaku. Kecewalah pada wanita yang memberikan seikat bunga untuk oma hari ini. Dia mengabaikan tawaran pernikahan dariku," lanjut Louise.
Louise memejamkan matanya. Dia tahu, orang itu pasti dia. Karena bunga yang ada di kamar omanya meninggalkan jejak aroma yang sama seperti yang ditinggalkan gadis itu di tangannya.
"Joanna, tunggulah sebentar lagi. Ini hanya soal waktu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
@Kristin
semangat 💪 ☺️
2022-11-04
1
Dani irwandi
jawaban yg bagus louise
2022-10-04
1
Mr. A.N
btw, kopi sdh mendarat y kak, semangat nulisnya💪👍
2022-09-03
0