🕵♀
🕵♀
🕵♀
🕵♀
🕵♀
Waktu pulang pun tiba...
Valerie dan Julian langsung pulang menuju kantor The black hunter, saat ini mereka berdua berdiri dengan menundukan kepalanya, sedangkan Dion duduk di kursi kebesarannya dengan tatapannya tajam menatap Valerie dan Julian.
"Kenapa kalian bisa gagal?" tanya Dion.
"Maaf Bos, aku tidak berhasil menangkap pelakunya," sahut Valerie.
"Bodoh, kamu sudah melakukan kesalahan, Valerie!" bentak Dion.
Susah payah Valerie menelan salivanya karena merasa takut mendengar bentakan dari Big Bos.
"Kamu tahu, apa kesalahan kamu?" seru Dion.
"Iya Bos, saya tidak berhasil menangkap pelakunya," sahut Valerie.
"Bukan itu yang aku tanya, kesalahan fatal kamu adalah sudah menunjukan keahlian beladiri kamu di depan si pelaku dan aku yakin si pelaku tidak akan muncul lagi di sekolah untuk waktu dekat ini. Seharusnya kamu bisa menahan diri, supaya identitas kamu tidak diketahui. Kalau begini caranya, pasti si pelaku mulai curiga sama kamu."
"Maaf Bos."
Valerie menundukan kepalanya dengan tangan memilin ujung bajunya.
"Hidung kamu kenapa, Julian?" tanya Dion.
"Di pukul Valerie, Bos. Dia mah gitu orangnya, kalau dia terluka, aku pun harus ikut terluka," sahut Julian.
Valerie mengeraskan rahangnya sembari menundukan kepalanya, Julian memang bermulut ember.
"Julian, kamu boleh keluar," seru Dion.
"Baik Bos."
Julian pun tersenyum dan keluar dari ruangan Dion, sedangkan Valerie masih menundukan kepalanya. Dion bangkit dari duduknya dan menghampiri Valerie kemudian berdiri di depan Valerie.
"Kata Pak Erwin, kamu adalah orang hebat dan selalu bisa memecahkan masalah tapi sekarang apa buktinya? menangkap pelaku saja tidak bisa, bahkan itu kejadian berada di lingkungan sekolah dan seharusnya kamu bisa dengan mudah menangkap pelaku."
"Maaf Bos, pelaku sangat licin dan pintar, aku susah mencari orangnya bahkan aku sudah memperhatikan setiap orang yang ada di sekolahan itu, mulai dari murid, guru, sampai penjaga kantin tapi menurutku tidak ada yang mencurigakan," sahut Valerie.
"Kalau kamu tidak bisa menangkap pelaku, aku pecat kamu dan aku akan menggantinya dengan orang yang lebih pintar daripada kamu."
Valerie membelalakan matanya, dengan cepat Valerie langsung memeluk kaki Dion membuat Dion tersentak.
"Apa-apaan kamu, lepaskan kakiku!" bentak Dion.
"Bos, aku mohon jangan pecat aku, aku janji akan lebih serius lagi dan akan menemukan si pelaku," rengek Valerie.
"Lepaskan kakiku!" bentak Dion.
Valerie melepaskan kaki Dion tapi sekarang Valerie malah memeluk Dion membuat Dion membelalakan matanya. Tubuh Dion yang jauh lebih tinggi di banding Valerie membuat Valerie harus mendongakan kepalanya untuk melihat wajah Dion.
"Bos, aku mohon jangan pecat aku ya," seru Valerie dengan mengedip-ngedipkan kedua matanya sembari tersenyum.
Deg..deg..deg..
Jantung Dion berdegup kencang, hingga akhirnya Dion mendorong tubuh Valerie sehingga Valerie terjungkal ke belakang.
"Astaga, Bos jahat banget," keluh Valerie dengan memegang pa*tatnya.
"Berani sekali kamu menyentuhku."
Dion merapikan jasnya, lalu keluar dari ruangannya. Valerie tidak patah semangat, dia berlari mengejar Dion dan merecoki Dion.
"Ayolah Bos, jangan pecat aku ya."
Dion hanya diam saja, saat ini mereka berdua berada dalam lift, sedangkan Valerie terus saja mengoceh memohon kepada Dion membuat Dion kesal dan dengan cepat mencomot bibir Valerie.
"Kamu bisa diam tidak?"
Valerie menggelengkan kepalanya, Dion pun melepaskan tangannya dan melihat-lihat tangannya.
"Kok bibir kamu berminyak sih?" tanya Dion.
"Hehehe...aku baru saja makan gorengan, Bos," sahut Valerie dengan sengirannya.
"Astaga."
Pintu lift terbuka dan Dion dengan cepat melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mencuci tangannya, Valerie terus saja mengikuti Dion sampai ke kamar mandi.
Dion menghentikan langkahnya membuat Valerie menabrak punggung Dion yang keras itu.
"Allahuakbar."
"Kamu ngapain ikutin aku terus?" sentak Dion.
"Pokoknya aku akan terus mengikuti Bos, sebelum Bos memberikan kesempatan kepadaku dan tidak memecatku."
Dion tidak menghiraukan Valerie, dia pun masuk ke dalam kamar mandi tapi tanpa di duga Valerie pun ikut masuk ke dalam kamar mandi itu.
Dengan kesalnya Dion mendorong kening Valerie dengan jari telunjuknya.
"Kamu tidak lihat ini kamar mandi pria, ngapain ikut masuk," kesal Dion.
"Tapi Bos----"
Bruugghhh...
Belum juga Valerie selesai bicara, Dion sudah membanting pintu kamar mandi itu dengan sangat keras.
"Astagfirullah, kenapa si Bos beda banget saat menjadi tukang cilok sama sekarang," gumam Valerie.
Valerie memutuskan untuk menunggu Dion di balik pintu, banyak karyawan pria yang menatap ke arah Valerie tapi Valerie tidak memperdulikannya. Hingga sepuluh menit kemudian, Dion pun keluar dari kamar mandi dan kaget karena Valerie masih ada di sana menunggunya.
"Astaga, kamu belum pergi juga," kesal Dion.
"Ayolah Bos, jangan pecat aku ya," seru Valerie dengan menangkupkan kedua tangannya.
Dion menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Oke, aku beri kamu satu kesempatan lagi untuk menangkap si pelaku kalau kamu gak bisa menangkapnya, aku akan memecat kamu!" tegas Dion.
"Ah, terima kasih Bos."
Valerie merentangkan kedua tangannya hendak memeluk Dion tapi Dion dengan sigap mundur.
"Stop, mau ngapain kamu?"
"Peluk."
"Gak, gak ada peluk-pelukan ngelunjak banget kamu main peluk-peluk aku sembarangan."
Dion kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Valerie yang saat ini sedang jingkrak-jingkrak kegirangan.
***
Keesokan harinya...
Valerie dan Julian kembali menjalani aktivitasnya menjadi anak SMA, dan saat ini waktunya istirahat dan mereka berdua makan di kantin.
"Jul, si Yuna ke mana? kok tumben dia gak sekolah?" tanya Valerie.
"Mana aku tahu, sakit kali," sahut Julian santai.
"Vale, Julian, gawat-gawat," seru Roy berlari menghampiri Valerie dan Julian.
Nafas Roy tampak ngos-ngosan..
"Apaan sih, sibuk banget," ketus Julian.
"Yuna, Jul, dia menghilang!" teriak Roy.
"Hah, menghilang?" sahut Valerie dan Julian bersamaan.
"Maksud kamu apa, Roy?" tanya Valerie.
"Barusan Mamanya Yuna ke sekolah, dia menanyakan keberadaan Yuna, katakan dari kemarin Yuna tidak pulang. Dari berangkat sekolah sampai sekarang Yuna gak pulang-pulang," sahut Roy.
"Kok bisa?"
Valerie dan Julian saling pandang satu sama lain, Valerie mengepalkan tangannya.
"Ah, sial apa yang dikatakan si Bos benar, pasti si pelaku tidak akan muncul di sekolah tapi akan membawa korban ke tempat lain," batin Valerie.
"Roy, apa kamu tahu di mana alamat rumah Yuna?" tanya Valerie.
"Tahu."
"Oke, nanti kamu tuliskan di mana alamat rumah Yuna."
"Memangnya kamu mau ngapain, Val?" tanya Roy.
"Kepo," ketus Julian.
"Apaan sih, bagaimana kalau ke rumah Yunanya sama aku aja," tawar Roy.
"Enggak ada, bocah gak usah ikut-ikutan," tolak Julian.
"Kamu kenapa sih, sebut aku bocah terus padahal kan kamu juga bocah sama kaya aku," kesal Roy.
Julian melanjutkan makan, dia malas meladeni Roy.
Pulang sekolah, Valerie dan Julian memutuskan untuk menuju rumah Yuna dan menanyakan Yuna kepada Mamanya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan mobil inventaris yang diberikan dari kantor.
Sesampainya di rumah Yuna, Mamanya menceritakan mengenai Yuna.
"Kemarin, Yuna berangkat sekolah seperti biasa tapi setelah itu Yuna tidak pulang-pulang sampai sekarang, padahal Yuna selalu pulang sekolah tepat waktu tidak pernah main ke mana-mana dulu," seru Mama Yuna dengan deraian airmata.
"Apa Yuna sedang ada masalah atau punya musuh?" tanya Julian.
"Setahu tante, Yuna tidak pernah punya masalah dan Yuna pun tidak punya musuh karena Yuna selalu bercerita apa pun kepada tante."
Valerie dan Julian sudah mulai curiga, pasti ini semua ada kaitannya dengan pembunuh berantai itu.
"Baiklah tante, terima kasih atas informasinya, kita akan membantu tante mencari Yuna, semoga kita bisa menemukannya," seru Valerie.
"Baiklah, terima kasih ya Nak, tolong temukan Yuna."
"Insyaallah, kalau begitu kita pamit."
Valerie dan Julian pun akhirnya pamit dan meninggalkan rumah Yuna, selama dalam perjalanan Valerie tampak berpikir.
"Di mana kita harus mencari Yuna, Jul?" tanya Valerie.
"Entahlah, tapi aku sudah menghubungi Komandan Alan, dia dan anak buahnya sudah mulai bergerak," sahut Julian.
Julian terus saja melajukan mobilnya, hingga di sebuah jalan yang lumayan sepi, Valerie tampak memperhatikan sebuah rumah kosong.
"Jul, berhenti."
"Ada apa?"
"Kok perasaan aku mengatakan kalau aku ingin ke rumah itu."
"Ya ampun Vale, itu rumah kosong ngapain mau masuk ke sana?"
Tanpa menjawab apa pun, Valerie pun turun dari dalam mobil dan mulai melangkahkan kakinya menghampiri rumah kosong itu. Julian pun ikut keluar dan dengan terpaksa mengikuti langkah Valerie.
Valerie semakin masuk ke rumah kosong yang sudah dipenuhi sarang laba-laba itu, hingga akhirnya kaki Valerie tersandung sesuatu.
"Jul, ini kan tasnya Yuna."
"Benar juga."
"Perasaan aku gak pernah meleset kan? pasti Yuna ada di sini."
Valerie dan Julian mengelilingi rumah kosong itu dan mencari keberadaan Yuna, hingga Valerie dan Julian pun menemukan seragam Yuna berserakan di mana-mana.
Mereka semakin yakin kalau Yuna ada di sana, seketika mata Valerie dan Julian melotot saat melihat tubuh Yuna tergantung di pintu dengan tubuh bugilnya.
"Astagfirullah," seru Valerie dan Julian bersamaan.
Julian langsung membalikan tubuhnya begitu pun dengan Valerie.
"Jul, cepat hubungi Komandan Alan."
Julian pun segera menghubungi Komandan Alan, setelah menunggu beberapa saat, rombongan polisi pun datang dan segera mengurus jenazah Yuna.
Valerie mengepalkan tangannya, darahnya mulai memanas, dia semakin geram terhadap pelaku yang mengeksekusi korbannya dengan sangat kejam dan tidak berprikemanusiaan.
"Siapa sebenarnya orang itu? aku harus segera menemukan pelakunya, supaya tidak ada lagi korban berjatuhan," batin Valerie.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
lily
kalo disekolah itu sudah nggak aman, para ortu siswa siwi bukannya ketar ketir ya ada demo atau ada apa gtu kan
2024-03-04
1
Osie
aachh semua bisa jd tersangka..kesekian pun juga bs jd tersangka kan? mang udin juga..aku curiga diantara mereka berdua penjahatnya
2023-09-04
1
Kenzi Kenzi
ga mungkin mang udin toh plakunya
2023-06-10
1