🕵♀
🕵♀
🕵♀
🕵♀
🕵♀
Keesokan harinya....
Saat ini Valerie dan Julian sedang berada di kelas dengan ditemani Yuna, dan juga Roy.
"Aku mau tanya, kasus pembunuhan dan pemerkosaan ini kan sudah berjalan 2 tahun, apa tidak ada gitu orang yang bisa menemukan pelakunya?" tanya Valerie.
"Gak ada Val, semuanya gagal," sahut Yuna.
"Bahkan dulu ada Detektif yang nyamar jadi siswi di sekolahan ini pun gak bisa menemukan pelakunya, malah dia sendiri yang jadi korban pembunuhan dan pemerkosaan itu," sambung Roy.
"Kenapa kalian tahu, kalau siswi itu seorang Detektif?" tanya Julian.
"Soalnya Pak Kepala Sekolah dulu mengumumkannya pada semua anak, makanya si pelaku tahu padahal Pak Kepala Sekolah tidak memberitahukan siapa orangnya, tapi si pelaku bisa mengetahuinya," seru Yuna.
"Berarti Kepala Sekolahnya yang bego, sudah tahu dia mau menyamar malah di umumin," celetuk Julian dengan santainya.
Roy menoyor kepala Julian dengan gemasnya. "Pelan-pelan kalau ngomong, aku aja yang brandalan kaya gini gak berani ngatain Kepala Sekolah," seru Roy.
Julian bangkit dari duduknya dan mencengkram kerah baju Roy. "Berani sekali kamu menyentuh kepalaku, dasar bocah tengil!" sentak Julian.
"Lah, bukanya kita sama-sama bocah," sahut Roy.
Valerie menarik baju Julian supaya duduk kembali, Valerie menatap tajam ke arah Julian dan Julian tahu apa arti dari tatapan itu.
Bel masuk pun berbunyi, Valerie dan Julian sudah mendapatkan kode untuk segera menjalankan misinya. Kejadian pembunuhan dan pemerkosaan selalu terjadi di saat jam belajar sedang berjalan, dan TKPnya selalu di gudang itu.
Jam tangan canggih milik Valerie menyala dan itu tandanya, saat ini Valerie harus segera menjalankan tugasnya.
"Jul, aku pergi dulu," bisik Valerie.
"Oke, nanti aku nyusul."
Valerie mengangkat tangannya. "Bu, maaf permisi ke toilet," seru Valerie.
"Silakan."
Valerie pun segera melangkahkan kakinya menuju toilet, Valerie tampak celingukan. Di jam belajar, suasana sekolah memang terasa sepi.
Valerie hendak membuka pintu toilet, tapi suara langkah kaki mulai terdengar di indra pendengaran Valerie. Valerie terdiam, dia memegang handle pintu toilet dengan sangat erat, bahkan Valerie sudah memasang kuda-kuda jika sesuatu mulai menyerangnya dengan tiba-tiba.
Suara langkah kaki itu mulai mendekat, dan Valerie belum berani membalikan tubuhnya. Hingga akhirnya orang itu mulai mendekat dan menyentuh pundak Valerie. Valerie menarik tangan orang itu dan melemparkan tubuhnya ke lantai.
"Astagfirullah Neng, kenapa Mang Udin dibanting?" keluh cleaning servis itu.
"Allahuakbar, maaf-maaf Mang habisnya Mang Udin ngagetin sih jadi aku reflek deh," seru Valerie membantu Mang Udin bangun.
"Tadi Mang Udin lihat Neng melamun aja di depan pintu toilet makanya Mang Udin menghampiri Neng."
"Aduh maaf Mang, Mang Udin tidak apa-apa kan?" tanya Valerie tidak enak.
"Pinggang Mang Udin kayanya encok, Neng."
"Mau aku bawa ke rumah sakit?"
"Tidak usah Neng, nanti Mang Udin ke tukang urut saja, kalau begitu Mang Udin ke belakang dulu ya."
"Sekali lagi maaf ya, Mang."
"Iya Neng, tidak apa-apa."
Mang Udin pun akhirnya pergi dengan langkah yang tertatih-tatih membuat Valerie meringis.
Setelah Mang Udin pergi, Valerie pun mulai melangkahkan kakinya menuju gudang belakang. Valerie mulai memasuki gudang itu, Valerie memperhatikan setiap sudut ruangan yang sudah dipenuhi dengan sarang laba-laba.
Tiba-tiba mulut Valerie di bekap dari belakang, Valerie tentu saja memberontak. Valerie memutar tangan si pelaku dan ternyata pelaku menggunakan topeng sehingga Valerie tidak bisa melihat wajahnya.
"Siapa kamu?" seru Valerie.
Orang itu mengeluarkan rantai dari dalam jaketnya yang biasa dia gunakan untuk menjerat leher korban setelah dia memperkosanya. Orang itu langsung menyerang Valerie tapi Valerie dengan sigap menghindar.
Seketika terjadi perkelahian antara pelaku dan Valerie, Valerie fokus ke topeng yang dipakai pelaku, dia ingin melepaskan topengnya untuk melihat wajah si pelaku.
Sementara itu, Julian sudah cukup lama menunggu hingga akhirnya dia pun ikut izin ke toilet untuk menyusul Valerie.
"Siapa kamu sebenarnya? kamu sudah membuat anak-anak di sini menjadi korbannya," seru Valerie di sela-sela perkelahiannya.
Valerie menghantam si pelaku dengan pukulannya, sehingga si pelaku langsung tumbang. Tangan Valerie terus saja meraih topeng di wajah si pelaku tapi tenaga si pelaku sangatlah kuat sehingga Valerie kewalahan.
"Val, Vale, kamu di mana?" teriak Julian.
Si pelaku panik dan memanfaatkan Valerie yang sedang lengah, si pelaku memukul wajah Valerie sehingga Valerie terjungkal ke belakang dan si pelaku langsung berlari.
Si pelaku keluar dari gudang dengan berlari bersamaan dengan Julian yang muncul di sana.
"Hai, tunggu kamu!" teriak Julian.
Julian segera berlari mengejar orang itu, tapi sayang Julian kehilangan jejaknya.
"Ah, sial...ke mana dia?" gumam Julian.
Nafas Julian ngos-ngosan, hingga akhirnya Julian pun memutuskan untuk kembali. Valerie keluar dari gudang itu dengan memegang hidungnya.
"Val, kamu gak apa-apa?" tanya Julian.
"Hidung aku berdarah, Jul."
"Ayo kita ke klinik, aku gak bisa menangkap orang itu, larinya cepat banget."
Valerie pun mendapat penanganan dari dokter klinik dan diberikan obat supaya tidak bengkak. Di sekolah itu, memang mempunyai klinik sendiri.
Seketika tawa Julian pecah membuat Valerie bingung. "Kenapa kamu ketawa?" ketus Valerie.
"Val, hidung kamu itu sudah hilang nyungseb ke dalam di tambah sekarang kena tonjok, makin gak kelihatan tuh hidung," ledek Julian.
Bugghhh...
Tanpa aba-aba, Valerie memukul hidung Julian dan seketika darah mengalir dari hidung Julian.
"Ah, apa-apaan sih kamu, Val?" sentak Julian.
Julian langsung menghampiri dokter dan meminta untuk mengobatinya.
"Loh, hidung kamu kenapa? perasaan barusan kamu baik-baik saja?" tanya dokter heran.
"Dipukul sama dia, dokter," tunjuk Julian.
"Biar samaan dokter, kita kan bestie kalau yang satu terluka, yang satunya lagi harus terluka juga," sahut Valerie.
"Bestie matamu soek, bagaimana kalau tulang hidungku patah? hidung mancungku bakalan tidak indah lagi," ketus Julian.
"Bodo."
Dokter klinik itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Setelah diobati, keduanya pun kembali ke kelas.
"Ya ampun, Bos kenapa?" tanya Roy.
"Gak kenapa-napa, tadi aku jatuh di toilet dan hidungku membentur bak air," dusta Valerie.
"Tapi kok samaan sama Julian?" tanya Yuna.
"Oh, kalau aku tadi jedotin hidung aku sendiri ke dinding," sahut Julian asal.
"Hah, kok bisa?" tanya Yuna.
"Bisalah."
"Kamu sinting ya, Jul, jangan-jangan kamu defresi lagi," ledek Roy.
"Apa kamu bilang? nih bocah memang harus di kasih pelajaran, ngelunjak mulu kelakuannya," seru Julian.
Roy langsung berdiri dan memasang kuda-kuda hendak melawan Julian.
"Ayo sini maju, memangnya kamu pikir, aku berani apa sama kamu?" seru Roy.
Baru saja Julian maju satu langkah, si Roy langsung bersujud di hadapan Julian membuat Julian menoyor kepala Roy dengan gemasnya.
"Makanya jangan sok-sokan mau nantangin aku," seru Julian.
"Lah, tadi kan aku bilang, siapa juga yang berani sama kamu," sahut Roy.
"Ah, lama-lama aku gibeng juga kamu."
Valerie hanya memijat kepalanya yang tiba-tiba berdenyut tanpa sebab, dia memikirkan pasti Dion bakalan ngamuk karena dia tidak berhasil menangkap pelaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
❤️Akunku
Gak apa apa saat ini gagal Valerie, karene kegagalan adalah keberhasilan yangg tertunda ,tetep berjuang lagi dan semangat ya
2022-08-29
3
Hoki Terus
makin penasaran aja dehhh ,kepo maksimal
2022-08-28
3
。.。:∞♡*♥
kasian amat julian, valerie dipukul dia juga harus kena😂😂😂
2022-08-21
1