selama dua tahun aku hidup bersama Mayang, dan Maria. aku baru melihat sisi lain dari adik ipar ku ini.
ku perhatikan keadaan di bawah sudah aman aku pun turun. "May, turun!" panggil ku.
"Apa sih Mas, lagi asik ni" aku membulat kan mata. asik di mananya coba?
"ayo May, cepat turun! keburu mereka kesini" ucap ku lagi.
kulihat Mayang, melemparkan beberapa buah-buahan. entah buah apa namanya aku tidak tau lalu ia segera turun.
"ayok!" ajak ku.
namun Mayang, masih saja memungut buahan itu, "Untuk apa sih May?" tanya ku
"Iya, untuk di makanlah Mas, Mayang lapar" ucap ku jujur.
terpaksa aku membantu Mayang membawa beberapa buah-buahan itu.
"Tapi May, kalau buah ini beracun gimana?"
"Enggak ko mas, tenang aja. ini manis-manis asam rasanya" aku memberi tahu.
"Tidak usah dimakan May!" aku memperingati lagi.
setelah itu buah yang aku genggam aku buang.
dapat kulihat raut muka Mayang, berubah cemberut. bukan kamu saja yang lapar May, aku juga.
kami berjalan bersisian, aku tidak pernah melepaskan genggaman tangan sedikit pun. aku takut kehilangan Mayang kembali.
tujuan ku saat ini adalah kembali ke mobil, agar kami segera meninggalkan tempat ini dan kembali kerumah Paman.
"Oh .. iya May, selain memanjat pohon. kamu pintar mamanjat apa lagi?!." tanyanya dengan gaya tengil
"Astarojim ... Mas Dimas!" pekik ku gemas.
"Astaghfirullah.. May, bukan Astarojim!" Mas Dimas memperbaiki kata-kata ku yang salah.
"Iya ... Mayang, tau kok"
"tunggu May, mobil kita?"
☘️☘️☘️
Alhamdulillah.. kami sudah aman berada di rumah Paman, untungnya beliau menyusul kami di hutan itu. Paman bilang ada seseorang yang melihat kami memasuki hutan terlarang itu.
lantas Paman segera menyusul kami setelah kepulangannya dari kunjungan di rumah kerabatnya yang lain.
sudah sepekan lebih kami disini. setelah aku dan Mayang, menceritakan tentang kehilangan Maria, Paman terlihat biasa saja.
aku tidak ingin berfikir negatif tentang Paman, mungkin beliau juga khawatir hanya saja beliau masih terlihat tenang dalam menghadapi masalah, tidak ingin terlihat panik.
aku dan Paman mengobrol di saung dekat sawah, disini sangat sejuk dan damai. pantas saja Mayang, marah ketika tahu aku berkunjung kesini hanya sendiri.
menurut cerita dari Paman, hobi Maria, dan Mayang, sangat berbeda.
pantas saja Mayang, lihai dalam memanjat pohon. rupanya Mayang, sejak kecil suka berpetualang.
dan Maria, Maria lebih suka menghabiskan waktu dirumah dan berbenah. pantas saja Istriku itu tidak pernah mengeluh sedikit pun.
memang aku akui, selama aku menjadi suami Maria, aku tidak pernah melihatnya meminta bantuan dari Mayang, adiknya atau pun aku.
Maria, begitu mandiri. dia juga pekerja keras, namun Maria, berubah dalam sekejap saat ini.
aku memutuskan akan pulang besok pagi ke kota, mengingat aku harus mencari keberadaan Maria, yang masih belum di temukan.
"Paman, makan siang sudah siap!" ucap Mayang yang tiba-tiba sudah berada di hadapan kami.
"Ayo. Dimas kita pulang!" ajak Paman aku mengangguk.
kulihat Mayang malah berlarian ketengah persawahan yang di temani Ratih anaknya Paman.
"Assalamualaikum.." salam ku ketika hendak masuk melewati pintu.
"wa'alaikumsalam.." sahut bibi. "Ayo Nak Dimas masuk mari makan!" imbuhnya lagi.
aku pun masuk dan duduk di samping paman, segera ku isi piring dengan nasi dan lauk.
"Bu, apakah anak-anak sudah makan?" Paman bertanya ke bibi.
"Ouh.. sudah pak, tapi ... Mayang belum makan katanya masih belum lapar" papar bibi menjelaskan.
kulihat Paman hanya manggut-manggut.
setelah selesai aku ikut Paman ke sawah. hanya sekedar melihat-lihat, aku tidak bisa membantu Paman.
kami Ke sawah berjalan kaki kata Paman lebih sehat berjalan kaki ketimbang mengunakan motor. persawahan paman tidak terlalu jauh, sampai disana banyak orang yang sudang memetik padi.
"Loh, inikan Mas-Mas yang tempo hari itu ya?" tanyanya, aku hanya tersenyum sebagai bentuk jawaban.
"Iya, dia keponakan saya," jawab Paman
"Iya, saya pikir sudah pulang' gak taunya belum" ucap bapak pemetik padi dengan senyum.
lalu paman menjelaskan ke si bapak pemetik padi, dimana kami tersesat di tengah hutan terlarang. Paman juga yang membatu menyelamat kan mobil kami ketika handak dirusak oleh manusia primitif itu.
untungnya Paman datang tepat waktu, jika tidak aku tidak tau apa yang akan terjadi dengan kami berdua.
"Sudah, Nak Dimas duduk saja di saung sana!" suruh paman.
aku hanya menurut, sawah paman benar-benar luas. Paman terbilang orang yang berada di desa ini, tapi paman dan bibi bersikap biasa saja.
tidak ingin terlihat kaya di mata orang-orang desa.
kalau menurut saya mah, rumah paman bukan di desa. lebih tepatnya pinggiran kota.
"Mas, mau ikutan gak?" tanya Mayang,
semenjak keberadaan kami disini Mayang, terlihat lebih bersahabat dengan diri ini.
"Kok bengong sih Mas?" tanyanya lagi yang membuyarkan lamunan ku.
"Nggak lah.. May, Mas, disini saja!"
"Iya sudah ... " jawabnya dan berlalu pergi.
aku hanya bisa geleng kepala, menurut ku Mayang, sudah cukup dewasa. tapi melihat tingkahnya bak seperti bocah yang masih ingusan.
pecicilan. lari sana sini, entah lah... aku teringat atas permintaan Maria, bagaimana jika Mayang beneran aku nikahi.
repot lah... hidup ku, aku bak seperti mengasuh anak kecil yang masih duduk di bangku SD.
"kamu dimana sayang?" ucap ku. yang mungkin hanya aku yang mendengarkan perkataan ku.
setelah hampir sore Paman mengajak kami pulang' aku dan Paman jalan bersisian.
Mayang, dan Ratih, pulang mengunakan sepeda berboncengan.
kami hanya bisa menatap punggung mereka dan akhirnya sepada yang mereka tumpangi nyungsep di pinggiran sawah.
terdengar suara teriakkan dari suara cempreng Mayang dan Ratih.
aku dan Paman segera berlari untuk membantu Mayang dan Ratih.
kulihat Ratih hanya sedikit luka. tapi Mayang, iya mengalami banyak luka pada bagian wajah, tangan dan juga kaki yg mengalami keseleo bisa dibilang tidak bisa digerakkan.
dengan terpaksa aku harus menggendong Mayang, di punggung belakang. tadinya paman yang ingin menggendong Mayang, aku tidak tega melihat paman yang sudah tua.
"Pelan donk Paman!, ini sangat sakit" teriak Mayang.
"Iya ini pelan, May"
kulihat Mayang, Mayang yang sejak tadi menangis akhirnya terlelap.
☘️☘️☘️
Alhamdulillah.. akhirnya kami sudah Sampai di rumah.
rumah begitu bersih dan rapi. tapi ... tunggu-tunggu! apakan ini artinya Mba Maria, telah kembali?!.
aku bergegas pergi kedalam rumah mencari Mba Maria.
"Mba!" panggil ku
"Mba, Maria!" ku ulangi panggilan ku.
terdengar suara tepukan tangan yang menggema dibruangan ini. aku pun mencari kearah sumber suara.
dan ... aku membalik badan. Mba ku sudah berdiri di anak tangga dan menatap kami tidak suka.
"ternyata benarkan ya, kalian memiliki hubungan spesial" tudingnya
aku langsung menarik tangan ku dari genggaman Mas Dimas, dan sedikit menjaga jarak darinya.
"Tidak sayang, apa yang kamu lihat itu tidak lah benar" terang Mas Dimas. sambil mengapit kedua pipi Mba Maria dengan kedua tangannya
"sudahlah Mas, semua sudah terbukti" tudingnya lagi. kali ini Mba ku menatap ku sinis.
aku menggeleng kepala, dan berusaha menjelaskan apa yang dia lihat itu tidak lah benar.
aku tidak mau merebut suaminya, "Mba!" mohon ku.
tapi Mba ku menepis tangan ini kuat, iya terlihat begitu marah besar dengan apa yang iya lihat itu tidak lah benar.
"keluar kalian dari rumah ini! kalian penghianat!" teriaknya lantang. aku terduduk lesu.
"Tega kamu May, kamu sudah merusak rumah tangga ku"
"tidak Mba, tidak! aku tidak seperti itu" ucap sesegukkan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Suci Fadila
aish dimas kok nanya nya kayak gitu sih kan aku jadi mali
2022-11-29
0