Sejak kecilnya Sekar, di panti asuhan, ajaran paling banyak diulang-ulang adalah untuk berbuat baik. Tentu semua anak pasti seperti itu. Baik dari pembimbing mereka maupun dari lingkungan mereka.
Untuk Rasyi sendiri, tidak hanya tante Sari yang merawatku sejak lahir, papa juga membagikannya dengan cara sendiri.
‘Bersikaplah sewajarnya dan seimbang.’
Kalimat itu yang bisa aku simpulkan dari sikap dan cara papa.
Artinya, aku harus murka kalau ada yang kurang ajar kan?
“Duh, kak. Kami ada jadwal bela diri hari ini~”
“Hihihihi, Sagara lucu deh,” aku tertawa, “Kamu mau bertanding denganku ya?”
“Aku, tidak bilang begitu,” dia tampak semakin ragu.
“Tenang saja, aku hanya bercanda~” aku merekahkan senyumanku lebih lebar, “Bertanding sportif kan tidak boleh dikerjakan sambil marah~”
“I, iya. Kami kerjakan kok,” untunglah Sagara paham.
Selama ini aku selalu mengomentari papa yang marahnya selalu memakai majas-majas rumit. Dengan menggunakannya beberapa kali saja, aku bisa merasakan kedamaian di tengah amukan di dalam diriku.
Layaknya amarah itu tertahan oleh rangkaian yang kamu buat dengan maksud yang tidak seperti yang terdengar.
Tenang saja. Aku tidak akan sekejam papa Rizki yang akan menghukum kalian dengan mengambil kebebasan kalian~
Lihat kan? Bahkan aku meminjamkan laptop-ku agar bisa membuat makalah kalian. Ditambah lagi aku akan bantu bagian file presentasinya nanti. Kurang baik apa aku?
“Kami duluan ya kak Rasyi,” bahkan anak-anak yang lain dengan baiknya bekerja sama.
Berdasarkan kenyataannya, kalian hanya perlu mengerjakan bagian kalian dan menyempurnakannya saja.
Senyumku setidaknya kali ini tulus, “Silahkan~”
“Terima kasih sudah dibantu kak~”
“Terima kasih kak,” mereka pergi dengan wajah lega.
Ya, dan berdasarkan kenyataannya, mereka ikut tertipu dengan kelakuan si kembar ini.
Aku dengar mereka berjanji-janji akan menyelesaikan laporannya karena tidak bisa ikut penelitian mereka kemarin. Hasilnya ya, si kembar ini tidak menyelesaikannya sampai tiga hari pengumpulan.
“Padahal aku pikir kami bisa bebas tugas,” gumam yang menjengkelkan ya, Sagara?
Aku masih tersenyum, “Sudah sampai mana~ <3”
Sovian terlihat ragu untuk menjawab, “Masih di pendahuluan….”
“Hmm…, begitu~” duh, adik-adikku yang manis ini.
Dua jam sejak kami berkumpul di taman sekolah agar bisa menyelesaikan semua ini sebelum besok, dan dia baru di sana? Mereka mau kita ada di sini sampai jam berapa? Jam delapan? Pagi?
“Gawat, kita tidak bisa kejar ketinggalannya kalau begitu saja,” aku meletakkan satu tanganku menahan satu pipiku, “Lebih baik percepat lagi jarinya, ya~”
“I, iya…,” setidaknya Sovian lebih paham dengan situasi.
“Jangan terlalu tegang⏤” kaget! Dingin!
Harun ih! “Minum dulu nih. Pasti selesai kok.”
Aku menerima botol teh dengan rasa manis buah-buahan itu. Kemarau ini memang sangat butuh minuman dingin seperti ini untuk menyegarkan kepala.
Untung saja hari ini ada tugas yang membuat kelas kami membawa laptop bila punya. Harun juga siap dengan dokumen kerja kelompok tahun lalu.
Yang terpenting, untung saja Harun mau memberikan file bersih kelompoknya untuk menjadi contekan. Kalau tidak, kami harus membuatnya dari nol.
Namun, tetap saja ya, kerja mereka lamban!
“Gimana kalau begini?” Harun menunjukkan layar laptopnya.
Kujauhkan botol yang baru aku teguk sedikit isinya, “Theme-nya tidak diganti sedikit? Warnanya, gitu?”
“Bisa sih,” ia tampak mengambil alih kembali sisa pekerjaan yang kutinggalkan.
Aku mengintip sedikit ke duo barbarian itu. Hmm… sepertinya mereka bisa menganggap serius pekerjaan kali ini⏤
[“Double Kill!”]
Eh?
[“Triple Kill!!”]
[“Quadruple Kill!!”]
Lihat wajah berkeringat mereka berdua.
Manisnya~
“Sagara~ Sovian~ Adikku yang manis~”
Sagara tampak kesal, “Kenapa?”
Kenapa kamu yang bertanya? Mau aku balik bertanya? “Apa tadi itu suara perut kalian?”
Benar-benar deh!!
“Padahal Rasyi sudah terlalu baik. Masih saja,” Harun memegangi kepalanya.
“Terserah!” Sagara malah berdiri dan menghantam meja taman yang melingkar itu, “Maaf deh sudah jail ke kamu! Sudah kan?!”
Mereka tidak ada harapan.
“Sudah sampai sini baru minta maaf?!” duh, Harun! Dia jadi ikut berdiri dan marah-marah. Ini bisa jadi bertambah buruk, “Seharusnya kalian sadar dari awal. Waktu dibantuin begini baru mengaca!”
“Oh, maaf deh. Gimana kalau kamu juga ikut mengaca?!” Sagara kenapa makin terprovokasi sih?!
“Tidak bisa, Saga. Harun tuh sudah buta gara-gara cii~ntaa~ nya sama Rasyi,” sekarang juga Sovian ikut berdiri!
Duh! Kedua pria ini sungguh deh!
Langsung aku raih kedua tangan orang yang saling berhadapan dimana aku duduk di antara berdirinya mereka.
“Sudah! Tidak ada yang selesai kalau kerjaan mereka kelahi,” berusaha aku menarik pelan ke bawah dua tangan itu mengisyaratkan untuk duduk di kursi mereka sebelumnya.
“Berisik!” Sagara langsung menarik tangannya terlepas dari genggamanku.
Nih anak tidak ada adabnya sama sekali! Mau anak siapa kek, aku ingin sekali melampiaskan yang meluap dari orang bernama amarah Rasyi di dalam lubuk hati ini.
Oh?! Dia sudah datang.
“Sial! Kamu bikin mual saja!! Kau⏤uff!”
“Auw!”
Kembar ini langsung memutar wajahnya ke belakang mereka dengan tampak kesal.
Sagara dan Sovian terkejut dengan sosok yang menahan kepala mereka dari belakang. Tentu saja mereka akan terkejut. Namanya saja surprise~
Bagaimana? Apa mereka sungguh tidak bisa berlaga lagi kali ini?
“Kak⏤”
“Kak Fares?!”
Wajah kak Fares tampak marah, “Kalian buat masalah apa kali ini?”
“I, itu…,” Sovian terbata-bata.
“Ini kan cuma candaan saja,” Sagara langsung mengulurkan jari telunjuknya padaku, “Nenek lampir ini yang lebai!”
“Saga, Vian…,” Fares melipat kedua tangannya.
“Kami minta maaf,” Sovian tampak merasa bersalah.
“Maaf,” oh, bahkan Sagara juga.
Aku sempat menyangka kak Fares terlalu melebih-lebihkan apa yang ia ceritakan saat si kembar akan mendengarkan apapun yang Fares bilang. Rupanya memang begitu jadinya.
Namun kenapa mudah sekali menenangkan mereka berdua sementara denganku mereka bertindak layaknya beruang grizzly yang kegemukan?!
“Gimana kak Fares bisa kenal nenek ini?”
Dasar manusia tidak berfilter!
“Saga. Rasyi itu lebih tua darimu. Yang sopan,” Fares kembali menegur.
“Kami kan lahir di tahun yang sama,” Sovian ikut membuka mulutnya.
“Dia kakak kelas cuma pakai jalan belakang,” apa yang kamu bilang, Sagara?
Rasanya ingin sekali aku menekuk lidahnya sampai patah ke belakang! Enak sekali dia bermain dengan kata-kata begitu!
“Kalian kan berbeda umur dua jam saja. Tapi kakak tetap yang lebih tua, ya kan?” oh, Fares mau membalas dengan diri mereka sendiri!
Untunglah anak kecil yang aku kelas sejak aku bayi ini, anak kecil yang dulunya ribut ini, sudah tumbuh menjadi sosok yang membanggakan. Aku tidak tahu aku akan memanggang mereka hidup-hidup sampai seperti apa.
Aku bukan nenek lampir dan aku tidak mau berubah menjadi itu.
“Rasyi bahkan satu bulan lebih tua dari kalian,” Fares kembali mengelus kepala mereka berdua, “Berhenti bikin susah. Rasyi sudah mau bantuin kalian nugas, loh.”
Sovian dan Sagara memutar pandangannya ke arahku.
Apa? Mau melakukan apa lagi mereka?!
“Maaf kami tidak sopan,” Sagara dengan muka asamnya.
“Maaf kak, kami tidak akan ganggu lagi,” Sovian menggaruk kepala bagian belakangnya, “Tolong bantu kami sama tugasnya.”
Ya, ya, ya~ Mereka juga pernah minta maaf. Dan itu hanya bau busuk lewat! Ada perbedaan ya~?
“Maafin mereka ya, Rasyi,” kak Fares ikut andil, “Kalau mereka nakal lagi, bilang saja ke kakak.”
“Enggak kok!”
“Tidak akan lagi!”
Duh, di situasi melo seperti ini yang aku pikirkan adalah aku yang jadi kakak kelas yang jahat.
Tentu saja dengan hati yang baik ini aku memaafkannya sampai sekarang. Bukan berarti kak Fares menyuruhku untuk percaya sepenuhnya dengan mereka kan?
Namun, kalau dilihat dari sisi lain, bisa jadi mereka hanya tidak tahu bagaimana cara berteman dengan lembut. Aku dengar kalau kehidupan sang kembar adalah satu sama lain.
Ya⏤
...
Aku melihatnya sekilas. Muka mereka mengejekku.
Tidak! Tidak ada tanda damai di antara kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments