Kelas seketika menjadi ajang pameran bakat para calon fashion show. Bahkan orang yang paling kaku dalam berpose saja dengan kerennya menunjukkan baju yang mereka kenakan.
Tentu saja! Siapa juga yang membuat baju simpel itu menjadi karya yang unik dan manis?
Walaupun kalian yang mengurus baju masing-masing, masih saja perlu aku. Merapikan, mengeringkan dan meluruskan tumpukan baju itu sampai begadang. Aku bahkan tidak sempat balik ke rumah Hendra.
Untungnya saat aku lihat kaca, kecantikan papa masih ada walaupun tampak lesu. Terima kasih wahai papaku tercinta untuk DNA-nya.
“Makasih Rasyi~”
“Kece gila!”
“Nanti aku traktir minum deh. Hihi.”
Senang saja ya kalian. Kalian tidak tahu saja kalau mataku punya kantung mata. Tidak kelihatan saja karena gen yang bagus.
“Nih,” Harun? Dia memberikanku sekotak kecil yang aku kenali walau semil jauhnya, “Cupcake coklat kesukaan Rasyi buat hadiah kerja kerasnya.”
“Duh, tidak perlu, Harun. Aku juga yang mau kerjakan kok,” aku harus menolaknya untuk sekarang.
Aku tidak boleh termakan hal penuh gula itu beberapa saat. Memang sulit menghadapi makanan favorit apalagi diberikan oleh orang yang terfavorit juga. Ini demi diet⏤bukan! Demi hidup sehat tanpa penyakit!
“Bisa disimpan dua harian, iya kan? Bawa saja pulang~” duh Harun⏤ “Nih,” lelaki ini masih saja menarik tanganku dengan paksaan lembut untuk menerimanya.
Yang tentu saja jantungku tidak mungkin kuat kalau disuruh menolaknya lebih dari ini. Gagalkah aku menurunkan berat ba⏤hidup sehat tanpa halangan?
[“Semuanya keluar kelas! Pembukaan mau dimulai. Cepat!”]
Pengeras suara itu sering kali mengejutkan, tidak mengenakkan aliran darah yang sudah dipompa kencang karena tekanan sebelumnya dari si Harun.
Walhasil, kami tidak ada pilihan selain mengikuti arahan yang sudah diulang berkali-kali.
Upacara, dengan atribut seaneh apapun, tetap akan dilaksanakan di gabungan antara lapangan basket atau futsal, lapangan voli dengan jalan luas yang memisahkan. Ruang yang sangat luas itu menjadi sangat panas.
Lautan murid yang identik dengan merah dan putih, ditambah celana matching celana olahraga biru muda. Upacara pembukaan dimulai dengan pengibaran bendera beserta proklamasi dari kepala sekolah.
Dan....
“Kelinci pendek tidak cocok sama warna merah.”
“Kayaknya lebih bagus pink. Menggambarkan kelemahan.”
Si kembar ini mulai lagi ya? Hewan kelinci kah yang kali ini kalian ikutkan dalam masalah? Iya... aku tahu aku seimut kelinci. Kalian senang sekali ya melihatku setelah bertatap pandang di upacara tadi.
Lelaki bernama Sagara ini mendekatiku, “Tapi kok kelinci kayaknya makin gendut?”
APAA?!! “Berat badanku masih normal!!”
“Wah, sensi nih. Pasti tebakanku benar.”
“Selamat! Hadiahmu adalah pukulan! Mau di mana? Kepala?!” kutunjukkan kepalan tangan kanan yang siap mengincar satu bagian mukanya yang ingin ia berikan untuk pukulan ini.
“Bisa tidak kalian berhenti?!” kaget! Harun tiba-tiba berteriak begitu!
“Iya-iya, maaf,” Sagara masih saja bermuka menjengkelkan.
“Kami bercanda kok, kak. Santai saja dong...,” Sovian tersenyum tipis layaknya tak suka dengan Harun.
Mungkin semacam inilah tabiat mereka. Tidak mungkin bisa berubah walau diturunkan titah oleh orang yang paling mereka segani sekalipun, Fares.
Inilah jadinya mereka. Kejahilan tingkat dewa, setidaknya itu memang sekedar candaan. Sejauh ini pun aku tidak melihat mereka bertingkah gila kecuali hanya mengejek-ejek aku bila tidak sengaja bertemu.
Tetap saja Harun tidak bisa percaya dengan cuma-cuma.
“Rasyi ikut lomba apaan?” Sagara, dia masih saja memanggilku dengan nama. Bahkan dia tidak mengakui Harun yang memang lebih tua dari kami.
Tidak. Aku tidak bisa membayangkan semenjengkelkan apa mukanya kalau dia mau memanggilku kakak. Itu artinya dia sudah ada dimana kejahilannya kelewatan batas.
Lebih baik ‘damai’ seperti sekarang ini daripada mericuh.
“Kami banyak banget disuruh ini itu. Lomba lari kah, makan kerupuk, banyak lah. Pusing!” Sagara sok memegangi keningnya. Ya, aku tahu itu ala-ala dia saja.
“Kamu juga ada lomba tarik tambang loh. Ingat,” Sovian ikut-ikutan.
“Oh, maaf,” kenapa tiba-tiba Sagara meminta maaf? “Yang pendek pasti tidak paham derita kami ya.”
Heh?
“Tidak papa kok jadi lemah. Tuh berat badanmu bisa tambah beban kalau diajak lomba.”
Manusia bernama Sagara ini punya kepribadian yang unik ya? Dasar hewan liar!
“Aauw!”
Keras dan cepat tanganku langsung menarik kerah anak ini. Membuatnya menunduk ke samping dan mendekatkan kepalanya ke arahku. Langsung aku lingkarkan lengan kananku dan mencapit lehernya.
“Tenang saja~ Aku juga kebagian lomba makan kerupuk~” aku mengatakannya tepat di telinganya, “Kelinci yang lemah ini akan bertanding denganmu, jerapah yang manis~”
“Le, lepasin!” Sagara berusaha melepaskan capitan lenganku.
“Suaraku pasti tidak sampai di telingamu yang tinggi itu! Makanya kan harus aku dekatkan~!” semakin aku keraskan suara di telinganya.
“Iya iya! Maaf!” Sagara malah ikutan teriak, “Vian! Tolong dong!!”
“Kak Rasyi, dia memang bodoh jadi maklumi. Tolong,” oh, aku suka permintaan maafmu, Sovian-ku yang manis~!
“Apaan?!”
Hmm? Sovian, walau tidak separah Sagara, biasanya juga rese anak yang satu itu. Jadi aku tidak mengira dia bisa lebih kalem dari yang aku kira.
...)( )( )( )( )( )( )( )( )( )( )(...
“Wira! Semangat!!”
“Kalau kalah, kamu harus potong rambut sampai botak loh!’
“Hah?!” Wira yang ada di lapangan tercengang hebat atas usulan suporternya.
A ha ha ha, itu memberi motivasi atau ancaman? Kelas ini memang tidak pernah bisa tenang. Menggila sampai ke jalan pikirannya juga.
DUM DUM DUMDUM!!
“Go go go!!” satu orang itu lagi. Dia semangat sekali memukuli alasnya si galon air mineral. Punya siapa juga tuh yang dipakai?
Ini lagi! Bunyi terompet yang hanya dua saja sudah menggelegar di sebelah kanan dan kiriku. Kelian menyolong itu dari tahun baruan ya?! Ribut banget! Seakan rombongan pawai pemilu!
Minum dulu deh, Rasyi.
Aku tahu kamu kaget dengan ramainya sekolah yang lebih dari biasanya. Padahal sebelumnya pun sudah seperti pasar yang menyertakan promo satu kilogram gratis dua kilogram.
Namun semua ini wajar. Lebih-lebih ini adalah pelampiasan anak-anak dari pelajaran yang membuat gila.
“Rasyi? Ada yang sakit?” Harun yang tampannya tidak bisa ditahan ini, tidak tanggung-tanggung berdiri lebih dekat denganku.
Jantungku!!
Aku menurunkan botol minumku setelah beberapa teguk aku ambil, “Tidak, cuma capek habis lomba tadi.”
Lelah itu tidak dibayar dengan kemenangan. Bertambahlah lelah itu dengan down. Memikirkannya saja sudah membuat seluruh badan mati rasa.
“Kalau capek, balik saja ke kelas.”
“Aku tidak papa, Harun~ Aku mau di sini sampai selesai~” aku memegangi erat botolku.
“Ya sudah. Kalau rasa tidak enak langsung bilang loh ya....”
Calon terindah milikku ini sangat menyenangkan di hati~ Rasanya mau aku cubit! “Iya~”
Walaupun sepele, rasanya tidak mau meninggalkan perasaan ini. Kebersamaan yang manis.
Bagaimana aku bisa melupakan dan merindukan hal ramai ini? Mungkin karena aku terlalu sibuk ketakutan.
Tenang, Rasyi. Pelan-pelan saja. Aku pasti bisa lepas sepenuhnya dari keterpurukanku. Sisa-sisa itu pasti bisa aku hilangkan. Dan aku bisa menikmati hari normal seperti ini.
Loh? Itu kan Sagara Sovian. Sagara sepertinya sedang membimbing Sovian sambil berjalan ke daerah lebih dalam sekolah, tempat berkumpulnya kelas-kelas.
Sovian? Dia kenapa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments