Hm? Ada toples kaca yang imut. Banyak gulungan kertas kecil di dalamnya. Warna-warni itu disusun sedemikian rupa layaknya pelangi.
Kenapa ada di mejaku?
“Punya kamu ya?” Harun duduk di kursi depanku dan menghadapkan tubuhnya ke arahku.
“Bukan,” aku mengambil duduk.
Aku mengamati lebih dekat toples kecil kaca itu sambil melepaskan ransel simple dengan warna cream dan hijau sage. Ditemani gantungan kunci boneka teddy bear coklat yang berbulu halus dan tebal.
“Terus punya siapa?” Firna yang sedari tadi sudah datang di sampingku ikut kebingungan dengan apa yang aku genggam.
“Coba aku buka saja deh,” kuputar tutup hitam dari toples yang tingginya tidak lebih dari sepuluh sentimeter.
Entah bagaimana hatiku berdetak kencang. Harun memang mengatakan seakan tidak tahu akan hal ini, tapi siapa yang tahu kalau saja dia berbohong dan membuatkan surprise untukku. Aku akan tahu saat aku membuka salah satu gulungan kertasnya.
Warna merah di atas menarik perhatian jariku. Terbukalah gulungan itu dan aku pun membaca⏤
Langsung aku mengembalikan kertas itu dan menutupnya. Mengulurkannya dengan rasa tidak mau tahu, “Harun~ Tolong dibuangkan ya~” senyum ini aku paksa untuk menahan amarahku.
“Loh? Kenapa? Apa isinya?” Firna tampak penasaran.
Harun ikut penasaran dan membuka toples itu setelah menerimanya dariku. Membuka kertas yang kupaksa masuk tadi. Ya, mukanya bukan pertanda baik.
“Apa sih?” Firna langsung merebut apa yang ada di tangan Harun yang terkejut. Terdiam ia dibuat oleh tulisan itu, “Oh, kerjaan si duo itu ya?”
Sungguh! Mereka niat sekali membuat yang seperti ini!
Apa benar seluruh kertas di toples kaca berisikan semua ejekan yang biasa mereka sebutkan dalam satu minggu ini?!
Kalau saja aku menceritakannya ke orang-orang luar, mungkin mereka akan mengatakan itu hanya iseng dan menganggapnya lucu.
Lucu dari mananya?! Semenjak hari aku berpapasan dengan mereka, yang mereka lakukan selama seminggu adalah mengejekku yang aneh-aneh! Seminggu penuh sapaan mereka isinya hanya tentang seberapa pendeknya aku.
Bahkan mereka tidak memanggilku dengan sebutan kakak!
Tekadku memang masih utuh untuk setidaknya tidak pura-pura menjadi orang asing bagi mereka, tapi rasanya itu malah memberatkan jiwaku. Mereka malah semakin meningkatkan kadar kreatifitas dalam kejahilan mereka.
Kemarin saja mereka meminta orang untuk memberikan aku buket dengan pesan ejekan dari mereka.
Dasar si kembar kurang kerjaan!!
“Sudah aku bilang, mereka tidak berguna. Jangan urusi mereka lagi,” Harun kembali ke mode kasar, “Kenapa sih kamu masih mau membela mereka?”
Entahlah. Kenapa ya, Rasyi?
“Aku sudah janji sama papa,” alasan saja yang keluar dari mulutku.
“Rasyi selalu saja terlalu baik~” Firna mengetukkan pundakku dengan pundaknya.
Iya, aku dibesarkan terlalu baik. Bahkan kalimat papa seakan menghipnotisku untuk tetap bertahan. Khususnya yang bilang ada yang perlu aku tanyakan langsung pada mereka.
Ataukah mungkin aku ditarik oleh rasa kepo-ku.
Hah, aku memasukkan diriku sendiri dalam masalah.
Dengan kesal Harun berdiri dari “Ya sudah. Aku buang ini dulu.”
Berbalik aku beri senyum, “Makasih~”
Lelaki hanya membalas senyumanku. Membawa hadiah toples yang disiapkan para iblis.
Sekarang, apa yang harus aku lakukan tentang si kembar yang manis?
“Tapi, Rasyi, bukannya kamu bilang papa-mu juga tergantung sama kamunya. Kenapa jadinya kamu yang pingin banget begitu?” Firna kembali membahas.
Itu dia masalahnya. Sepertinya ada yang tertinggal di ujung lidah, “Itu⏤”
“Jangan tarik-tarik!”
Ribut-ribut apa yang lagi-lagi muncul sekarang? Di depan kelas?
“Sakit we!”
Heh?
“Ikut saja!”
Kenapa lagi ini?! Apa lagi kejadian yang membuat Harun sampai menyeret si kembar menuju kemari?!
“Harun, kenapa bawa-bawa mereka?” terima kasih Firna sudah menyuarakan isi hatiku yang bergejolak ini.
“Mereka mau bikin jebakan untuk Rasyi, lagi,” lelaki ini masih menahan gerak si kembar yang pada dasarnya memang lebih pendek dari Harun.
Tidak seharusnya aku bertanya, tapi…, “Jebakan apa?”
Wajah Harun tampak ragu, “Mereka… mau bikin confetti pakai… tumpukan kertas yang isinya olok-olok buat kamu.”
Sudah aku sudah lebih baik aku tidak bertanya.
Itu kan surprise terniat dari adik-adikku yang manis. Lebih lagi ini akan merepotkanku untuk harus membersihkan bekas kerjaan mereka. Yang harus aku lakukan pastinya menunggu, bukannya mengacaukan surprise mereka.
Ndasmu!
Di dalam imajinasiku yang meliar, aku ingin sekali melempar toples kaca tadi ke arah mereka! Wahai para iblis! Bertaubatlah!!
“Rasyi masih saja tersenyum ya, aslinya pasti kesal~” Firna menusuk-nusuk wajahku yang ternyata benar masih mode tersenyum manis.
Aku tahu ini adalah kenakalan kekanak-kanakan yang paling niat yang pernah aku rasakan. Namun bagaimana bisa aku sabar dengan kelakuan yang menumpuk seperti ini? Manusia tetap saja manusia!
Salah satu dari si kembar yang aku yakini adalah Sagara itu kuincar tangannya. Menarik pelan mendekatiku. Untung sekali aku sudah terbiasa tersenyum manis di segala kondisi.
“Duduk dulu yuk. Kita ngobrol sedikit~” ikuti saja kata-kata kakak kelasmu yang cantik ini. Sekali saja~!
“Dih! Sudah dibilangin jangan tebar pesona.”
Nih anak aku colok saja hidungnya pakai tutup pulpen, mungkin ya?
“Tidak usah repot-repot, Rasyi. Aku hukum saja mereka setelah ini,” Harun, tolong jangan keluar dari karakter.
“Wah, Harun parah,” satu dari mereka yang aku tahu bernama Sovian ini malah memulai membuka moncongnya.
“Iya,” Sagara ikut-ikutan, “Padahal yang mulai masalah ke kami kan Rasyi.”
Dibilangin! Kalian yang cegat aku di pintu!!
Sebelum semua orang semakin mendidih amarahnya sampai ke ubun-ubun, aku harus bertindak. Aku langsung saja deh ke permasalahannya.
“Kalian sebenci itunya denganku?” kukeluarkan wajah sedih paling maksimal yang bisa aku lakukan.
Harun tampak terkejut, “Jangan pikirkan mereka, Rasyi. Mereka⏤”
“Kami tidak benci Rasyi kok.”
“Kata siapa emang?”
...
Tolong nih. Kalau tidak benci, kenapa mereka sebesar itu niatnya mengerjaiku?
Firna ikut kebingungan, “Tapi kan kalian selalu gangguin Rasyi.”
Sagara mengeluarkan wajah seperti orang bodoh. “Memangnya kami mengganggu?”
“Kami cuma mau bergaul sama kamu,” Sovian tersenyum, “Itu yang kamu mau kan?”
Wow.
“Itu cuma alasan!” Harun sepertinya sudah mencapai batas, “Kalian jelas-jelas kerjain Rasyi satu minggu ini!”
“Sudah dibilangin kan, kami itu mau bergaul saja,” Sagara menekankan apa yang dia sudah sebut tadi.
“Bergaul tapi seperti itu?!” tolong, Harun. Tenang dulu….
“Aku dan Vian juga seperti itu. Kami saling kerjain. Tapi kami tidak papa tuh,” wajah Sagara sudah sangat menjengkelkan.
“Kalau kalian mau begitu, lakukan antara kalian saja. Jangan ke orang lain,” Harun masih saja mengamuk.
“Rasyi tidak pernah protes tuh,” Sagara menunjukku, “ Lihat tuh, dia senyum-senyum saja.”
Aku tersenyum karena aku tidak bisa menahan rasa maluku! Semua orang di kelas ini sudah menatapi kami sambil berbisik-bisik ria. Aku tidak bisa memindahkan wajah ini ke suatu tempat. Tentu saja aku hanya bisa tersenyum!
Namun, “Bukan begitu!!” berteriak aku tidak mau tahu lagi.
Fuuh! Semuanya tenang juga akhirnya.
“Ra, Rasyi” Firna sepertinya sampai terkejut sekali.
Aku menyatukan kedua tanganku di dekat wajahku, “Maaf, Sovian, Sagara. Ayah kita bertiga memang meminta aku untuk temani kalian, tapi aku tidak bisa ikut cara kalian.”
Sepertinya mereka masih mendengarkanku.
“Tapi aku akan bantuin kalian kalau kalian butuh aku kok,” aku menatap mereka berusaha mengeluarkan keseriusanku, “Jadi, mm…,” kutahan bicaraku sesaat, “Tolong jangan kasar-kasar denganku ya? Please.”
Aku sudah mengatakan selembut mungkin. Kalau tidak bisa berhasil juga, berarti mereka memang tidak bisa tertolong⏤
“Baiklah.”
Heh?
“Maaf ya, kami tidak akan begitu lagi kok,” Sovian melanjutkan ucapan Sagara,
Pergi mereka meninggalkan kami. Tanpa membiarkan aku bernafas terlebih dahulu dari rasa terkejutku.
Si kembar itu sungguh mendengarkanku?!
“Rasyi,” Harun memecahkan rasa terkejut ini, “Rasyi percaya omongan mereka?”
Tentu saja! “Tidak.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments