Di sebuah negeri yang jauh, hiduplah seorang raja tampan yang bijaksana. Ia tinggal di sebuah Istana yang indah bersama Ratu dan Pangeran. Orang-orang di negeri itu sangat mencintai mereka.
Sang Ratu sangat mendambakan seorang putri. Setiap hari ia berdoa agar mendapatkannya.
Di suatu malam, Ratu bertemu dengan peri kecil.
“Aku mendengarkan keluhanmu, yang mulia. Aku bisa membantumu,” kata peri itu.
Peri itu menyulap sebuah bunga yang cantik di tangan Ratu.
“Rawat dan sayangilah bunga ini, maka dia akan mengabulkan harapanmu,” jelas peri itu.
“Tapi Ingat. Bunga ini akan mengambil semua yang kamu sayangi bila kamu tidak menyayanginya,” tambah peri itu.
Ratu membawa bunga itu dan merawatnya. Tibalah hari yang ditunggu. Terdengar kabar sang Ratu mengandung seorang putri. Orang-orang di negeri itu menyambutnya dengan suka cita.
Semua orang memberikan kado yang luar biasa untuk Putri. Sang Pangeran tidak ingin kalah.
“Ayah, ibu. Izinkan aku pergi ke ujung paling selatan negeri untuk mendapatkan permata indah untuk adikku,” kata Pangeran.
Raja dan Ratu mengizinkannya. Berangkatlah Pangeran ke ujung selatan negeri.
Kabar buruk! Sang Pangeran mengalami kecelakaan di perjalanannya. Negeri sedih karena kehilangan satu-satunya pangeran mereka.
Ratu mengurung diri di kamarnya. Sedih atas kepergian putranya.
“Bunganya!” ratu tersadar bunga emasnya tidak lagi di kamarnya.
“Saya sudah membuangnya, yang Mulia. Bunga itu sudah kering dan mati,” seorang pelayan menjelaskannya.
“Bagaimana ini, dia akan mengambil semua yang aku sayangi,” gerutu Ratu.
Kekhawatiran Ratu benar. Kerajaan diserang! Pelan-pelan Raja berhasil menyerang balik mereka. Namun sayang, Ratu terluka parah.
Raja berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Ratu tidak bisa selamat. Tetapi, mereka juga bisa bergembira. Sang putri berhasil diselamatkan.
Semua orang mencintainya. Dia dimanjakan oleh banyak pelayan dan barang-barang mewah. Ia menerima banyak kasih sayang.
Tetapi, sang Raja masih sedih dengan kehilangan Pangeran dan Ratu. Sang putri tumbuh semakin besar dan setiap hari menjadi cantik. Semakin besar juga keinginan untuk menemui ayahnya.
Suatu malam, Putri menjumpai peri kecil.
“Aku mendengarkan keluhanmu, yang mulia. Aku bisa membantumu,” kata peri itu.
Peri itu menyulap sebuah bunga yang cantik di tangan Putri.
“Rawat dan sayangilah bunga ini, maka dia akan mengabulkan harapanmu,” jelas peri itu.
“Tapi Ingat. Bunga ini akan mengambil semua yang kamu sayangi bila kamu tidak menyayanginya,” tambah peri itu.
Putri menjadi takut dengan peringatan si peri. Dia menolaknya dengan lembut.
“Aku tidak perlu ini. Aku bisa membuat ayah menyayangiku dengan usahaku sendiri.”
Sang peri itu marah, “Lihat saja nanti! Kamu akan menyesalinya!” ia menghilang membawa bunga emas itu.
Peri yang penuh kemarahan menyulap para orang jahat.
“Pergilah dan beri peringatan untuk putri yang angkuh itu!” seru sang peri.
Keesokan harinya, istana diserang oleh banyak musuh. Mereka membawa pergi sang putri.
Putri merasa takut, “Ayah, aku mohon tolong aku.”
Sang putri merasa sedih mengingat bahwa sang ayah bisa saja tidak mau mencarinya. Ia berpikir, mungkin saja Raja membencinya.
Dari jauh terdengar suara tapak kuda.
Itu sang Raja! Sosok nan gagah itu berhasil mengamankan putrinya dan mengalahkan penjahat-penjahat itu.
Putri selamat! Sang Raja membawa pulang putri kembali ke istana.
Di istana, sudah banyak orang yang berkumpul. Putri terkejut melihat peri yang ditemui kemarin.
“Lepaskan aku!” si peri ini berseru dari balik kotak kaca yang tebal.
Ternyata, Raja menjauhkan dirinya pada Putri karena ingin memancing peri kecil itu. Peri kecil ini sudah dikenal sebagai penipu jahil yang mencari untung dengan menjanjikan sihir. Keluarga kerajaan sudah berkali-kali ditipu olehnya. Maka raja harus merelakan anaknya untuk memancing peri itu.
“Maafkan ayah, si peri licik itu tidak akan keluar kalau tidak ada yang dimangsa,” Raja menjelaskan.
“Dia selalu mencari keuntungan dari keluarga kita, termasuk ibumu. Ayah tidak bisa membiarkannya lebih lama,” lanjut Raja, “Maafkan ayah sudah membuatmu sedih.”
Putri memeluk ayah ini dengan penuh kasih sayang.
“Tidak apa, ayah. Aku senang ayah menyayangiku.”
Raja berjanji akan terus bersama dengan putri ini. Mereka melewati hari-hari menyenangkan bersama-sama.
Kisah ditamatkan dengan berbuka. Bahagia itu dilewati dengan hari-hari yang belum tentu. Tanpa diketahui pembaca, kisah ini masih banyak menyimpan misteri.
Layaknya aku saja.
“Cama-cama?”
Oh iya. Aku hampir lupa aku sedang bermain dengan anak dua tahun ini.
“Iya~” kembali aku tersenyum basa-basi, “Putri sama Raja main sama-sama~”
“Kayak kakak!”
“Daffa pintar deh~”
“Daffa mau gambal!”
Tidak!!
Langsung aku angkat buku tebal itu ke atas, menjauhkan anak yang aku pangku. Siapa sangka dia sudah siap dengan krayon merahnya untuk menambah warna di buku dongeng pop-up ini,
“Daffa jangan gambar disini. Yuk kita cari kertas yang besar,” kututup buku dongeng handmade itu.
“Gambal sama kakak?”
“Iya, sama kakak. Yuk,” aku menurunkan bocah manis itu.
Aku menyiapkan kertas-kertas yang banyak menumpuk di ruang tengah. Menyebarkan batang-batang krayon yang bisa ia mainkan.
Seperti biasa aku mencoba untuk menggambar dengan sederhana. Tidak perlu repot, karena sebagus apapun akan dicoret dengan warna-warni yang si kecil inginkan.
Duh, sakit sekali. Gambaranku seperti hanya sekedar garis acak saja.
Harus seperti ini kah menjadi babysitter selama sehari? Ini bukan pekerjaan yang mengasyikkan untukku yang bukan pecinta anak kecil. Tidak yang tenang, tidak juga yang ribut seperti anak ini.
Aku tahu aku ingin hidup normal. Tidak seperti kisah petualangan yang menantang adrenalin dan nyawa. Namun, bukan berarti aku suka mengerjakan hal yang seharusnya bukan kerjaanku.
“Memang papa tidak boleh minta tolong sebentar?”
Wow, apa papa sungguh bukan supervillain yang bisa membaca pikiran? Daripada membaca kekesalan putrinya, bukankah anda seharusnya memenuhi janji anda pada ibu anak ini dan menjaganya. Jangan melepas tanggung jawab!
“Rasyi itu mudah ditebak,” ia ikut duduk di samping kami.
Iya, iya. Sudah! “Papa kerjanya selesai~?”
“Kamu bisa tinggalkan Daffa.”
Jawabannya yang menyegarkan sekaligus menjengkelkan dari bibir itu. Kamu benar-benar sangat beruntung wajahmu itu mempesona, kalau tidak aku akan mencakar habis hidungmu itu!
Namun aku tidak bisa santai dulu, hiks, “Rasyi mau kerjakan PR,” lelahnya full day dan PR ini.
“Rasyi bacakan itu?”
Hmm? Oh, maksudnya buku ini, “Tidak boleh?”
“Ecca dongeng sama kakak!” Daffa kembali semangat sambil mengangkat satu krayonnya ke dekat wajah papa, “Telus gambal cama-cama!”
“Begitu ya?” papa mengambil krayon itu, “Ya terserah Rasyi. Itu kan punya Rasyi juga. Papa cuma pikir Daffa bakal robek-robek bukunya.”
A ha ha, masuk akal~
“Sudah, sana kerjakan PR-nya,” papa sepertinya mulai ikut sibuk menggambar bersama Daffa.
Hanya perasaanku saja kah? “Papa kesal buku mama dilihatkan ke orang?”
Ia terdiam sejenak, beberapa detik ia akhirnya menarik pandangannya ke arahku, “Apa kelihatan begitu?”
“Ini kan punya mama, Rasyi cuma pikir kalau papa tidak mau kalau sampai buku mama kenapa-napa.”
Tiba-tiba tangan papa menepuk kepalaku, “Pertama, buku itu bukan buatan mamanya Rasyi, tapi buatan Rasyi sendiri. Kedua, kamu suka simpan buku itu. Papa cukup begitu saja. Kalau Rasyi tidak suka… berikan saja ke papa ya?”
Ah, kurasa papa masih dan akan tetap merindukan sosok wanita yang tidak pernah aku temui itu. Tentu saja buku ini masih ada kesannya walaupun sudah aku buat ulang.
“Tidak boleh! Ini punya Rasyi!” aku berusaha menggodanya.
“Ya sudah, pikirin PR-nya sana.”
Iiih! Papa ini tidak bisa dikerjai sedetik saja!
“Oh, Rasyi,” suara itu memancingku mencari wajah yang masih sibuk bermain dengan Daffa, “Sudah siapkan baju gantinya kan?”
Hmm?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments