"Hubungi gue kalau ada apa-apa." ucap Satria menepuk pundak Langit pelan, sebelum kemudian meninggalkan Langit dirumahnya seorang diri.
Langit menyenderkan kepalanya disenderan sofa, memijat dahinya yang masih menyisakan denyutan, sore ini ia baru saja tiba dari rumah sakit dengan di antar oleh Satria beberapa menit yang lalu.
"Eh, mas Langit? yaampun mas Langit sudah pulang, sudah sehat mas?" bi Esih yang baru saja tiba dirumah sehabis belanja untuk keperluan makan malam dibuat terkejut, sekaligus merasa senang dengan kepulangan majikannya mudanya sore ini.
Ia memang sempat mendengar dari mang Aan bahwa tiga hari yang lalu Langit sudah pulang dari Bandung, namun ia juga tidak menyangka jika pada malam harinya ia mendapatkan kabar bahwa Langit tengah dirawat disebuah Rumah sakit.
"Mendingan bi, oh iya bi! mang Aan kemana, barusan saya nggak lihat dia didepan.''
"Dia lagi kebelakang mas, bolak-balik terus dari tadi, gara-gara makan rujak yang dikasih si Lela kemarin sore."
"Masa sih bi? ada-ada saja mang Aan."
"Emang mas, aneh-aneh diamah! oh iya mas bibi sampai lupa, diatas ada mbak Sita."
''Kak Sita?" tanya Langit dengan kernyitan didahinya.
"Iya mas, tadi siang Mbak Sita sampai sini."
"Sama suaminya?"
"Nggak mas, dia datang sendiri, terus wajahnya kayak yang sedih gitu."
"Bibi tanya nggak dia kenapa?"
Bi Esih menggelengkan kepalanya, "Nggak sempat mas, mbak Sita keburu masuk kamar! katanya dia mau istirahat sambil menunggu mas Langit pulang kerja, mungkin karena mbak Sita nggak tahu kalau mas Langit sedang dirawat."
"Mbak Sita juga melarang saya membangunkan nya kalau mas Langit belum pulang." lanjut bi Esih.
"Yasudah bi, kalau begitu saya keatas dulu ya." pamitnya.
"Perlu bantuan Nggak mas?" tanyanya saat melihat Langit berjalan dengan sedikit sempoyongan.
"Nggak bi, saya nggak apa-apa."
"Tapi mas_"
"Nggak apa-apa bi, saya hanya perlu sedikit keseimbangan, mungkin karena kemarin-kemarin terlalu banyak tidur dan kurang gerak, jadi masih terasa pusing." jelas Langit, menenangkan bi Esih yang tampak khawatir dengan kondisinya saat ini.
"Yasudah, tapi hati-hati lho mas."
"Iya bi."
Langit melewati undakan anak tangga satu persatu menuju kamar yang biasa Sita tempati ketika berkunjung kerumahnya enam atau satu tahun sekali.
Sempat mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada jawaban, membuat Langit memutuskan memasuki kamar tersebut membuka pintu dengan gerakan perlahan.
Didalam sana sang kakak tampak celingukan, menutup mulutnya yang menguap beberapa kali.
"Lang, udah pulang?" tanyanya, beringsut turun dari ranjang, seraya menggelung rambutnya yang sedikit berantakan.
"Kak, sehat?" ucapnya meraih tangan Sita dan menyalaminya.
"Sehat Lang, kamu sendiri_" Sita menjeda ucapannya, saat menyadari ada sesuatu yang aneh dengan tubuh dan wajah adiknya.
"Kamu kenapa, sakit Lang? pucat banget sih." Sita menyentuh wajah Langit kemudian memeriksanya dari atas sampai bawah.
"Kurus banget kamu Lang."
"Ayok kak, kebawah! makan dulu, bi Esih bilang dari siang kakak mengurung diri terus dikamar." ucap Langit tanpa mempedulikan rentetan kalimat berupa pertanyaan yang dilontarkan sang kakak terhadap nya.
"Lang, kamu belum menjawab pertanyaan kakak lho barusan." Sita menahan tangan Langit yang terus menariknya menuju lantai bawah.
"Aku akan jawab, tapi setelah memastikan kak Sita selesai makan." ucap Langit yang terus melangkahkan kakinya menuju dapur.
"Tap_"
"Makan kak!" potong Langit, menarik salah satu kursi begitu mereka sampai dimeja makan.
"Lang_"
"Habiskan dulu makannya, baru setelah ini kita akan membahas apapun yang ingin kakak bahas." sela Langit yang terdengar tegas dan tidak ingin dibantah.
"Tapi kamu_" Sita menatap piring Langi yang masih kosong tak terisi satu butir nasi pun.
"Aku udah makan tadi, sebelum pulang."
Tak ingin memperlambat waktu, Sita pun segera menghabiskan makanannya.
*
*
"Kenapa mas Dio Nggak diajak sekalian kesini kak?" tanya Langit, kini mereka berdua sedang berada di taman belakang, dengan posisi Langit yang berdiri membelakangi Sita sambil memberi makan ikan mas bule totol-totol yang dijadikannya sebagai Ikan bersejarah.
"Mas Dio_"
"Sibuk?! kerja apa dia sekarang?" potong Langit, ia seolah tidak memberi Sita kesempatan untuk banyak bicara, terutama mengenai pembahasan Dio, suaminya.
"Lang, kakak_"
"Berapa juta yang sekarang kakak butuhkan." tanyanya tanpa menoleh kearah sang kakak, ia bahkan sampai lupa dengan rasa sakitnya.
Dibelakangnya Sita tampak menunduk, seraya menggigit bibirnya kelu, rupanya Langit sudah paham dengan arti dari kedatangannya Kerumah itu.
"Se-sepuluh juta Lang." jawabnya dengan mata terpejam, malu tentunya, karena ini bukan pertama kalinya ia datang menemui sang adik hanya untuk meminjam uang.
"Kali ini untuk usaha apa lagi kak?" tanyanya pelan, namun terdapat berupa sindiran keras didalamnya.
"I-itu_"
Langit mengepalkan kedua tangannya, menoleh menatap sang kakak yang kini tengah tertunduk.
"Kak, sampai kapan? sampai kapan kakak akan membiarkan si bajiingan itu terus memanfaatkan kakak seperti ini?"
"Kakak masih muda, masih banyak laki-laki yang mau sama kakak termasuk mas Wisnu, yang sampai saat ini masih setia menunggu kakak."
"Kak sadarlah, dia itu sudah membuat kakak banyak menderita selama ini, dia nggak pantas buat kakak."
"Kakak lupa bagaimana bajiingan itu berkali-kali mengkhianati dan_"
"Cukup Lang!" Sita beranjak dari duduknya, menatap tajam pada sang adik.
"Cukup! yang kamu jelek-jelekin barusan itu suami kakak, kakak ipar kamu, apa susahnya sih tinggal bilang bisa pinjemin atau nggak uangnya? jangan merambat kemana-mana." Sita terlihat marah.
"Kak, aku bisa aja ngasih berapapun yang kakak mau, dan nggak akan aku anggap sebagai hutang, tapi tidak untuk mas Dio kak."
"Lang_"
"Sejak awal dia itu bukan laki-laki yang baik kak, please! kakak sudahi saja ya, untuk apa kakak mempertahankan laki-laki seperti dia."
"Langit!"
"Aku tidak ingin melihat kakak terus-terusan seperti ini_"
"Seperti apa yang kamu maksud?"
"Kakak terlalu banyak berkorban harta maupun waktu untuk dia dan terbuang dengan sia-sia."
Sita tersenyum sinis, "Lalu apa bedanya sama kamu Lang? kamu memutuskan Vina putri tunggal sang pejabat hanya karena ingin menjadikan gadis kecil itu satu-satunya dalam hidup kamu, menunggunya sampai sekarang, yang bahkan entah akan kembali atau tidak."
"Kak?"
"Kenapa? kakak benar bukan? Kamu memilih dia karena Cinta, dan dari cinta yang kamu miliki itu kamu seolah buta, kamu tidak peduli dengan apapun, dan siapapun! kamu hanya akan peduli dengan satu orang yang kamu cintai, tidak peduli berapa lama harus menunggu dan berkorban."
Deg!
"Seperti itulah yang selalu ingin kakak lakukan agar mas Dio selalu berada disisi kakak."
Langit tertunduk lesu, entah mengapa hal apapun terasa menjadi lebih sensitif saat ingatannya tiba-tiba dipenuhi oleh bayang-bayang Cantika.
*
*
Hallo semuanya, readers tercinta 🥰
apa kabarnya? semoga sehat selalu ya☺️
Terimakasih Author selalu ucapkan pada readers semua yang sudah menyempatkan untuk mampir di karya receh Author yang satu ini.
Terimakasih atas dukungan, like, serta komentar lucu nan menggemaskan dari readers semua yang tidak bisa Author balas satu persatu.
I ❤️ U
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
BODOH,,punya laki kayak gitu masih aja di pertahankan,sampai kapan mau pinjam uang,tapi gak ada hasilnya🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️jgn2 uang itu utk traktir cewek,,,
2023-01-12
0
Ris Andika Pujiono
hubungan toxic
2022-10-16
0
Dyra
Oowlaaah ternyata kakak'y jahat dong, selalu minta uang sama Gilang yg notaben'y gak sedikit... 😟😟
Kaka othor udahan dong jangan biarin Gilang dan Cantika diem2n mulu, persatuaknlah mereka, kesian Gilang 😭
2022-08-03
1