Bab. XIX Dimana anak kita?

Nathan berusaha terus mengejar angkot yang ditumpangi Bunga. Saat angkot berhenti, Nathan ikut menepi sambil memperhatikan siapa yang turun. Jika bukan Bunga, maka ia melanjutkan mengikuti angkot itu lagi hingga angkot itu berhenti di komplek pertokoan yang bersebelahan dengan sebuah bank.

Lalu Nathan melihat Bunga turun dan membayar uang angkot kemudian masuk ke salah satu toko. Setelah memastikan keberadaan Bunga, barulah Nathan mencari tempat untuk memarkir kendaraannya. Sayangnya, ia tidak bisa memarkir mobilnya sembarangan sesuai peraturan tidak boleh memarkir kendaraan di bahu jalan. Akhirnya, Nathan pun terpaksa memarkir mobilnya di tempat parkir yang jaraknya ternyata cukup jauh.

Setelah mobilnya terparkir sempurna, Nathan pun berlarian untuk kembali ke toko yang dimasuki Bunga tadi. Toko itu ternyata cukup ramai saat itu, membuat Nathan sedikit kesulitan untuk mencari Bunga. Namun syukurlah, akhirnya ia melihat keberadaan Bunga yang ternyata sedang berjalan menuju ke luar. Sepertinya urusannya di sana sudah selesai. Diam-diam, Nathan mengikuti Bunga untuk melihat kemana ia selanjutnya pergi. Dan ternyata ia masuk ke sebuah bank yang ada di sebelah komplek pertokoan yang dimasukinya. Ia yakin, butuh waktu cukup lama untuk Bunga menyelesaikan urusannya di dalam bank jadi ia segera mengambil mobilnya untuk diparkir di tempat parkir bank agar ia tidak kesulitan mengejar Bunga bila ia hendak kabur seperti saat ia bertemu Bella tempo hari.

Nathan duduk termangu di dalam mobil menunggu Gea keluar. 30 menit kemudian, Bunga pun keluar, Nathan pun segera turun untuk mendekati Bunga.

Grepppp ...

"Bunga ... " panggil Nathan membuat Bunga sukses menegang kaku. Suara itu begitu familiar di telinganya. Ternyata perpisahan 6 tahun lamanya tak membuat ia lupa akan sosok itu. Bahkan suaranya pun masih dapat ia ingat jelas.

Bunga menelan ludahnya kasar, bagaimana sosok itu bisa menemukannya di sini pikirnya. Ia masih berdiri kaku di tempatnya. Namun, sebisa mungkin ia bersikap biasa. Ia akan berpura-pura tidak mengenal Nathan sana seperti saat ia bertemu Bela tempo hari.

"Bunga? Maksud Anda apa ya?" tanya Bunga pura-pura tak mengerti.

"Bunga, please, nggak usah berpura-pura nggak kenal aku! Ayo, ikut aku! Kita perlu bicara!" ajak Nathan sembari menarik lengan Bunga lembut agar mengikutinya.

"Lepas!" sentak Bunga hingga genggaman itu terlepas. "kau siapa? Aku tidak mengenalmu. Bunga ... Bunga .... Siapa yang Bunga? Bunga? Apa yang kau maksud dengan Bunga ... Bunga itu?" seru Bunga dengan intonasi meninggi membuat beberapa pasang mata memperhatikan mereka.

"Bunga, please, jangan berontak! Aku nggak berniat macam-macam sama kamu. Aku hanya ingin bicara," mohon Nathan dengan wajah memelas. Nathan bahkan sudah kembali memegang tangan Bunga berniat mengajaknya ke dalam mobil.

"Tapi aku bukan, Bunga. Harus aku bilang berapa kali, hah! Kau itu bodoh atau tuli!" bentak Bunga yang sudah emosi.

"Bunga ... "

"Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi nona?" tanya seorang petugas keamanan pada Bunga.

"Ini pak, bapak ini sepertinya berniat menculik saya!" ucap Bunga dengan memasang wajah ketakutan.

"Kau penculik? Benar begitu?" tanya petugas keamanan berwajah garang itu.

"Bukan, pak. Saya bukan penculik. Dia ... dia istri saya. Dia sedang kecewa dengan saya jadi dia tidak mau ikut dengan saya," ujar Nathan berdusta agar ia diizinkan mengajak Bunga masuk ke dalam mobilnya.

"Bukan, pak. Dia bohong. Saya bukan istrinya," tolak Bunga berusaha meyakinkan petugas itu membuat beberapa orang mulai mengerumuni mereka.

"Tapi dia bilang bukan? Jadi siapa yang benar?"

"Saya yang benar, pak. Dia tidak mau mengaku. Padahal namanya juga jelas-jelas Bunga, tapi ia pun tak mengakui namanya sendiri."

"Tetapi aku memang bukan, Bunga," kilah Bunga yang sudah mulai merasa khawatir.

"Kalau bapak tidak percaya, bisa bapak periksa kartu identitasnya. Namanya Bunga."

Petugas itu mengangguk lalu meminta kartu identitas Bunga kemudian menghela nafasnya.

"Bu, sebagai seorang istri seharusnya Anda menuruti nasihat suami. Tidak baik marah di jalanan seperti ini. Kalau kalian memang ada masalah, baiknya selesaikan baik-baik. Apa ibu tidak malu menjadi bahan tontonan orang banyak," tukas petugas keamanan itu menasehati Bunga.

"Tapi saya memang bukan istrinya. Bapak lihat, status saja di kartu itu masih lajang," kekeh Bunga karena tidak ingin bicara dengan Nathan.

"Itu kartu identitas lama kamu, Nga jadi wajar aja masih lajang. Kamu ini gimana sih! Udah sini, masuk mobil. Nggak enak tahu jadi tontonan orang banyak," tukas Nathan seraya menghela tubuh Bunga agar masuk ke dalam mobilnya. Dengan jalan menghentak, Bunga pun terpaksa masuk ke dalam mobil Nathan.

Nathan pun mengucapkan terima kasih pada petugas keamanan itu kemudian segera berpamitan.

"Bunga, bagaimana kabarmu?" tanya Nathan tapi Bunga justru membuang muka. Ia benar-benar tak ingin bicara pada Nathan saat ini. Melihat Nathan hanya mengingatkannya pada rasa sakit yang hingga kini belum sembuh juga.

"Nga, Aku sedang bicara padamu? Kenapa kamu hanya diam saja?"

"Bunga, please, banyak yang harus kita bicarakan. Kamu mau kan bicara padaku."

"Bunga ... "

"Tutup mulutmu! Jangan pernah sebut namaku lagi dengan mulut bajingaan mu itu. Tak ada yang perlu kita bicarakan lagi sebab Bunga yang dulu sudah mati. MATI. Kau tahu kan apa itu MATI. Jadi aku mohon jangan temui aku lagi karena memang tak ada lagi yang harus kita bicarakan. Semua sudah usai. Selesai!" pekik Bunga dengan wajah merah padam. Sorot matanya sangat jelas menyiratkan rasa sakit dan luka mendalam. Nathan sampai terkesiap. Ia tak pernah mendengar Bunga berteriak seperti ini sebelumnya dan ini merupakan pertama kalinya. Dan sorot mata itu ... sungguh menusuk relung hati Nathan. Ia dapat merasakan betapa besar rasa sakit, kekecewaan, dan kebencian Bunga padanya saat ini. Namun ia harus sabar, ini salahnya. Jadi ia harus menerima bila pun Bunga menginginkan kematiannya, ia rela asalkan Bunga mau memaafkannya.

"Maaf!" cicit Nathan dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf? Maaf untuk apa, hah? Maaf untuk apa? Tidak ada yang perlu dimaafkan. Tidak ada. Tolong turunkan aku sekarang! Berhenti!" pekik Bunga dengan nafas menderu menahan emosi.

"Bunga, aku mohon tenanglah. Kita bisa bicara baik-baik."

"Apa yang perlu kita bicarakan baik-baik? Apa? Yang aku inginkan saat ini hanyalah menyingkirlah dari hidupku seperti kau menyingkirkan ku dari hidupmu. Aku tak mau bertemu denganmu lagi. Aku benci dirimu. Kita sudah tak punya urusan lagi. Semenjak hari itu, semuanya telah berakhir. Dengar, BERAKHIR. Jadi, tolong segera turunkan aku! Aku mohon!" ucapnya makin lama makin pelan. Ia tak terbiasa bicara dengan suara meninggi seperti ini.

Jujur saja, tubuhnya sudah bergetar hebat karena terus-terusan berteriak. Namun ia tak mampu mengontrol emosinya lagi. Pertemuan dengan Nathan nyatanya sukses membuat emosinya naik hingga ke ubun-ubun.

"Bunga ... "

"Berhenti memanggil namaku, brengsekkk!" bentak Bunga yang matanya telah banjir air mata membuat Nathan pun tak kuasa menahan air matanya.

"Aku ... aku merindukanmu," lirih Nathan.

"Dan aku tidak," sahut Bunga tegas.

"Bunga, dimana anak kita?"

deggg ...

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Wani Ihwani

Wani Ihwani

kau kan bilang nya bunga ngeprank waktu bilang dia hamil, kenapa tanyak anak kita anak bunga aja kale bukan kita

2024-07-12

1

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

Anak kita ???? Kmna aja lu dlu . Dlu aja kga prcaya di bunga hamil skrg bilang ank kita

2023-07-10

1

Aini Devina

Aini Devina

anak yang mana?bilang anaknya meninggal dunia..kan bunga hamil kembar jadi yg hidup jangan dikasih tau

2022-08-05

1

lihat semua
Episodes
1 Bab. I Asmara Putih abu-abu
2 Bab. II Dimabuk asmara
3 Bab. III Dua garis
4 Bab. IV Hurt
5 Bab. V Maafkan mama
6 Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7 Bab. VII Bolos
8 Bab. VIII Mencari Bunga
9 Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10 Bab. X Keributan
11 Bab. XI Hampir
12 Bab. XII Bertemu Putri
13 Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14 Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15 Bab. XV Merindukan Putri
16 Bab. XVI Penjelasan
17 Bab. XVII Putri
18 Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19 Bab. XIX Dimana anak kita?
20 Bab. XX Curahan hati Putri
21 Bab. XXI Keyakinan Putri
22 Bab. XXII Papa untuk Putri
23 Bab. XXIII Putri mau papa
24 Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25 Bab. XXV Bertemu ?
26 Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27 Bab. XXVII Hurt
28 Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29 Bab. XXIX A day with ...
30 Bab. XXX Mungkinkah
31 Bab. XXXI Luka Bunga
32 Bab. XXXII Protes Putri
33 Bab. XXXIII Khawatir
34 Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35 Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36 Bab. XXXVI
37 Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38 Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39 Bab. XXXIX
40 Bab. XL
41 Bab. XLI
42 Bab. XLII Benci tapi cinta
43 Bab. XLIII Amarah Karlina
44 Bab. XLIV Kabar tak terduga
45 Bab. XLV Rumah Sakit
46 Bab. XLVI Takut dan cemas
47 Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48 Bab. XLVIII Putus asa
49 Bab. XLIX Mulai menyadari
50 Bab. L Kenyataan memilukan
51 Bab. LI Penyesalan
52 Bab. LII Izin
53 Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54 Bab. LIV VC with Putri
55 Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56 Bab. LVI Kiss
57 Bab. LVII Takkan pernah terganti
58 Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59 Bab. LIX
60 Bab. LX Permintaan Putri
61 Bab. LXI Menggenggam hati
62 Bab. LXII Hamil?
63 BAB. LXIII Definisi mencintai
64 Bab. LXIV KAMU
65 Bab. LXV Hari Bahagia
66 Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67 Bab. LXVII Perkara durian
68 Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69 Bab. LXIX
70 Bab. LXX
71 BAB. LXXI See you and bye-bye
72 Special from othor D'wie
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab. I Asmara Putih abu-abu
2
Bab. II Dimabuk asmara
3
Bab. III Dua garis
4
Bab. IV Hurt
5
Bab. V Maafkan mama
6
Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7
Bab. VII Bolos
8
Bab. VIII Mencari Bunga
9
Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10
Bab. X Keributan
11
Bab. XI Hampir
12
Bab. XII Bertemu Putri
13
Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14
Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15
Bab. XV Merindukan Putri
16
Bab. XVI Penjelasan
17
Bab. XVII Putri
18
Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19
Bab. XIX Dimana anak kita?
20
Bab. XX Curahan hati Putri
21
Bab. XXI Keyakinan Putri
22
Bab. XXII Papa untuk Putri
23
Bab. XXIII Putri mau papa
24
Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25
Bab. XXV Bertemu ?
26
Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27
Bab. XXVII Hurt
28
Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29
Bab. XXIX A day with ...
30
Bab. XXX Mungkinkah
31
Bab. XXXI Luka Bunga
32
Bab. XXXII Protes Putri
33
Bab. XXXIII Khawatir
34
Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35
Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36
Bab. XXXVI
37
Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38
Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39
Bab. XXXIX
40
Bab. XL
41
Bab. XLI
42
Bab. XLII Benci tapi cinta
43
Bab. XLIII Amarah Karlina
44
Bab. XLIV Kabar tak terduga
45
Bab. XLV Rumah Sakit
46
Bab. XLVI Takut dan cemas
47
Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48
Bab. XLVIII Putus asa
49
Bab. XLIX Mulai menyadari
50
Bab. L Kenyataan memilukan
51
Bab. LI Penyesalan
52
Bab. LII Izin
53
Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54
Bab. LIV VC with Putri
55
Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56
Bab. LVI Kiss
57
Bab. LVII Takkan pernah terganti
58
Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59
Bab. LIX
60
Bab. LX Permintaan Putri
61
Bab. LXI Menggenggam hati
62
Bab. LXII Hamil?
63
BAB. LXIII Definisi mencintai
64
Bab. LXIV KAMU
65
Bab. LXV Hari Bahagia
66
Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67
Bab. LXVII Perkara durian
68
Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69
Bab. LXIX
70
Bab. LXX
71
BAB. LXXI See you and bye-bye
72
Special from othor D'wie

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!