Bab. XIII Sorot mata yang mirip

Sama seperti hari-hari sebelumnya, kali ini pun Putri pulang sekolah seorang diri. Semua temannya dijemput oleh orang tua masing-masing, meninggalkan Putri yang menyusuri jalanan seorang diri.

Namun di pertengahan jalan, mata Putri terpaku ke satu arah. Ada seorang penjual balon yang sedang melayani beberapa pembelinya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Sama seperti anak-anak lain, Putri pun menyukai balon. Apalagi balon itu ada berbagai bentuk dari karakter kartun hingga bentuk hewan. Bibir Putri mencebik, ingin sekali ia membeli balon itu, tapi uang dari mana. Ia tak ingin menyusahkan ibunya yang sudah kesusahan dan kecapekan mencari uang. Ada banyak yang harus dibayar ibunya karena itu ia tak pernah meminta sesuatu pada Bunga.

Putri nyaris tak memiliki mainan. Ia hanya memiliki satu buah boneka yang merupakan kado ulang tahun dari ibunya hampir satu tahun yang lalu. Boneka Teddy bear yang sampai sekarang masih menjadi mainan kesayangan.

"Hei, kok melamun?" sapa seseorang sambil menepuk pundak Putri membuat gadis kecil itu terlonjak kaget.

"Ih om ngagetin, Putri tau nggak!" protes Putri yang sudah mengerucutkan bibirnya.

"Hehehe ... maaf, abisnya kamu kalau lagi bengong gitu gemesin banget tau nggak! Emang lagi liatin apa sih?" tanya laki-laki itu sambil mengarahkan pandangannya ke arah yang Putri lihat. "Oh kamu mau balon?" tanya Nathan tapi Putri hanya menunjukkan wajah sendunya.

"Putri nggak punya uang, Om," jawab Putri apa adanya.

"Kamu mau? Sini Om beliin!" tawar laki-laki itu yang sudah berdiri dan menggamit telapak tangan Putri hendak mengajaknya ke penjual balon.

"Nggak usah, Om. Makasih. Kata mama Putri nggak boleh terima pemberian orang asing," jawab Putri sesuai apa yang sering Bunga ajarkan.

"Kan kita udah ketemu 2 kali, jadi bukan orang asing dong! Oh iya ya, kita belum kenalan! Ya udah, kita kenalan dulu biar nggak asing lagi, kenalkan nama Om, Nathan," ujar Nathan sambil mengulurkan tangannya pada Putri.

Putri pun menyambut tangan itu sambil tersenyum lebar, "namaku Putri. Salam kenal, Om ganteng!" seru Putri bahagia.

"Salam kenal juga cantik. Nah, sekarang kan kita udah kenalan, mau kan Om beliin balon?"

Putri tampak berpikir, sebenarnya ia sangat ingin, tapi ia juga takut mamanya marah.

"Udah , nggak usah takut-takut gitu. Anggap saja ini hadiah perkenalan dari Om, gimana? Mau kan?" bujuk Nathan membuat mata Putri berbinar cerah.

Melihat mata Putri, membuat jantung Nathan tiba-tiba bergemuruh hebat.

'Mata itu? Ya Allah, Nga, kamu dimana? Sampai lihat mata anak kecil ini saja aku ingat kamu.' batin Nathan menjerit setiap mengingat mantan kekasihnya yang tak tahu dimana kini.

"Om, Om kok melamun?" tanya Putri dengan dahi berkerut lucu.

Nathan tersenyum lebar, "apa sayang? Maaf, Om melamun. Soalnya pas Om lihat mata kamu, mengingatkan Om pada seseorang," ucap Nathan membuat mata Putri mengerjap lucu . Senyum Nathan makin lebar melihat ekspresi Putri, ia pun segera mengangkat tangannya dan mengacak rambut Putri. Entah mengapa melihat Putri membuatnya merasa begitu bahagia.

"Om jadi nggak beli balonnya? Orangnya udah mau pergi tuh!" tunjuk Putri pada penjual balon yang sudah hendak beranjak menjauh dari sana.

Mata Nathan sontak saja membulat dan ia segera berdiri hendak mengejar penjual balon itu. Mereka berdua pun berlari mengejar penjual balon sambil tertawa.

"Huh, hampir saja!" seru Nathan tergelak karena hampir saja kehilangan jejak penjual balon itu.

"Makasih ya, Om baik!" seru Putri girang karena berhasil mendapatkan balon yang ia inginkan. Putri membeli balon karakter Doraemon sebab pilihannya tinggal bentuk burung, mobil, dan Doraemon.

"Sama-sama, cantik. Kamu mau pulang kan? Yuk, Om anterin!" ajak Nathan menawarkan diri untuk mengantarkan.

"Eh, nggak usah, Om. Makasih ya, Om! Putri pulang sendiri aja."

"Kenapa?" tanya Nathan penasaran sebab sepertinya Putri takut akan sesuatu.

"Putri cuma nggak mau entar mama suruh balikin balonnya. Kan kalau nggak ketemu Om, pasti mama nggak bisa balikin," ujarnya sambil nyengir menunjukkan giginya yang putih dan rapi.

"Ya udah deh! Tapi hati-hati ya, cantik! Daaah ... "

"Daaah Om," seru Putri seraya melambaikan tangannya ke arah Nathan yang masih berdiri menunggu Putri menghilang dari pandangannya.

Setelah Putri benar-benar hilang, barulah Nathan berjalan menuju tempat mobilnya diparkir. Sepanjang perjalanan, Nathan tak henti-hentinya tersenyum lebar. Padahal Nathan baru dua kali bertemu Putri, tapi entah mengapa ia merasa sudah begitu menyayangi gadis kecil itu. Beruntung tadi ia melambatkan laju mobilnya jadi ia bisa bertemu dengan gadis kecil menggemaskan itu.

Tiba-tiba Nathan teringat sorot mata Putri yang sangat mirip dengan Bunga. Wajahnya memang tak mirip, tapi sorot mata itu benar-benar mirip. Ia seakan melihat Bunga dalam versi anak-anak dengan wajah berbeda.

"Ah, Bunga, mungkinkah kau sedang menghukumku karena telah meninggalkanmu seorang diri. Bila iya, aku terima, karena aku ... masih sangat menyayangimu," lirihnya sambil terus menjalankan mobilnya.

...***...

"Putri, kok baru pulang nak?" tanya Bunga saat melihat wajah Putri telah berdiri di depan konter. Lalu Bunga melirik balon yang sedang dipegang Putri. Matanya memicing, dari mana Putri mendapatkan balon itu pikirnya.

"Putri tadi lihat penjual balon, ma," cicit Putri takut ibunya marah.

"Terus balon itu kamu dapat dari mana?"

"Ini dibeliin sama Om baik, Ma."

"Om baik?"

Putri mengangguk, "Iya, Om baik. Om baik kemarin tolongin Putri pas ada yang ngatain Putri terus tarik-tarik rambut Putri di depan sekolah. Nah, tadi Putri ketemu lagi sama Om baik waktu liat ada yang jual balon. Terus Putri dibeliin deh sama Om baik," cerita Putri dengan mata berbinar bahagia. Berbanding terbalik dengan Bunga, ia justru membulatkan matanya saat mendengar apa yang dialami putrinya itu kemarin.

"Siapa? Siapa yang nyaring terus tarik rambut kamu? Kenapa Putri nggak cerita ke mama?" cecar Bunga membuat Putri terdiam.

"Kamu kenapa, sayang? Kenapa Putri nggak cerita?" tanya Bunga lembut tahu pasti putrinya punya alasan mengapa tidak bercerita padanya tentang apa yang telah ia alami kemarin.

"Putri cuma nggak mau buat mama khawatir. Lagian kan Putri nggak apa-apa, ma. Om baik udah tolongin. Jeje sama Tina langsung lari waktu Om baik nolongin, Putri."

"Syukurlah, tapi mama kan sudah bilang nggak boleh terima barang dari orang asing? Ini kok masih diterima?"

"Kan Om baik bukan orang asing, Ma. Putri udah kenalan sama Om baik."

"Oh ya? Terus namanya siapa kalau Putri udah kenalan?"

"Namanya ... nama Om baik tadi siapa ya? Haduh, Putri lupa ma," ujarnya sambil cengengesan membuat Bunga tersenyum manis lalu mengusap puncak kepala Putri dengan sayang.

"Untuk kali ini nggak papa, tapi lain kali mama minta jangan ya! Kan kalian baru kenal. Mama takut ... mama takut Om baik itu ada niat macam-macam sama kamu, Putri dengar kan pesan mama!" tukas Bunga mencoba memberikan pengertian dengan lembut.

Putri pun mengangguk pelan, "tapi Putri yakin kok, ma, Om baik itu emang baik."

"Kita nggak bisa tahu isi hati orang sayang. Bisa saja yang kita lihat baik, tahunya buruk. Dan yang kita lihat buruk, tahunya baik. Kita nggak boleh langsung percaya gitu aja sama orang lain. Oke!"

"Oke, ma," jawab Putri patuh.

"Ya udah, sekarang ganti baju gih terus jangan lupa cuci tangan dan kaki," titah Bunga yang langsung dikerjakan Putri dengan patuh.

Setelah Putri berlalu, mata Bunga tampak berkaca-kaca. Hatinya sebenarnya merasa perih karena belum bisa membahagiakan putrinya. Bahkan membelikan balon saja ia tidak bisa. Jangankan balon, mainan pun Putri tak punya sama sekali. Bukan ia tak tahu, Putri ingin sekali memiliki mainan. Ia kerap melihat teman-temannya bermain boneka bersama. Bermain mainan masakan. Putri pernah mencoba mendekati teman-temannya berharap temannya mau mengajaknya bermain, tapi Putri justru diusir. Putri hanya memiliki Boneka Teddy bear yang ia belikan setahun yang lalu. Hanya itu saja mainannya.

"Maafkan mama, nak!"

...***...

Tok tok tok ...

"Iya, sebentar!" pekik Bunga saat ada yang mengetuk pintu rumahnya pagi-pagi sekali.

"Eh, Bu Gina. Silahkan masuk, Bu!" ujar Bunga ramah pada pemilik kontrakan tempat Bunga menyewa.

"Nggak perlu. Di sini aja, saya cuma mau menagih uang kontrakan. Mana? Ini udah 2 bulan lho, Nga. Jadi saya minta kamu segera membayarnya," ucap Bu Gina yang masih memakai dasternya. Sepertinya ia sengaja datang pagi-pagi bahkan belum mandi agar bisa bertemu dengan Bunga.

Bunga menunduk malu, sebab ia belum ada yang untuk membayarnya. Uang hasil membuat novel onlinenya belum mencukupi untuk ditarik. Pembaca karyanya tengah sepi. Alhasil pendapatannya menurun drastis dan 2 bulan ini belum bisa ditarik. Padahal uang hasil novel itulah yang bisa ia pergunakan untuk membayar kontrakan.

"Maaf, Bu. Uang saya belum cukup," cicit Bunga membuat Bu Gina mendengus.

"Jadi kapan? Ini udah 2 bulan lho nunggak. Kalau nunggak lagi jadi 3 bulan. Gimana kamu mau lunasin kalau gitu?" omel Bu Gina yang sudah berkacak pinggang.

"Ka-kalau saya cicil sedikit dulu, boleh kan Bu? Insya Allah, akhir bulan depan saya lunasi. Saya mohon pengertiannya, Bu!" melas Bunga membuat Bu Gina menghela nafas panjang.

"Ya sudah, sinikan! Tapi ingat ya, kalau sampai akhir bulan depan kamu nggak bayar juga, maafin saya kalau saya terpaksa usir kalian dari sini. Kontrakan saya bukan pemberian dinas sosial yang bisa nampung kalian tanpa membayar!" ketus Bun Gina sebelum berlalu dari sana.

Bunga menghela nafas panjang lalu memejamkan matanya. Entah harus melakukan apa lagi untuk mendapatkan uang yang banyak.

...***...

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Pandra Tour

Pandra Tour

nyaring maksudnya apa ya?
tolong typonya thor

2024-12-10

1

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

papa nath

2024-06-18

0

Rahmawaty❣️

Rahmawaty❣️

Dipanggilnya " nga " doang kaya gmna gitu dengernya😂

2023-07-10

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. I Asmara Putih abu-abu
2 Bab. II Dimabuk asmara
3 Bab. III Dua garis
4 Bab. IV Hurt
5 Bab. V Maafkan mama
6 Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7 Bab. VII Bolos
8 Bab. VIII Mencari Bunga
9 Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10 Bab. X Keributan
11 Bab. XI Hampir
12 Bab. XII Bertemu Putri
13 Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14 Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15 Bab. XV Merindukan Putri
16 Bab. XVI Penjelasan
17 Bab. XVII Putri
18 Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19 Bab. XIX Dimana anak kita?
20 Bab. XX Curahan hati Putri
21 Bab. XXI Keyakinan Putri
22 Bab. XXII Papa untuk Putri
23 Bab. XXIII Putri mau papa
24 Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25 Bab. XXV Bertemu ?
26 Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27 Bab. XXVII Hurt
28 Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29 Bab. XXIX A day with ...
30 Bab. XXX Mungkinkah
31 Bab. XXXI Luka Bunga
32 Bab. XXXII Protes Putri
33 Bab. XXXIII Khawatir
34 Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35 Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36 Bab. XXXVI
37 Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38 Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39 Bab. XXXIX
40 Bab. XL
41 Bab. XLI
42 Bab. XLII Benci tapi cinta
43 Bab. XLIII Amarah Karlina
44 Bab. XLIV Kabar tak terduga
45 Bab. XLV Rumah Sakit
46 Bab. XLVI Takut dan cemas
47 Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48 Bab. XLVIII Putus asa
49 Bab. XLIX Mulai menyadari
50 Bab. L Kenyataan memilukan
51 Bab. LI Penyesalan
52 Bab. LII Izin
53 Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54 Bab. LIV VC with Putri
55 Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56 Bab. LVI Kiss
57 Bab. LVII Takkan pernah terganti
58 Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59 Bab. LIX
60 Bab. LX Permintaan Putri
61 Bab. LXI Menggenggam hati
62 Bab. LXII Hamil?
63 BAB. LXIII Definisi mencintai
64 Bab. LXIV KAMU
65 Bab. LXV Hari Bahagia
66 Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67 Bab. LXVII Perkara durian
68 Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69 Bab. LXIX
70 Bab. LXX
71 BAB. LXXI See you and bye-bye
72 Special from othor D'wie
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab. I Asmara Putih abu-abu
2
Bab. II Dimabuk asmara
3
Bab. III Dua garis
4
Bab. IV Hurt
5
Bab. V Maafkan mama
6
Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7
Bab. VII Bolos
8
Bab. VIII Mencari Bunga
9
Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10
Bab. X Keributan
11
Bab. XI Hampir
12
Bab. XII Bertemu Putri
13
Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14
Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15
Bab. XV Merindukan Putri
16
Bab. XVI Penjelasan
17
Bab. XVII Putri
18
Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19
Bab. XIX Dimana anak kita?
20
Bab. XX Curahan hati Putri
21
Bab. XXI Keyakinan Putri
22
Bab. XXII Papa untuk Putri
23
Bab. XXIII Putri mau papa
24
Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25
Bab. XXV Bertemu ?
26
Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27
Bab. XXVII Hurt
28
Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29
Bab. XXIX A day with ...
30
Bab. XXX Mungkinkah
31
Bab. XXXI Luka Bunga
32
Bab. XXXII Protes Putri
33
Bab. XXXIII Khawatir
34
Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35
Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36
Bab. XXXVI
37
Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38
Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39
Bab. XXXIX
40
Bab. XL
41
Bab. XLI
42
Bab. XLII Benci tapi cinta
43
Bab. XLIII Amarah Karlina
44
Bab. XLIV Kabar tak terduga
45
Bab. XLV Rumah Sakit
46
Bab. XLVI Takut dan cemas
47
Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48
Bab. XLVIII Putus asa
49
Bab. XLIX Mulai menyadari
50
Bab. L Kenyataan memilukan
51
Bab. LI Penyesalan
52
Bab. LII Izin
53
Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54
Bab. LIV VC with Putri
55
Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56
Bab. LVI Kiss
57
Bab. LVII Takkan pernah terganti
58
Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59
Bab. LIX
60
Bab. LX Permintaan Putri
61
Bab. LXI Menggenggam hati
62
Bab. LXII Hamil?
63
BAB. LXIII Definisi mencintai
64
Bab. LXIV KAMU
65
Bab. LXV Hari Bahagia
66
Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67
Bab. LXVII Perkara durian
68
Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69
Bab. LXIX
70
Bab. LXX
71
BAB. LXXI See you and bye-bye
72
Special from othor D'wie

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!