Bab. VII Bolos

"Assalamu'alaikum," seru seseorang dari ambang pintu.

"Wa'alaikum salam, si- eh Nathan? Ya Allah, akhirnya kamu pulang nak!" seru seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik dan anggun di usia senjanya.

Nathan tersenyum lebar lalu segera merentangkan kedua tangannya untuk mendekap tubuh sang mama ke dalam pelukannya. Sungguh, ia sangat merindukan rumah itu dan seisinya. 6 tahun berada di negeri orang tak bisa pulang. Kalaupun ada waktu ia habiskan dengan bekerja paruh waktu di sana. Walaupun orang tuanya kerap bertandang ke sana, namun waktunya cukup terbatas, tidak seperti saat di rumah sendiri.

"Nathan kangen sama mama. Eh papa mama?" tanya Nathan sambil celingukan mencari keberadaan sang ayah.

"Ck ... ini kan baru jam berapa, Nath! Papa kamu ya masih kerjalah. Ya udah, masuk dulu terus duduk. Kamu pasti masih lelah. Mama buatin kamu teh dulu ya, Nath," ujar Stefani, ibu dari Nathan. (Othor ambil tokoh ini dari Pesona Mantan Istri yang Disakiti. Semoga masih ada yang ingat sama Stefani.)

"Siap, bos!" seru Nathan sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. "Pak Danu, koper saya letakkin aja di situ. Biar saya sendiri saja yang bawa ke atas!" ujarnya pada penjaga rumahnya yang hendak membawakan koper dan tasnya ke kamarnya di lantai atas.

"Baik, den," sahut Pak Danu. Setelah meletakkan tas dan koper Nathan, pak Danu pun segera menyingkir dari sana.

"Kamu bakalan netap di sini atau balik lagi ke Amrik, Nath?" tanya Sang ibu seraya meletakkan secangkir teh hangat dan sepiring kue brownies dan sus ke atas meja.

"Insya Allah, netap, ma. Kenapa?"

"Syukurlah. Kirain mama kamu nggak akan balik lagi, Nath. Kamu nggak kasihan apa sama mama dan papa kamu, udah sepuh masih disuruh perjalanan jauh cuma demi ketemu kamu," ujar Stefani sambil menghela nafas lega.

"Ma, pernah ada temen Nathan yang datang kemari nyariin nggak?"

Stefani yang baru saja meminum teh miliknya lantas meletakkan dahulu cangkirnya. Ia tampak berpikir lalu menggeleng.

"Nggak ada tuh. Eh, tunggu-tunggu, iya, dulu banget ada. Mama lupa soalnya dia datang pas kita sedang berada di bandara mau nganterin kamu berangkat ke Amrik. Kata mbak Tami, ada cewek gitu, cantik. Tapi wajahnya itu kayak habis nangis gitu. Kata pak Danu juga dia bawa tas. Pas mbak Tami bilang kamu udah pergi ke bandara, dia langsung pergi aja," ujar Stefani mencoba menceritakan peristiwa beberapa tahun yang lalu.

"Dia ada bilang sesuatu nggak?" tanya Nathan penasaran.

Stefani menggeleng, "nggak ada. Kan udah mama bilang, setelah dikasi tau kamu sama mama dan papa udah ke bandara, dia langsung pergi aja. Nggak bilang apa-apa lagi. Emang kenapa? Dia siapa? Pacar kamu?"cecar Stefani yang ikut penasaran.

"I-eh nggak, ma. Iya, nggak."

"Kok jawabnya ragu gitu?"

"Iya, soalnya kami emang pernah pacaran terus putus seminggu sebelum Nathan berangkat," ujar Nathan yang disahuti Stefani dengan ber'oh ria saja.

"Mungkin dia mau bilang sampai jumpa ke kamu kali ya!"

"Emmm ... mungkin," sahut Nathan tak yakin.

Setelah berbincang sebentar dengan ibunya, Nathan pun segera masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang telah 6 tahun tidak ditempatinya ini ternyata masih sama. Tak ada yang berubah. Hanya bed cover dan gordennya saja yang memang biasa diganti secara berkala oleh ibunya. Untuk yang main, bahkan tata letak barang-barangnya tidak ada yang berubah.

Nathan menghempaskan bokongnya ke tepi ranjang lalu membuka laci nakas di samping tempat tidurnya. Lalu ia menarik sebuah pigura dari dalamnya.

Diusapnya gambar gadis cantik yang ada di pigura tersebut. 6 tahun tak berjumpa, ia penasaran bagaimana kabar gadis itu sekarang. Apa sudah menikah? Atau sudah berhasil mencapai cita-citanya?

"Apa kabar kamu, Nga? Apa kamu berhasil jadi guru seperti impian kamu? Ataukah kau sudah menikah dan menjadi ibu rumah tangga?" gumamnya lirih seraya menatap lekat foto wajah cantik dan manis Bunga yang sedang duduk diantara bunga-bunga di taman sekolah. "Aku nggak menyangka, 6 tahun kita berpisah, tapi selama itu pula aku nggak bisa lupain kamu. Mungkin kamu benci banget sama aku ya, Nga karena udah mutusin kamu gitu aja. Mana pas pergi tiba-tiba hujan deras banget. Sampai mobil aku mogok di jalan. Kayaknya langit marah banget liat aku ninggalin kamu gitu aja di cafe," lirihnya dengan suara sarat kerinduan mendalam.

...***...

Prang ...

"Mama, mama nggak papa?" tanya Putri panik saat melihat cangkir teh yang sedang dipegang Bunga tiba-tiba saja jatuh dan pecah hingga airnya tumpah di kaki Bunga.

"Eh, jangan ke sini sayang! Ada pecahan beling di sini entar kena kaki kamu," seru Bunga panik saat melihat Putri hampir saja menginjak pecahan beling di lantai. Ia bingung sendiri, bagaimana bisa cangkir yang ia pegang erat bisa tiba-tiba jatuh hingga pecahannya berhamburan seperti ini.

"Tapi kaki mama ... "

"Kaki mama nggak papa sayang. Tangan mama licin jadi gelasnya tiba-tiba jatuh terus pecah. Ya udah, mama bersihin dulu pecahan belingnya," ujar Bunga sambil menghela Putri agar kembali duduk di depan menjaga etalase konter.

Dengan patuh, Putri kembali duduk di tempatnya semula. Sedangkan Bunga segera mengambil potongan beling yang besar kemudian ia masukkan ke dalam sebuah kantong. Kemudian Bunga mengambil sapu dan sekop, mulai membersihkan serpihan pecahan gelas yang berserakan.

"Putri ada PR nggak?" tanya Bunga seraya merapikan jajaran voucher agar terlihat lebih rapi dan enak dilihat.

"Ada Ma. Tapi ... " ucap Putri ragu.

"Tapi apa? PR nya sulit?" cecar Bunga yang kini sudah mengalihkan perhatiannya pada Putri yang duduk di sampingnya dengan wajah tertunduk lesu.

"PR nya disuruh buat karangan cerita dengan judul Ayahku pahlawanku," cicit Putri nyaris berbisik membuat dada Bunga seketika sesak.

Hati Bunga meringis pilu. Wajar saja putrinya acuh tak acuh dengan tugas sekolahnya sebab ia kebingungan harus menuliskan apa di karangannya. Walaupun guru bilang seadanya, hanya untuk melatih anak-anak untuk mengungkapkan sesuatu melalui kata-kata seperti biasanya, tapi bagi Putri hal tersebut sangatlah sulit. Seumur hidup tidak pernah mengenal sosok ayah, bagaimana Putri bisa memaparkan sosok ayahnya yang bagi sebagian anak perempuan biasanya dianggap pahlawan. Putri juga tidak mengenal sosok pria dewasa selain si tengil Niko untuk dijadikan gambaran.

Kini, bukan hanya Putri yang kesulitan, tapi juga Bunga. Haruskah ia membantu, tapi bagaimana cara menjabarkan seseorang yang kini sangat ia benci itu? Tidak mungkinkan ia menyebutkan ayahnya merupakan penjahat nomor 1 di dunia bagi ibunya? Tidak mungkin juga ia mengatakan kalau ayahnya sangat jahat karena tidak memercayai keberadaannya? Ataukah ia harus menjabarkan bagaimana ayahnya yang dulu begitu baik dan manis sebelum prahara itu terjadi? Bunga menggeleng, ia bingung harus bagaimana. Jalan satu-satunya hanyalah bolos. Ya, lebih baik ia bolos 1 hari daripada ia bingung harus menceritakan tentang ayahnya yang brengsekkk itu.

...***...

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Wani Ihwani

Wani Ihwani

aku benci sama Natan nga

2024-07-11

1

Pisces97

Pisces97

aku paling benci sama laki² pencundang macam Nathan sudah mengambil keperawanan bunga seenaknya meninggalkan dengan tidakwngakui keberadaan anaknya...

2024-07-10

1

Ihza

Ihza

terlunta lunta tuh gra2 km

2024-04-02

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. I Asmara Putih abu-abu
2 Bab. II Dimabuk asmara
3 Bab. III Dua garis
4 Bab. IV Hurt
5 Bab. V Maafkan mama
6 Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7 Bab. VII Bolos
8 Bab. VIII Mencari Bunga
9 Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10 Bab. X Keributan
11 Bab. XI Hampir
12 Bab. XII Bertemu Putri
13 Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14 Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15 Bab. XV Merindukan Putri
16 Bab. XVI Penjelasan
17 Bab. XVII Putri
18 Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19 Bab. XIX Dimana anak kita?
20 Bab. XX Curahan hati Putri
21 Bab. XXI Keyakinan Putri
22 Bab. XXII Papa untuk Putri
23 Bab. XXIII Putri mau papa
24 Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25 Bab. XXV Bertemu ?
26 Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27 Bab. XXVII Hurt
28 Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29 Bab. XXIX A day with ...
30 Bab. XXX Mungkinkah
31 Bab. XXXI Luka Bunga
32 Bab. XXXII Protes Putri
33 Bab. XXXIII Khawatir
34 Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35 Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36 Bab. XXXVI
37 Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38 Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39 Bab. XXXIX
40 Bab. XL
41 Bab. XLI
42 Bab. XLII Benci tapi cinta
43 Bab. XLIII Amarah Karlina
44 Bab. XLIV Kabar tak terduga
45 Bab. XLV Rumah Sakit
46 Bab. XLVI Takut dan cemas
47 Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48 Bab. XLVIII Putus asa
49 Bab. XLIX Mulai menyadari
50 Bab. L Kenyataan memilukan
51 Bab. LI Penyesalan
52 Bab. LII Izin
53 Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54 Bab. LIV VC with Putri
55 Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56 Bab. LVI Kiss
57 Bab. LVII Takkan pernah terganti
58 Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59 Bab. LIX
60 Bab. LX Permintaan Putri
61 Bab. LXI Menggenggam hati
62 Bab. LXII Hamil?
63 BAB. LXIII Definisi mencintai
64 Bab. LXIV KAMU
65 Bab. LXV Hari Bahagia
66 Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67 Bab. LXVII Perkara durian
68 Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69 Bab. LXIX
70 Bab. LXX
71 BAB. LXXI See you and bye-bye
72 Special from othor D'wie
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab. I Asmara Putih abu-abu
2
Bab. II Dimabuk asmara
3
Bab. III Dua garis
4
Bab. IV Hurt
5
Bab. V Maafkan mama
6
Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7
Bab. VII Bolos
8
Bab. VIII Mencari Bunga
9
Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10
Bab. X Keributan
11
Bab. XI Hampir
12
Bab. XII Bertemu Putri
13
Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14
Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15
Bab. XV Merindukan Putri
16
Bab. XVI Penjelasan
17
Bab. XVII Putri
18
Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19
Bab. XIX Dimana anak kita?
20
Bab. XX Curahan hati Putri
21
Bab. XXI Keyakinan Putri
22
Bab. XXII Papa untuk Putri
23
Bab. XXIII Putri mau papa
24
Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25
Bab. XXV Bertemu ?
26
Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27
Bab. XXVII Hurt
28
Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29
Bab. XXIX A day with ...
30
Bab. XXX Mungkinkah
31
Bab. XXXI Luka Bunga
32
Bab. XXXII Protes Putri
33
Bab. XXXIII Khawatir
34
Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35
Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36
Bab. XXXVI
37
Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38
Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39
Bab. XXXIX
40
Bab. XL
41
Bab. XLI
42
Bab. XLII Benci tapi cinta
43
Bab. XLIII Amarah Karlina
44
Bab. XLIV Kabar tak terduga
45
Bab. XLV Rumah Sakit
46
Bab. XLVI Takut dan cemas
47
Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48
Bab. XLVIII Putus asa
49
Bab. XLIX Mulai menyadari
50
Bab. L Kenyataan memilukan
51
Bab. LI Penyesalan
52
Bab. LII Izin
53
Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54
Bab. LIV VC with Putri
55
Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56
Bab. LVI Kiss
57
Bab. LVII Takkan pernah terganti
58
Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59
Bab. LIX
60
Bab. LX Permintaan Putri
61
Bab. LXI Menggenggam hati
62
Bab. LXII Hamil?
63
BAB. LXIII Definisi mencintai
64
Bab. LXIV KAMU
65
Bab. LXV Hari Bahagia
66
Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67
Bab. LXVII Perkara durian
68
Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69
Bab. LXIX
70
Bab. LXX
71
BAB. LXXI See you and bye-bye
72
Special from othor D'wie

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!