Bab. XVII Putri

Pagi ini lagi-lagi Nathan datang ke sekolah Putri untuk bertemu gadis kecil yang telah mencuri perhatiannya itu. Entah mengapa ia merasa begitu merindukan gadis kecil yang belum lama dikenalnya itu. Senyumnya merekah saat melihat Putri keluar dari gerbang sekolah dengan tas ransel di punggungnya.

Nathan pun segera keluar dari dalam mobil dan mendekati Putri.

"Hai, cantik!" sapa Nathan saat langkah kakinya sudah mendekati Putri. Putri yang mendengar suara yang sudah cukup familiar di telinganya lantas menoleh dengan senyum merekahnya.

"Om baik," seru Putri sumringah. Ia bahkan merentangkan tangan berharap mendapatkan pelukan dari Nathan.

"Putri apa kabar? Kok berapa hari ini Om cari nggak ada? Emang Putri kemana?" cecar Nathan yang kini sudah menggendong Putri.

"Putri sakit, Om jadi kata mama nggak usah sekolah dulu,* ujar Putri yang Nathan perhatikan memang sedikit pucat.

"Duh, kasihan sekali Putri cantiknya, Om!" lirih Nathan sambil melangkah menyusuri jalanan menuju lorong yang kerap dilewati Putri. "Sekarang keadaan Putri gimana? Masih sakit?" tanya Nathan perhatian.

Putri mengangguk lalu menggeleng membuat Nathan bingung.

"Sebenarnya Putri masih agak sakit, Om. Tapi Putri mau sekolah. Putri mau jadi orang hebat Om biar bisa bahagiain mama. Kasihan mama harus kerja terus buat Putri," ucap Putri membuat Nathan terenyuh mendengarnya. Bagaimana gadis sekecil itu sudah bisa memikirkan orang tuanya. Mungkin karena getirnya hidup mereka membuat gadis kecil itu dewasa sebelum waktunya.

"Terus mama bolehin?" tanya Nathan penasaran. Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan anaknya pergi sekolah dan pulang sendiri dalam keadaan belum benar-benar sehat.

"Mama nggak tahu, Om. Kan Putri nggak panas lagi. Tapi badan Putri rasanya kayak sakit gitu, Om. Putri nggak mau sakit, Om. Kasihan mama nangis terus lihat Putri sakit," lirih Putri yang sudah berkaca-kaca.

"Memangnya Putri nggak punya sodara yang lain? Om, Tante, kakek, atau nenek begitu?" tanya Nathan yang kian penasaran dengan sosok Putri, gadis kecil yang telah mencuri perhatiannya.

Putri menggeleng, "Putri cuma tinggal berdua sama mama, Om. Seandainya Putri punya papa kayak temen-temen, mama pasti nggak perlu capek-capek kerja," ucap Putri sendu yang air matanya sudah sukses menetes.

Hati Nathan terasa begitu pilu mendengarkan risalah hati gadis kecil itu. Kehidupan Putri ternyata begitu menyedihkan, sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang berkecukupan. Biarpun bukan dari kalangan atas, tapi keluarganya cukup terpandang sebab ayahnya merupakan seorang dokter Onkologi yang cukup ternama.

...***...

"Kenapa dengan muka loe, bro? Ada masalah?" tanya Aryo saat melihat wajah ditekuk Nathan. Ia terlihat begitu kacau dengan lingkar hitam di sekeliling matanya. Saat ini mereka sedang duduk berdua di sebuah coffee shop. Nathan ingin sedikit menceritakan perihal masalahnya pada Aryo karena memang sejak dahulu Aryo dikenal dapat dipercaya dan tidak mudah membuka suara meskipun didesak. Ia harap, dengan bercerita pada Aryo, ia bisa mendapatkan saran apa yang harus ia lakukan.

Nathan menghela nafas panjang. Baru ia ingin membuka mulutnya berbicara, tapi seorang pramusaji datang untuk meletakkan pesanan Nathan dan Aryo.

"Terima kasih," ujar Nathan pada pramusaji itu.

Nathan pun segera mengangkat cangkir berisi kopi panas itu dan menyesapnya tak peduli akan membuat lidahnya kepanasan atau tidak.

"Woi, bro! Loe haus atau ngapain sih?" hardik Aryo saat melihat Nathan menyesap kopi panasnya begitu saja.

"Gue lagi pusing, Yo!" ujarnya sambil mengusap wajah kasar.

"Pusing kenapa?" Ada masalah dengan proyek yang sedang loe tangani?" cecar Aryo tapi Nathan justru menggeleng membuat Aryo bingung.

"Ini ... tentang Bunga."

"Bunga? Kenapa? Loe berhasil nemuin dia?" cecar Aryo lagi, Nathan menggeleng lemah.

"Bunga ... Bunga diusir gara-gara gue, Yo. Semua karena kesalahan gue. Gue memang laki-laki bajingaan, Yo. Laki-laki brengsekkk. Gue udah nyakitin Bunga sampai diusir dari rumahnya, Yo. Gue nyesel. Gue benar-benar nyesel udah ninggalin Bunga dan biarin dia berjuang sendiri," ujar Nathan tergugu. Bahkan ia tak merasa malu menumpahkan air matanya di depan Aryo membuat Aryo yang tadi duduk bersandar lantas menegakkan punggungnya.

"Maksudnya apa? Emang loe buat masalah apa sampai Bunga diusir? Nggak mungkin kan cuma gara-gara kalian putusan terus orang tuanya Bunga ngusir dia. Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan jelasin setengah-setengah!" tukas Aryo yang sudah kadung penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Bunga ... Bunga diusir karena hamil," ucap Nathan lirih namun sukses membuat Aryo menegang kaku. Ia menelan ludahnya sendiri karena terlalu terkejut dengan apa yang baru saja disampaikan Nathan.

"Bunga hamil? Bunga diusir gara-gara hamil? Jangan-jangan ..."

"Ya, dia hamil anak gue, Yo! Gue bodoh. Gue kira dia bohong waktu bilang hamil sehari setelah kelulusan, tapi ... ternyata dia jujur. Gue harus bagaimana, Yo? Kasihan Bunga harus berjuang sendiri dengan kehamilannya. Entah bagaimana kehidupannya dan anak kami sekarang. Gue harap, mereka masih hidup dan baik-baik saja. Gue memang bajingaan, Yo, gue ninggalin Bunga dalam keadaan hamil. Gue ... "

"Siapa yang ngasi tau loe Bunga diusir gara-gara hamil?"

"Adiknya. Kemarin gue cari adiknya terus nanyain tentang Bunga." Lalu Nathan pun mulai menceritakan perihal pertemuannya dengan Kia kemarin.

"Bajingaan? Loe emang benar-benar bajingaan, Nath! Gue nggak nyangka sahabat gue sebajingaan ini! Loe ngelakuin sesuatu yang dilarang, loe hamilin Bunga, pas dia bilang hamil malah loe nggak percaya dan tinggalin dia gitu aja, begitu?" cecar Aryo dengan rahang mengeras dan gigi bergemeluk. Bahkan Aryo sudah mencengkram kerah baju Nathan dengan penuh emosi lalu menghempaskannya hingga punggungnya membentur sandaran kursi. Beberapa orang mengalihkan perhatiannya mereka pada Nathan dan Aryo, tapi mereka berdua tak peduli. Mereka justru sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Nath, bukannya kalian itu duo jenius sekolah! Kalian kan tahu risiko melakukan hubungan **** itu dampaknya apa? Lalu kenapa kalian lakuin? Dan terlebih loe, Nath, kenapa nggak percaya? Gue maklum kalau loe nggak percaya Bunga hamil karena kalian nggak pernah nananinana. Tapi kenyataannya kan kalian berhubungan udah sampai sejauh itu, jadi kenapa loe nggak percaya? Egois banget tau nggak loe. Gimana nasib Bunga saat ini. Loe berhasil mewujudkan mimpi loe, sedangkan Bunga harus berjuang untuk bertahan hidup dengan anak dalam kandungannya. Kasihan Bunga."

"Ya, gue akuin gue emang bodoh, egois, bajingaan, pecundaang, brengsekkk, tapi ... gue mau perbaiki semua, Yo. Please, bantu gue temuin Bunga! Gue ingin menebus semua kesalahan gue. Tolong, Yo, bantu gue, gue mohon!"

...***...

"Ya Allah, kok pendapatan turun lagi sih! Gimana duitnya bisa aku tarik kalau pendapatan nulis sehari aja nggak sampe lima ribuan. Sedangkan narik perbulan minimal 1.400.000. Kapan terkumpulnya ni duit. Mana udah janji akhir bulan mau bayar kontrakan," gumam Bunga lirih saat melihat pusat statistik penghasilan dari novelnya tak sampai Rp 5.000,-. Padahal jumlah itu gabungan dari beberapa judul. Bunga merasa miris dengan kehidupannya yang jauh dari kata cukup. Belum lagi ia harus membayar SPP Putri. Bunga memijit pelipisnya yang mendadak begitu nyeri.

"Kamu kenapa, Nga?" tanya Edgar tiba-tiba yang entah sejak kapan datang.

"Ah, kak Edgar. Aku nggak papa kok," kilah Bunga berusaha bersikap biasa saja. Ia tak mau terlihat lemah di depan orang lain. Cukup diirinya dan Allah sajalah yang tahu betapa berat bebannya saat ini.

"Kamu sakit kepala? Mau aku belikan obat?" tawar Edgar yang menyadari Bunga enggan jujur apalagi terbuka padanya.

"Nggak kak, terima kasih. Eh, kok kakak datang kesini lagi? Ada perlu apa?" tanya Bunga yang heran lagi-lagi Edgar datang ke konter entah saat jam makan siang, kadang sore hari, terkadang juga pagi-pagi sekali. Dan kali ini ia datang tepat jam 9 pagi.

Edgar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "emmm ... maaf kalau kamu risih. Aku cuma mau ketemu sama kamu. Maaf. Oh ya, ini aku beli jeruk untuk Putri. Mohon terima ya!" ucap Edgar sambil nyengir menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Dengan terpaksa, Bunga menerima pemberian itu. Sebenarnya ia ingin menolak, tapi ia tak enak sebab Edgar mengatakan itu untuk putri.

"Kak, maaf, mohon kakak jangan sering-sering ke sini. Bukan apa-apa. Aku hanya nggak mau orang-orang mengatakan hal yang tidak-tidak tentang kita. Kalau aku sih udah biasa. Udah pengeng malah. Tapi kalo kakak ... aku benar-benar nggak enak hati," tukas Bunga mencoba menjelaskan.

Edgar hanya tersenyum lebar, "aku nggak peduli. Toh kita nggak ngapa-ngapain kan! Udah ah, jangan terlalu banyak pikiran. Aku nanti mau jemput Putri, boleh?"

...***...

...Happy reading 🥰🥰🥰...

Terpopuler

Comments

Tulip

Tulip

bawa putri berobat nathan, walaupun kamu blm tau dia ankmu setidaknya sbgai makhluk sosial, kasihan putri dan bunga

2022-12-19

0

Suhaetieteetie

Suhaetieteetie

miris bngt kehidupan bunga jadi ikut meqek😥

2022-08-28

1

Atieh Natalia

Atieh Natalia

jodoh nya bunga Edgar

2022-08-08

0

lihat semua
Episodes
1 Bab. I Asmara Putih abu-abu
2 Bab. II Dimabuk asmara
3 Bab. III Dua garis
4 Bab. IV Hurt
5 Bab. V Maafkan mama
6 Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7 Bab. VII Bolos
8 Bab. VIII Mencari Bunga
9 Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10 Bab. X Keributan
11 Bab. XI Hampir
12 Bab. XII Bertemu Putri
13 Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14 Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15 Bab. XV Merindukan Putri
16 Bab. XVI Penjelasan
17 Bab. XVII Putri
18 Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19 Bab. XIX Dimana anak kita?
20 Bab. XX Curahan hati Putri
21 Bab. XXI Keyakinan Putri
22 Bab. XXII Papa untuk Putri
23 Bab. XXIII Putri mau papa
24 Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25 Bab. XXV Bertemu ?
26 Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27 Bab. XXVII Hurt
28 Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29 Bab. XXIX A day with ...
30 Bab. XXX Mungkinkah
31 Bab. XXXI Luka Bunga
32 Bab. XXXII Protes Putri
33 Bab. XXXIII Khawatir
34 Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35 Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36 Bab. XXXVI
37 Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38 Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39 Bab. XXXIX
40 Bab. XL
41 Bab. XLI
42 Bab. XLII Benci tapi cinta
43 Bab. XLIII Amarah Karlina
44 Bab. XLIV Kabar tak terduga
45 Bab. XLV Rumah Sakit
46 Bab. XLVI Takut dan cemas
47 Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48 Bab. XLVIII Putus asa
49 Bab. XLIX Mulai menyadari
50 Bab. L Kenyataan memilukan
51 Bab. LI Penyesalan
52 Bab. LII Izin
53 Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54 Bab. LIV VC with Putri
55 Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56 Bab. LVI Kiss
57 Bab. LVII Takkan pernah terganti
58 Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59 Bab. LIX
60 Bab. LX Permintaan Putri
61 Bab. LXI Menggenggam hati
62 Bab. LXII Hamil?
63 BAB. LXIII Definisi mencintai
64 Bab. LXIV KAMU
65 Bab. LXV Hari Bahagia
66 Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67 Bab. LXVII Perkara durian
68 Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69 Bab. LXIX
70 Bab. LXX
71 BAB. LXXI See you and bye-bye
72 Special from othor D'wie
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab. I Asmara Putih abu-abu
2
Bab. II Dimabuk asmara
3
Bab. III Dua garis
4
Bab. IV Hurt
5
Bab. V Maafkan mama
6
Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7
Bab. VII Bolos
8
Bab. VIII Mencari Bunga
9
Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10
Bab. X Keributan
11
Bab. XI Hampir
12
Bab. XII Bertemu Putri
13
Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14
Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15
Bab. XV Merindukan Putri
16
Bab. XVI Penjelasan
17
Bab. XVII Putri
18
Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19
Bab. XIX Dimana anak kita?
20
Bab. XX Curahan hati Putri
21
Bab. XXI Keyakinan Putri
22
Bab. XXII Papa untuk Putri
23
Bab. XXIII Putri mau papa
24
Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25
Bab. XXV Bertemu ?
26
Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27
Bab. XXVII Hurt
28
Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29
Bab. XXIX A day with ...
30
Bab. XXX Mungkinkah
31
Bab. XXXI Luka Bunga
32
Bab. XXXII Protes Putri
33
Bab. XXXIII Khawatir
34
Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35
Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36
Bab. XXXVI
37
Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38
Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39
Bab. XXXIX
40
Bab. XL
41
Bab. XLI
42
Bab. XLII Benci tapi cinta
43
Bab. XLIII Amarah Karlina
44
Bab. XLIV Kabar tak terduga
45
Bab. XLV Rumah Sakit
46
Bab. XLVI Takut dan cemas
47
Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48
Bab. XLVIII Putus asa
49
Bab. XLIX Mulai menyadari
50
Bab. L Kenyataan memilukan
51
Bab. LI Penyesalan
52
Bab. LII Izin
53
Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54
Bab. LIV VC with Putri
55
Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56
Bab. LVI Kiss
57
Bab. LVII Takkan pernah terganti
58
Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59
Bab. LIX
60
Bab. LX Permintaan Putri
61
Bab. LXI Menggenggam hati
62
Bab. LXII Hamil?
63
BAB. LXIII Definisi mencintai
64
Bab. LXIV KAMU
65
Bab. LXV Hari Bahagia
66
Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67
Bab. LXVII Perkara durian
68
Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69
Bab. LXIX
70
Bab. LXX
71
BAB. LXXI See you and bye-bye
72
Special from othor D'wie

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!