Bab. XVI Penjelasan

Sudah hampir satu jam Nathan duduk seperti orang bodoh di bawah pohon di tepi jalan. Tapi selama itu juga, Nathan belum melihat tanda-tanda kemunculan adik dari Bunga. Waktu jam makan siang telah selesai dan ia harus segera kembali ke kantor. Nathan pun segera berdiri dari duduknya dan berjalan gontai menuju mobil yang ia parkir tak jauh dari tempatnya.

Tepat saat Nathan membuka pintu mobilnya, ia melihat sebuah motor menurunkan seorang gadis di depan gerbang rumah Bunga. Mata Nathan membulat lalu ia segera membanting pintu dan mengejar Kia yang baru saja hendak masuk ke dalam gerbang rumahnya.

"Tunggu," panggil Nathan menghentikan pergerakan Kia yang baru saja membuka gerbang rumahnya.

Mata Kia memicing tajam saat melihat sosok yang memanggilnya itu.

"Kau ... Mau ngapain lagi kau datang ke mari, hah?" desis Kia saat melihat kedatangan Nathan. Sorot mata penuh amarah dan kebencian tergurat jelas di netra Kia yang berwarna coklat. Rahang mengerat, tangan mengepal, ingin sekali Kia memukul wajah Nathan yang terlihat frustasi itu, tapi ia tak ingin orang-orang melihat hal itu yang mungkin akan berbuntut kekacauan.

"Bisa saya bicara sebentar dengan kamu? Please! Banyak yang ingin saya tanyakan. Kamu boleh marah, benci, memakai, atau memukul saya asal kamu puas, tapi izinkan saya bicara sebentar. Banyak hal yang ingin saya tanyakan tentang Bunga. Saya mohon, sekali ini saja!" mohon Nathan dengan wajah memelas dan kedua telapak tangan tangan menangkup di depan dada.

Kia berdecih sinis, raut wajahnya seakan ingin menolak. Tapi ia justru mengiyakan karena ia pun sebenarnya ingin tahu, benarkah laki-laki ini yang telah menghancurkan hidup kakaknya. Ia hanya takut ternyata salah menduga sehingga berakhir fitnah.

"Baiklah!" ucapnya datar.

Lalu Nathan pun mempersilahkan Kia mengikuti langkahnya dan masuk ke dalam mobil. Mereka butuh tempat yang lebih privasi untuk membahas hal ini. Lalu Nathan membawa Kia ke sebuah coffee shop yang tak begitu jauh dari tempat tinggal Kia. Ia mencari tempat duduk yang sedikit menyudut dan aman agar tidak ada yang mencuri dengar obrolan mereka.

Setibanya di sana, keduanya bungkam. Belum ada yang memulai pembicaraan. Barulah setelah pramusaji meletakkan pesanan mereka, Nathan pun mulai membuka suaranya.

"Sebelumnya, boleh saya tahu nama kamu?" tanya Nathan yang memang belum tahu nama Kia. Sedangkan namanya, sudah Kia ketahui lebih dahulu saat mereka pertama kali bertemu.

"Kia, keluargaku memanggilku Kia. Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?" desak Kia agar Nathan segera mengutarakan tujuan mengajaknya bicara.

Nathan menghela nafas panjang, "sebenarnya ... apa yang terjadi dengan Bunga 6 tahun yang lalu? Dari kata-katamu tempo hari, aku menarik kesimpulan kalau Bunga telah diusir dari rumah. Tapi kenapa? Apa alasannya? Tolong jelaskan padaku!" ucap Nathan dengan penuh permohonan. Ia sudah tak sanggup lagi menduga-duga. Rasa penasaran begitu menyiksa relung batinnya. Ia harus tahu dulu duduk persoalannya agar ia bisa memikirkan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya.

"Mbak Bunga ... hamil," ucapnya dengan bibir bergetar dan mata berkaca-kaca. Sontak saja, hak tersebut membuat tubuh Nathan menegang. Tangannya bahkan sampai bergetar dengan jantung yang bergemuruh hebat.

Mata Kia menerawang ke peristiwa 6 yang lalu. Ia sangat ingat, hari itu Bunga diantar Bela dalam keadaan basah kuyup sehingga besoknya Bunga oun terserang demam. Bunga yang begitu lemah, pucat pasi, mual setiap melihat makanan, dan terus muntah-muntah, membuat keluarganya panik.

Keluarganya pikir, Bunga mungkin masuk angin akibat kehujanan. Namun, setelah beberapa hari, Bunga masih saja sakit. Walaupun demamnya sudah turun, tapi mual muntahnya tak kunjung hilang. Hingga beberapa hari kemudian, ibunya mendapati testpack yang terjatuh dari tas Bunga yang hendak ia pindahkan.

Orang tua mana yang tak terkejut saat menemukan alat test kehamilan di dalam tas putrinya yang masih berstatus gadis. Bila Bunga telah menikah, mungkin ini akan jadi kabar bahagia bagi keluarga itu, tapi tidak. Mereka tidak bahagia sebab Bunga baru saja lulus dari sekolah menengah atas. Statusnya juga belum menikah, tentu mereka murka mengetahui kalau putri mereka tengah berbadan dua.

Hingga akhirnya, semua anggota keluarga berkumpul dan menghakimi Bunga. Bunga yang bungkam, tidak memberi tahu siapa pria yang sudah menghamilinya, membuat sang ayah dan kakaknya naik pitam. Tanpa banyak kompromi, ayahnya mengusir Bunga dari rumah itu. Ibunya sudah berusaha mencegah, tapi ayahnya justru kian murka membuat mereka hanya bisa pasrah melihat kepergian Bunga yang hingga kini tak pernah mereka temui lagi.

Pernah, beberapa bukan setelahnya Bunga kembali datang, berharap keluarganya tak lagi marah dan mau memaafkannya. Namun, kenyataan tak sesuai ekspektasi. Kebencian keluarganya sepertinya telah mendarah daging sehingga tak ada lagi kata maaf untuk dirinya.

Kia lagi-lagi terisak pilu mengingat bagaimana Bunga pergi dengan wajah pucat pasi bak tak dialiri darah. Langkahnya begitu gontai, seakan bila angin berhembus sedikit kencang, bisa menerbangkannya.

Nathan yang mendengar cerita tersebut tak urung meneteskan air matanya. Ia tergugu membayangkan bagaimana keadaan Bunga saat itu. Mengapa ia begitu egois dan mengira Bunga hendak menghalangi dirinya pergi meraih mimpi, sehingga tidak mempercayai apa yang disampaikan Bunga. Ia menyesal. Sangat menyesal. Ia benar-benar menyesal membiarkan Bunga berjuang sendiri tanpa dirinya. Ia mengatakan mencintainya, tapi ia justru menjadi seseorang yang menorehkan luka begitu mendalam pada Bunga.

Mungkinkah ia akan mendapatkan maaf dari Bunga?

Kalaupun ia harus menebus dengan nyawa demi satu kata maaf dari Bunga, ia bersedia.

"Maaf, maafkan aku. Aku memang benar-benar pecundang. Aku ... memang laki-laki brengsekkk yang tidak bertanggung jawab. Demi meraih mimpiku sendiri, aku sampai menyakiti Bunga. Maaf, maafkan aku," lirih Nathan yang sudah bersimbah air mata.

Kia tersenyum sinis sambil menyeka air matanya kasar.

"Tak ada gunanya minta maaf padaku karena dosa-dosamu itu bukan padaku!"ujarnya sinis. "Namun bila kau memang merasa bersalah, tolong ... temukan mbak Bunga. Aku dan ibu sangat merindukannya. Aku mohon kak. Aku ... benar-benar mengkhawatirkan keadaannya. Tolong temukan, bagaimana pun keadaannya, tolong temukan! Aku mohon!" mohon Kia yang sudah memasang wajah memelas.

Siapa lagi yang bisa ia harapkan untuk membantunya kalau bukan Nathan, pikirnya. Ayah dan kakaknya tampaknya benar-benar tak peduli. Ibunya kini sakit-sakitan semenjak kepergian Bunga. Sedangkan dirinya, ia tak memiliki kemampuan apapun untuk menemukan Bunga. Ia pernah mencoba mencari ke setiap kontrakan dan jalanan, berharap bisa menemukan Bunga, tapi hasilnya nihil. Ia harap, dengan bantuan Nathan, bisa membantunya menemukan Bunga, kakaknya yang hilang.

Nathan mengusap kasar air matanya yang menggenang di pelupuk matanya, kemudian mengangguk.

"Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan Bunga. Tolong doakan agar aku bisa segera menemukan mereka," ucap Nathan. Sengaja Nathan menyebut kata mereka sebab ia yakin, Bunga berhasil melahirkan anaknya dengan selamat.

...***...

Terpopuler

Comments

Yuli Purwati

Yuli Purwati

lanjut thor

2022-09-01

0

Atieh Natalia

Atieh Natalia

kasian bunga

2022-08-08

0

Sky Blue

Sky Blue

Berharap Bunga mndapatkan kbahgiannnya😣😣😣

2022-08-05

1

lihat semua
Episodes
1 Bab. I Asmara Putih abu-abu
2 Bab. II Dimabuk asmara
3 Bab. III Dua garis
4 Bab. IV Hurt
5 Bab. V Maafkan mama
6 Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7 Bab. VII Bolos
8 Bab. VIII Mencari Bunga
9 Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10 Bab. X Keributan
11 Bab. XI Hampir
12 Bab. XII Bertemu Putri
13 Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14 Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15 Bab. XV Merindukan Putri
16 Bab. XVI Penjelasan
17 Bab. XVII Putri
18 Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19 Bab. XIX Dimana anak kita?
20 Bab. XX Curahan hati Putri
21 Bab. XXI Keyakinan Putri
22 Bab. XXII Papa untuk Putri
23 Bab. XXIII Putri mau papa
24 Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25 Bab. XXV Bertemu ?
26 Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27 Bab. XXVII Hurt
28 Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29 Bab. XXIX A day with ...
30 Bab. XXX Mungkinkah
31 Bab. XXXI Luka Bunga
32 Bab. XXXII Protes Putri
33 Bab. XXXIII Khawatir
34 Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35 Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36 Bab. XXXVI
37 Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38 Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39 Bab. XXXIX
40 Bab. XL
41 Bab. XLI
42 Bab. XLII Benci tapi cinta
43 Bab. XLIII Amarah Karlina
44 Bab. XLIV Kabar tak terduga
45 Bab. XLV Rumah Sakit
46 Bab. XLVI Takut dan cemas
47 Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48 Bab. XLVIII Putus asa
49 Bab. XLIX Mulai menyadari
50 Bab. L Kenyataan memilukan
51 Bab. LI Penyesalan
52 Bab. LII Izin
53 Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54 Bab. LIV VC with Putri
55 Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56 Bab. LVI Kiss
57 Bab. LVII Takkan pernah terganti
58 Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59 Bab. LIX
60 Bab. LX Permintaan Putri
61 Bab. LXI Menggenggam hati
62 Bab. LXII Hamil?
63 BAB. LXIII Definisi mencintai
64 Bab. LXIV KAMU
65 Bab. LXV Hari Bahagia
66 Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67 Bab. LXVII Perkara durian
68 Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69 Bab. LXIX
70 Bab. LXX
71 BAB. LXXI See you and bye-bye
72 Special from othor D'wie
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab. I Asmara Putih abu-abu
2
Bab. II Dimabuk asmara
3
Bab. III Dua garis
4
Bab. IV Hurt
5
Bab. V Maafkan mama
6
Bab. VI Si cantik yang menggemaskan
7
Bab. VII Bolos
8
Bab. VIII Mencari Bunga
9
Bab. IX Bunga, maafkan aku.
10
Bab. X Keributan
11
Bab. XI Hampir
12
Bab. XII Bertemu Putri
13
Bab. XIII Sorot mata yang mirip
14
Bab. XIV Kekhawatiran seorang ibu
15
Bab. XV Merindukan Putri
16
Bab. XVI Penjelasan
17
Bab. XVII Putri
18
Bab. XVIII Tak ingin kembali kehilangan
19
Bab. XIX Dimana anak kita?
20
Bab. XX Curahan hati Putri
21
Bab. XXI Keyakinan Putri
22
Bab. XXII Papa untuk Putri
23
Bab. XXIII Putri mau papa
24
Bab. XXIV Om baik mana, ya?
25
Bab. XXV Bertemu ?
26
Bab. XXVI Papa, jangan pergi lagi!
27
Bab. XXVII Hurt
28
Bab. XXVIII Terpaksa mengalah
29
Bab. XXIX A day with ...
30
Bab. XXX Mungkinkah
31
Bab. XXXI Luka Bunga
32
Bab. XXXII Protes Putri
33
Bab. XXXIII Khawatir
34
Bab. XXXIV Sikap orang tua Edgar
35
Bab. XXXV Sebuah Penawaran
36
Bab. XXXVI
37
Bab. XXXVII Ke rumah orang tua Bunga
38
Bab. XXXVIII Benar-benar Kecewa
39
Bab. XXXIX
40
Bab. XL
41
Bab. XLI
42
Bab. XLII Benci tapi cinta
43
Bab. XLIII Amarah Karlina
44
Bab. XLIV Kabar tak terduga
45
Bab. XLV Rumah Sakit
46
Bab. XLVI Takut dan cemas
47
Bab. XLVII Kata-kata polos penuh harapan
48
Bab. XLVIII Putus asa
49
Bab. XLIX Mulai menyadari
50
Bab. L Kenyataan memilukan
51
Bab. LI Penyesalan
52
Bab. LII Izin
53
Bab. LIII Semburat sendu di hari istimewa
54
Bab. LIV VC with Putri
55
Bab. LV Kabar mengejutkan sekaligus membingungkan
56
Bab. LVI Kiss
57
Bab. LVII Takkan pernah terganti
58
Bab. LVIII Kembali berjuang demi Putri
59
Bab. LIX
60
Bab. LX Permintaan Putri
61
Bab. LXI Menggenggam hati
62
Bab. LXII Hamil?
63
BAB. LXIII Definisi mencintai
64
Bab. LXIV KAMU
65
Bab. LXV Hari Bahagia
66
Bab. LXVI Dulu, kini, dan nanti.
67
Bab. LXVII Perkara durian
68
Bab. LXVIII Perhatian Nathan
69
Bab. LXIX
70
Bab. LXX
71
BAB. LXXI See you and bye-bye
72
Special from othor D'wie

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!