Sudah 3 hari semenjak kepulangan Nathan ke Indonesia hanya dihabiskannya dengan beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya. Maka di hari keempat, ia pun mulai berjalan-jalan untuk melihat-lihat perubahan apa saja yang terjadi setelah 6 tahun ia meninggalkan Indonesia.
Nathan pun menjalankan mobilnya dengan lambat, mengitari tempat-tempat yang pernah disinggahinya. Sejauh mata memandang, memang begitu banyak perubahan yang ia lihat dari bertambahnya jumlah gedung-gedung bertingkat, tanah lapang telah beralih fungsi menjadi berbagai bangunan dan perumahan, dan lain-lain.
Namun, ada sesuatu yang mengganggu benaknya, nyaris di setiap tempat yang pernah ia singgahi justru mengingatkannya pada sosok mantan kekasih yang entah bagaimana kabarnya. Hingga tanpa sadar, Nathan pun mengendari mobilnya menuju ke daerah tempat tinggal Bunga. Nathan baru mengerem mobilnya saat tiba di tempat dimana ia sering menurunkan Bunga. Ia sendiri pun tak sadar telah tiba di tempat itu.
"Apakah aku sebegitu merindukan dirimu sampai nggak nyadar sampai di sini?" gumamnya seraya menghempaskan punggungnya di sandaran kursi mobil.
Lalu Nathan pun turun dari dalam mobil. Ia berjalan mendekati pagar bercat putih yang telah terlihat mengelupas. Sepertinya pagar itu telah lama tidak dicat sehingga besi-besinya pun ada yang terlihat berkarat.
Kemudian mata Nathan tampak memperhatikan ke rumah yang ada di belakang pagar putih itu. Rumah tipe sederhana dengan halaman yang tidak begitu luas namun terlihat cukup asri dengan sebatang pohon mangga dan beberapa tanaman. Rumah yang didominasi cat juga berwarna putih itu tampak sepi. Pintu tertutup rapat, hanya dua buah jendela di bagian depan saja yang terlihat terbuka. Nathan berdiri di bawah pohon palem dengan sorot mata tak lepas dari rumah bercat putih itu. Ia sudah seperti seorang mata-mata yang sedang mencari informasi tentang sesuatu.
Hampir satu jam ia berdiri seperti orang bodoh di sana, namun ia tak melihat pergerakan apapun di rumah itu. Entah kemana penghuni rumah itu. Merasa lelah menunggu, Nathan pun hendak beranjak dari bawah pohon itu hingga tiba-tiba ia melihat siluet tubuh seorang perempuan keluar dari pintu kemudian menutupnya kembali. Wajah itu tidak begitu jelas, namun ternyata mampu membuat Nathan seketika jantungnya berdebar kencang. Nathan pun menghentikan langkahnya yang ingin segera beranjak, menunggu gadis itu hingga ke pagar, bermaksud untuk menghampirinya.
"Apakah itu Bunga? Semoga saja," gumamnya dengan mata berbinar cerah dan jantung yang berdebar kencang.
Namun, binar cerah itu seketika meredup dan debaran itu seketika kembali normal saat melihat gadis yang keluar itu bukanlah Bunga. Sepertinya gadis itu hendak memesan entah itu ojek online atau taksi online.
"Apa itu adik Bunga?" gumamnya saat melihat kemiripan wajah antara Bunga dan gadis itu. Nathan pun segera menghampiri gadis itu untuk menanyakan keberadaan Bunga.
"Hai, kamu ... adik Bunga kan?" panggil Nathan pada gadis itu. Gadis yang tengah fokus pada layar ponselnya pun segera mendongak kemudian menyipitkan mata, mencoba mengingat sosok laki-laki yang berdiri di hadapannya.
"Iya, benar. Kakak siapa ya? Ada perlu apa mencari mbak Bunga?" tanya Kia penasaran.
"Eh itu ... anu, saya ... saya teman Bunga. Sudah 6 tahun semenjak tamat SMA kami nggak bertemu jadi ... jadi saya ... "
"Kakak yang suka anterin mbak Bunga sampai ke depan ruko sana kan?" tunjuk Kia ke arah dimana ia beberapa kali melihat Bunga pulang diantar mobil.
Mata Nathan membulat, apakah gadis ini pernah melihatnya saat mengantar Bunga pikirnya?
"Jawab pertanyaan saya, kak? Benar kan dugaan saya? Kakak itu mantan pacarnya mbak Bunga kan! Ayo kak jawab, jangan bengong!" desis Kia dengan seulas senyum sinis membuat Nathan tak bisa mengelak lagi.
"Kamu benar. Perkenalkan saya, Nathan!" Nathan mengulurkan tangannya hendak bersalaman dengan Kia, tapi Kia langsung menepisnya dengan kasar.
"Aku tidak mau bersalaman dengan bajingaan sepertimu," desis Kia dengan emosi yang membuncah dan mata memerah.
"Apa maksudmu?" tanya Nathan bingung saat melihat ekspresi Kia yang sepertinya begitu membenci dirinya. Tatapan mata Kia begitu tajam, menyiratkan luka yang luar biasa.
"Maksudku apa? Maksudku aku membenci bajingaan sepertimu. Gara-gara kau mbak Bunga menderita. Gara-gara kau, keluarga kami berantakan. Gara-gara kau, kebahagiaan di rumah kami hilang. Gara-gara kau, orang tuaku membenci mbak Bunga. Gara-gara kau, aku kehilangan mbak Bunga, dan gara-gara kau, mbak Bunga entah sekarang dimana karena dia diusir dari rumah. Semua gara-gara bajingaan seperti kau. Manusia breng-sek yang tidak bertanggung jawab. Aku membencimu. Aku sangat membenci laki-laki brengsekkk sepertimu. Pergi, pergi kau dari hadapanku. Aku benci melihatmu, bajingaan!" pekik Kia murka sambil mendorong-dorong tubuh Nathan agar segera pergi menjauh.
Nathan hendak memegang tangan Kia untuk menghentikannya, tapi Kia dengan cepat menepis. Baru saja Nathan hendak membuka mulutnya menanyakan apa alasan Kia begitu emosi padanya dan sebenarnya apa yang terjadi pada Bunga, tapi sebuah motor yang sepertinya merupakan ojek online pesanan Kia datang. Lalu tanpa mempedulikan Nathan yang masih dilanda kebingungan, Kia pun segera pergi dari hadapan Nathan.
Melihat Kia pergi begitu saja tanpa penjelasan berarti membuatnya ikut masuk ke dalam mobil. Ia menelungkupkan wajahnya di atas kemudi sambil memejamkan mata. Mencoba mencerna setiap kata-kata yang dilontarkan Kia tadi.
'Maksudku apa? Maksudku aku membenci bajingaan sepertimu. Gara-gara kau mbak Bunga menderita. Gara-gara kau, keluarga kami berantakan. Gara-gara kau, kebahagiaan di rumah kami hilang. Gara-gara kau, orang tuaku membenci mbak Bunga. Gara-gara kau, aku kehilangan mbak Bunga, dan gara-gara kau, mbak Bunga entah sekarang dimana karena dia diusir dari rumah. Semua gara-gara bajingaan seperti kau. Manusia breng-sek yang tidak bertanggung jawab. Aku membencimu. Aku sangat membenci laki-laki brengsekkk sepertimu. Pergi, pergi kau dari hadapanku. Aku benci melihatmu, bajingaan!'
Deg ...
"Apa katanya tadi? Gara-gara aku hidup Bunga menderita? Gara-gara aku, orang tuanya membenci Bunga? Mereka marah dengan Bunga kah? Tapi karena apa? Mengapa mereka sampai mengusir Bunga, anak mereka sendiri? Sebenarnya apa yang telah dilakukan Bunga? Apa yang terjadi pada Bunga? Kenapa dia bilang semua itu terjadi gara-gara aku?"
Nathan mencoba mengingat-ingat pertemuan terakhir mereka 6 tahun yang lalu. Ia mencoba mengingat-ingat kembali percakapan mereka sebelum mereka berpisah.
'Nath ... aku hamil.'
'Udah deh, Yang! Nggak usah ngeprank aku kayak gitu lah! Nggak lucu.'
'Aku serius, Nath. Aku hamil.'
'Nga, gue tau loe cinta gue karena gue pun cinta sama loe. Gue tau loe nggak mau jauh dari gue, tapi bukan kayak gini juga caranya. Ini sama aja loe berusaha menentang impian gue.'
'Tapi aku serius, Nath. Aku nggak ... '
'Sudah. Kalau loe masih bersikap kayak gini, mending kita putus. Gue nggak mau loe jadi batu sandungan gue dalam mencapai cita-cita gue. Makasih udah hadir dalam hidup gue. Mulai saat ini, hubungan kita berakhir.'
Deggg ...
"A-apakah Bunga saat itu jujur kalau dia benar-benar hamil? Ba-bagaimana kalau memang ia benar-benar hamil? Bunga ... ini tidak benar kan? Tapi ... bagaimana bila Bunga benar hamil anakku? Lalu ... dimana Bunga sekarang?" racaunya sambil mengacak rambutnya frustasi.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Mariani SPd
asli sedih Thor
2024-12-08
1
Wani Ihwani
sabar buat nga, gak usah ngarepin Natan lah kalok jumpa lagi
2024-07-11
0
Pisces97
kalau aku berada diposisi bunga sudah ditembak, dijadikan pacar terus dicium² bibir terus diambil perawan nya ... terus hamil dan ditinggalkan diputuskan sepihak pula...
kalau aku jadi bunga gk akan mau balikan. sama orang kaum Nathan
2024-07-10
0