"Maafkan aku..." Kata Alaris.
William pun juga terkejut sekaligus dengan cepat menarik dirinya.
"Ehghem... Samantha siapkan kanvas untuk ku juga, aku akan menemani Alaris melukis."
"Baik Tuan." Samantha bergegas mengambil peralatan dan juga kursi untuk William.
Para pelayan saling tersenyum melihat Tuan dan Nyonya mereka duduk bersama untuk melukis, meski tanpa mengobrol namun pemandangan itu adalah hal yang menyenangkan bagi mereka.
Akhirnya semua lukisan selesai di pasang di setiap lorong koridor sepanjang mansion yang menghubungkan Mansion Utara dan juga Mansion Selatan.
"Aku akan mandi lebih dulu." Kata Alaris.
"Ya, kamu sudah bekerja keras, kita akan makan malam bersama."
Alaris kemudian hendak pergi ke mansion utara.
"Alaris..." Panggil William.
"Ya..."
"Kamu mendekor Mansion menjadi lebih hidup, terimakasih."
"Sama-sama." Jawab Alaris dengan wajah datar dan dingin seperti biasanya.
Selagi para pelayan membersihkan sisa-sisa lukisan, William pun berjalan dan melihat-lihat, sampailah dia di ruangan tengah mansion utara dan melihat pajangan di tengah ruangan.
Alis dan dahi William berkerut.
"Panggil Jason." Perintah William pada salah satu pengawal.
"Baik Tuan."
Tak berapa lama Jason tiba. Jason adalah assisten William dan juga tangan kanan William.
"Ya Tuan."
William hanya diam, namun matanya mengisyaratkan agar Jason melihat apa yang sedang dia lihat.
Jason menelan ludahnya.
"Maafkan saya Tuan, saya melakukan kesalahan kali ini."
"Satu-satunya Perusahaan yang berani menyombongkan blue diamond hanya satu. Kamu tahu harus melakukan apa pada patung itu, aku tidak percaya dia berani mengirim patung dengan begitu banyak blue diamond. Apa dia berniat merayu istriku dan merendahkanku." Geram William.
"Baik Tuan."
William pun bergegas pergi menuju mansion selatan.
Setelah beberapa jam berlalu, dan jam makan malam akan segera di mulai, Alaris sudah berjalan menuju ruang makan, namun kakinya tiba-tiba berhenti karena patung yang ada di ruangan tengah menghilang.
"Dimana patungnya?" Tanya Alaris pada pelayan pribadinya.
"Ah, dimana patungnya??" Namun Emily justru balik bertanya.
"Saya akan bertanya pada yang lain Nyonya, anda bisa menuju ke ruangan makan lebih dulu, karena Tuan William sudah menunggu." Samantha meyakinkan Alaris.
"Pastikan kamu menemukan patungnya, dan menemukan orangnya, siapapun itu aku harus bertanya kenapa dia berani menyentuh dan mengotak-atik patung itu tanpa seijinku." Kata Alaris tegas.
"Baik Nyonya."
Alaris kemudian melanjutkan lagi langkahnya untuk menuju ruang makan, pintu yang lebar di buka oleh pelayan dan saat itu William sudah menunggu di ujung meja makan. Duduk dengan tegak.
Perlahan Alaris duduk di tempatnya berhadapan dengan William. Meja itu cukup panjang hingga membuat jarak di antara mereka.
Para pelayan menaruh hidangan satu persatu di atas meja, hingga meja itu sudah di penuhi makanan, buah dan wine, setelah itu William memerintahkan mereka semua untuk keluar dari ruang makan.
Dengan gerakan pelan, William serta Alaris mulai memakan hidangan yang ada di atas meja mereka.
"Apa kamu yang menaruh patungnya di ruangan tengah?" Tanya William.
'Aku hampir lupa, seharusnya aku berterimakasih tentang patung dan hadiah perhiasan itu.'
"Aah... Sejujurnya aku mendekor mansion karena terinspirasi dari patung itu, dan setelah melihat patung itu juga aku memiliki semangat untuk melukis serta menghias mansion, kamu menyerahkan itu padaku. Katamu aku boleh mendekor sesuai selera ku. Ingat?"
"Ya aku ingat. Apa kamu menyukai patungnya?" Tanya William dengan wajah datar.
"Yaa, itu patung yang indah dan aku yakin itu sangat mahal, tapi... Saat dalam perjalanan kesini patung itu tidak ada, Samantha sedang mencoba mencari tahu siapa yang memindahkannya."
"Aku memerintahkan agar patung itu di buang."
Seketika Alaris berhenti menyendok soup nya, dan termangu, pandangannya tak lepas dari soup hijau di hadapannya.
'Ada apa dengannya, dia yang memberi, dia juga yang ingin membuangnya. Apa keromantisan itu datang dan pergi dengan cepat? William, orang seperti apa kamu sebenarnya?'
"Aaah... Begitu, jika itu yang telah kamu perintahkan, aku bisa apa." Kata Alaris tanpa menatap wajah William dan memutar-mutar soup dihadapannya dengan sendoknya secara pelan.
"Kamu marah?"
"Tidak, dan seharusnya kita makan malam tanpa mengobrol, karena makanan-makanan ini akan segera dingin William." Alaris menanggapi dengan dingin dan tanpa melihat.
Mereka kemudian melanjutkan makan malam, setelah beberapa menit William memperhatikan Alaris dan melihat sesuatu di sudut bibir Alaris.
"Alaris..." Panggil William.
"Mm?"
"Ada sesuatu." Kata William sembari menunjuk ke arah bibirnya sendiri.
Namun Alaris tidak mengerti.
Kemudian William berdiri, dan berjalan ke arah Alaris, ia menarik kursi yang ada di dekat Alaris dan duduk di samping sisi kanan Alaris.
William mengambil tisu dan membersihkan sudut bibir Alaris, saat itu William ingin sekali mencium bibir Alaris, William sudah semakin dekat namun dengan cepat Alaris mengambil tisu sendiri.
"Maafkan aku, biar aku yang membersihkannya sendiri, tangan mu akan kotor." Tubuh Alaris kaku dan gugup, kemudian dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di ruang makan.
Saat berada di dalam kamar mandi, Alaris dengan cepat melihat kaca yang ada di depan wastafel marmer dan melihat dirinya sendiri. Kemudian menepuk-nepuk kedua pipinya.
'Jantungku berdebar dengan cepat. Wajahku juga sangat merah, sesak sekali dadaku.'
Alaris berulang kali menarik nafas dan mengeluarkannya, ia sangat berusaha mengatur nafasnya dan debar jantungnya.
'Ada apa denganku. Wajahku sangat panas.'
Alaris mengipas-ngipasi wajahnya dengan tisu dan telapak tangannya.
"Alaris? Kamu baik-baik saja?"
Terdengar suara William dari luar.
"Ya, aku baik-baik saja, aku akan segera keluar." Kata Alaris.
Tak berapa lama Alaris pun keluar.
"Sepertinya kamu sudah kenyang, bagaimana kalau kita melanjutkan mengobrol di ruangan kerja ku?"
"Aku harus memeriksa sesuatu di kamar ku, mungkin kita bisa bicara besok William."
"Baiklah." Kata William kecewa.
Saat itu Alaris hanya ingin menghindari William karena dia merasa tidak enak badan, setiap berdekatan dengan William dia merasa sesak.
Alaris keluar dari ruang makan dan di sana Emily serta Samantha sudah menunggu.
Dalam perjalanan menuju mansion utara, Samantha kemudian membuka mulutnya.
"Nyonya, patung itu..."
"Tidak perlu di cari lagi, dan tidak perlu mencari tahu, karena aku sudah tahu Samantha." Kata Alaris yang menjawab dengan tetap berjalan.
Para pelayan pribadi Alaris saling pandang.
"Apa anda tahu jika patung itu di buang atas perintah Tuan William, Nyonya?" Celetuk Emily namun kemudian menutup mulutnya takut suaranya terlalu keras.
Alaris tiba-tiba berhenti dari langkahnya dan melihat para pelayan pribadinya kemudian mengangguk pelan.
Samantha serta Emily saling melihat dan tak percaya.
"Tapi kenapa Nyonya?" Tanya Emily.
"Aku tidak tahu, dan aku tidak bertanya padanya, biarkan dia sesuka kemauannya."
"Tapi, kenapa barang yang sudah di berikan kemudian ambil lalu di buang, bukankah itu tidak sopan, apalagi itu adalah berlian biru. Sayang sekali." Gerutu Emily.
Tak berapa lama seorang pengawal pria datang menemui Alaris.
"Nyonya, ada surat untuk anda." Kata pengawal itu.
Alaris mengerutkan alisnya dan menerimanya, kemudian membuka surat tersebut.
Setelah membaca isi surat itu Alaris merubah mimik wajahnya menjadi tidak bisa terbaca, bahkan dirinya pun merasa telah melakukan kesalahan.
"Patung itu bukan dari William." Kata Alaris.
"Apa!!" Pekik para pelayan pribadi Alaris.
bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
idawati
eh ....
2022-08-23
0
dahlia Mehdavi
atau pengiriman nya berniat untuk membuat Alaris dan William salah paham lalu bertengkar
2022-08-20
0
dahlia Mehdavi
salah paham kn
2022-08-20
0