William menelan ludahnya yang tiba-tiba terasa pahit setelah mendengar kalimat permintaan Alaris bahwa dia belum siap berhubungan, seolah kini William lah yang sedang berada di posisi penolakan.
"Apa kamu berusaha menyerang balik? Kamu tersinggung dengan perjanjian yang ku berikan? Sejujurnya ini untuk kebaikan kita bersama Alaris, aku yakin nantinya kamu juga akan membutuhkan privasi dengan kehidupan pribadi mu."
"Kita suami istri, kenapa aku harus menyerangmu? Aku tidak mempermasalahkan perjanjian ini. Aku hanya membutuhkan waktu karena aku belum siap untuk di sentuh." Kata Alaris dingin.
William diam sejenak dan memikirkan kembali permintaan Alaris.
"Baiklah, ambil waktu mu, dan aku akan menunggu mu sampai kamu siap. Tapi untuk menghindari gosip di luar sana, apalagi kita tidak bisa mempercayai semua orang yang ada mansion, lebih baik kita keluar dari kamar ini besok pagi. Akan aneh jika malam pertama di hari pernikahan kita, bahkan belum terhitung beberapa jam salah satu mempelai nya keluar dari kamar. Jika kejadian seperti itu bocor, media akan memberitakannya habis-habisan dan itu pasti akan mempengaruhi perusahaan."
Alaris juga berfikir seperti itu, tapi dia melirik ranjang berukuran besar yang ada di ujung kamar.
'Tapi ranjangnya hanya ada satu.' Batin Alaris.
"Aku akan tidur di sofa."
"Tidak, aku yang akan tidur di sofa." Bantah Alaris.
"Setelah penolakanmu, kamu juga ingin mendorongku sebagai pria pecundang? Karena membiarkan wanita tidur di sofa?" Tangkis William.
"Itu hanya cara pandang dan persepsi mu saja William, aku tidak memandangmu seperti itu."
"Cukup Alaris! Berhenti berdebat. Aku tidur di sofa dan kamu bisa gunakan ranjang itu."
"Baiklah." Sahut Alaris.
Alaris kemudian melepaskan mantel berwarna biru yang masih melekat di tubuh nya, saat itu gaun tidur milik Alaris berwarna putih dan membuat lekuk tubuhnya cukup terlihat.
"Sial!" Gerutu William yang akan berbaring di atas sofa kemudian menutupi wajahnya dengan bantal.
Setelah naik ke atas ranjang, Alaris berusaha untuk memejamkan matanya, namun kantuk belum juga singgah di kedua matanya yang masih ingin terbuka.
Alaris hanya bisa berpura-pura tidur, menutup matanya meski pikiran dan hatinya malang melintang.
'Aku tidak tahu apa sebenarnya yang ada di pikiran William, ku kira apa yang telah ku pikirkan tentang pernikahan sama dengan apa yang ada di dalam pikiran William. Aku kecewa dia memberi batasan atas dirinya padaku, dan mungkin jika itu terjadi aku hanya akan mengikuti permainannya tentang seberapa besar batasan yang akan dia lakukan terhadap ku. Aku mengira setiap pasangan yang sudah menikah akan melebur menjadi satu dan tidak akan ada yang harus di rahasiakan lagi. Baiklah William aku akan lihat bagaimana kamu akan bermain dan aku akan mengikuti cara bermain mu.'
Akhirnya Alaris dapat tertidur setelah beberapa pikiran mengganggunya.
*****
Hingga pagi yang cerah pun tiba, meski tirai belum di buka namun Alaris tahu ia terlalu siang untuk bangun, karena jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
Alaris melirik sofa, dimana William semalam tidur di sana.
'Oh... Dia sudah pergi.'
Alaris bangkit dari ranjangnya dan memakai mantel, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Astaga!" Alaris memegangi dadanya dengan kedua tangannya karena terkejut.
"Selamat pagi Nyonya..."
"Selamat siang Nyonya..."
Kalimat itu secara bersamaan di ucapkan oleh Emily dan Samantha, sehingga dengan cepat mereka pun saling lirik karena miskom.
"Sejak kapan kalian di sini."
"Sejak pagi tadi Nyonya."
"Apa... Kalian... Melihat... Emm..." Alaris bertanya dengan malu-malu.
"Maksud anda Tuan William?" Celoteh Emily sembari tersipu malu dan sedikit tersenyum.
"Tuan William keluar dari kamar pagi-pagi sekali, kami bertemu di koridor saat Tuan William akan masuk ke dalam ruang kerjanya Nyonya, dan juga Tuan berpesan jika hari ini tidak ada sarapan bersama, karena Tuan akan berangkat ke kantor lebih awal." Kata Samantha.
"Aah... Kata Tuan William, kita semua juga dilarang untuk membangunkan anda, kami hanya boleh menunggu di sini sampai anda bangun sendiri, Tuan William bilang Nyonya akan kesiangan karena masih kelelahan." Sahut Emily dengan tersipu malu.
Emily menutupi senyumannya dengan telapak tangannya, bahkan wajah Emily saat mengatakannya tersulut memerah seperti terbakar.
Alaris yang mendengar nya pun ikut menutupi mulutnya dengan punggung tangannya, seketika wajahnya juga memerah seperti lobster rebus.
"Ehem... Aku harus bersiap ke kantor." Sahut Alaris sedikit serak.
"Anda ingin membersihkan diri di sini atau di kamar anda Nyonya..." Tanya Samantha yang juga canggung dan malu.
"Di kamar ku sendiri." Alaris menjawab cepat dan kemudian berjalan dengan cepat pula meninggalkan para pelayan pribadinya.
'Astaga aku benar-benar malu setengah mati, William benar-benar memainkan dialog malam pertama secara total!'
*****
Di negara lain, seorang gadis yang baru saja melewati malam penuh siksaan terbangun karena teriakan seorang wanita.
"Hey pelac*r! Sampai kapan kamu akan tidur di sini, aku harus membersihkan kamar milik tuan Reed!" Teriak sang pelayan.
Axella perlahan membuka matanya, tubuhnya terasa semakin berat dan lebih berat dari hari-hari sebelumnya.
Bekas-bekas lebam, gigitan, dan bekas-bekas merah berada di sekujur tubuhnya pun semakin banyak.
"Sa.. Saya tidak kuat bangun." Rintih Axella.
"Jadi maksudmu, aku harus membantu mu bangun lalu menggendongmu!"
"Tolong sekali ini saja, saya tidak kuat bangun, dan sepertinya kaki saya juga lemas."
"Meskipun aku hanya pelayan tapi kedudukan ku lebih tinggi dari kamu yang hanya sebagai pelac*r! Dasar idiot!"
Pelayan itu pun memukul Axella dengan sapunya.
"Aaarg!!"
"Sakit!"
Tak berapa lama pelayan yang lain pun muncul.
"Camilla apa yang kamu lakukan, jika Tuan Reed tahu kamu akan mendapat masalah!"
"Tidak akan, Tuan Reed sudah pergi, lagi pula kamu selalu baik padanya, dia cuma budak, dan kita lebih tinggi statusnya!"
"Aku tidak tahu apa maksudmu tentang status dan segala macam, yang aku tahu hatiku bertolak belakang dengan apa yang kamu lakukan, aku tidak bisa membiarkanmu memukulinya, dia juga manusia seperti kita!"
"Cih! Greisy, kamu urus saja dia kalau kamu mau!"
Camilla pun pergi dengan marah.
"Aku akan membantumu, kamu pakai baju mu lebih dulu, tuan Reed baru saja pergi ke kantor." Kata Greisy.
Saat itu Axella hanya bisa menangis, bagaimana setiap kali ia harus siap melayani majikannya yang sangat kasar.
"Pakailah baju ini, aku akan mengambil salep dulu."
Axella memakai bajunya perlahan, tak berapa lama Greisy kembali dengan membawa kotak obat dan memapah Axella untuk kembali ke rumah yang ada di belakang mansion.
Rumah bobrok yang lembab dan juga penjara bagi Axella setelah Reed memuaskan dirinya semalaman pada tubuh Axella.
bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
rizas nanira
like k
2022-08-31
0
idawati
malu maluuu
2022-08-23
0
idawati
wkwkwk
2022-08-23
0