Hujan malam ini begitu deras. suara petir saling bersahutan membuat hati Alhan ketar-ketir. Posisinya saat ini masih di depan warung pinggir jalan. Sepulang dari klinik ternyata dia terjebak hujan. Alhasil ia harus berteduh di tempat yang bisa melindunginya dari air hujan. Agak menyesal juga kenapa tadi ia tidak menggunakan mobil saja sehingga tidak akan sampai terjebak hujan begini. Alhan menghela napas kasar. kedua tangannya menyilang, cukup dingin. sehingga mau tidak mau ia pun memesan teh hangat dan mie rebus. Walaupun tadi sudah makan namun perutnya meronta seiring suasana malam ini yang dingin. Kalau sudah begini ingin rasanya Alhan sampai rumah untuk memeluk guling dan langsung tidur. Namun kenyataannya hujan belum juga reda.
"Silahkan mas!" Seorang pelayan memberikan minuman dan makanan sesuai pesanannya. Alhan menyantapnya dengan antusias. Tidak hanya Alhan yang berteduh sekaligus makan di warung tersebut, beberapa orang yang singgah pun memesan makanan dan minuman yang tersedia di warung itu karena memang hujannya lumayan cukup lama. Beberapa menit kemudian hujan pun berhenti begitu pun semangkok mie instan spesial semuanya kandas tak tersisa. Ia pun melanjutkan perjalanannya dengan semangat.
"Bagaimana Han, sudah kau evaluasi kinerja keuangan yang dikerjakan Wafa?" Tanya Ibrahim pada anaknya yang ikut nimbrung di ruang tengah.
"Sudah ayah" Jawabnya singkat. Ibrahim manggut-manggut.
"Kinerjanya bagus, rapih tapi sayang dia ngga jujur" Alhan menghela nafas pelan. Ibrahim kaget, kalau seperti ini dia sama sekali tidak menyangka Wafa yang ia percaya dan sudah dianggap anak ternyata bisa menipunya. Namun Ibrahim tidak bisa percaya begitu saja sebelum ada bukti jika memang Wafa bertindak kriminal. Karena yang ia tahu Wafa seorang gadis yang sopan, ramah, jujur, agamanya juga bagus, benar-benar calon mantu ideal menurut Ibrahim. Makanya ia tidak segan-segan memberikan posisi tersebut pada gadis itu karena suatu saat ia bisa menjadi menantunya.
"Tidak Jujur bagaimana, maksud kamu?" Ibrahim mulai menelisik kebenaran yang akan disampaikan anak semata wayangnya. Rianti muncul dari arah dapur membawa teh hangat serta cemilan. Alhan mencium punggung tangan ibunya dan mencium kedua pipinya. Terlihat begitu harmonis.
"Dia penipu , yah!" Netra Alhan menatap lurus. Ada kebencian di sana. Mata kedua orangtuanya saling memandang.
"Katakan ada apa sebenarnya. Kenapa kamu mengatakan kalau Wafa itu seorang penipu. Apa ia sudah korupsi?"
"Tidak" Ucapnya tegas
"Lantas?" Kedua orang tuanya tidak memahami perkataan Alhan. Berbicara tentang kejujuran berarti berkaitan dengan masalah keuangan yang tidak beres, mungkin saldo yang ada tidak sesuai dengan bukti fisik. Berarti di kliniknya benar-benar ada tikus cantik yang sedang bermain-main.
"Ayah tolong pecat saja dia agar dia tidak bekerja lagi di klinik itu. Biar aman" Ujar Alhan penuh solusi.
"Hei ada apa sebenarnya anak muda? Sepertinya kalian sudah lama kenal dan memiliki masalah pribadi. Jangan kau campur adukkan pekerjaan dengan masalah pribadimu anak muda. Kita harus profesional dalam bekerja. Kalau ingin memecat seseorang perlu ada bukti pelanggaran yang ia perbuat. Selama ini Wafa bekerja dengan baik, dia orang kepercayaan ayah. Sulit menemukan orang seperti Wafa yang pekerja keras, ulet, rajin dan menurut ayah jujur"
Alhan mendesis, dia tidak bisa menyembunyikan kegalauannya. Ia ceritakan semua masalah yang menghimpitnya pada kedua orang tuanya. Ibrahim dan Rianti menyimak dengan baik cerita anaknya yang sudah dewasa dan siap untuk menikah itu. Respon keduanya sama, tertawa sambil geleng-geleng kepala. Membuat Alhan bingung sendiri.
"Alhan.... Alhan kamu itu guru dan dosen tapi tindakan kamu ceroboh. Untung saja kamu meminjam jari Wafa dan cincin itu tertinggal di sana kalau tertinggal sama wanita yang tidak bertanggungjawab gimana?"
"Tapi Wafa juga tidak bertanggungjawab Bun. Sampai sekarang ia belum memberikan cincin itu sementara Alhan mau melamar Nurmala secepatnya."
"Lantas menurutmu Wafa memberikan cincin peninggalan ibunya sebagai jaminan bukan bentuk tanggung jawabnya?" Alhan terdiam mendengar penuturan ibunya yang benar adanya.
"Itu bentuk tanggung jawab sayang. Dengan kesibukan yang Wafa miliki saat ini agar kamu tenang menyikapinya maka ia korbankan cincinnya agar dipegang sama kamu. Kamu dengar jangan pernah menyalahkan orang lain apalagi memvonisnya. Introspeksi diri sendiri mengapa masalahnya sampai serumit ini. Kalau menurut bunda sih cincin itu sebagai pertanda kalau kalian berdua berjodoh, iya ngga yah?" Rianti mengedipkan mata pada suaminya yang sedang tersenyum tanda setuju. Alhan menyorot tajam keduanya, ada kekesalan yang menyelimuti hatinya.
"Dari pada Nurmala lebih baik Wafa yang sudah ayahmu jaga beberapa tahun belakangan ini. Jadi ayah tahu baik buruknya Wafa, kamu berpikir ulang untuk melamar Nurmala. Siapa tau ini pertanda kamu memang tidak berjodoh dengan Nurmala, karena dia bukan yang terbaik." Nasehat sang bunda memberi lampu hijau, karena selama ini pun Alhan belum pernah mengajak Nurmala menemui kedua orang tua Alhan. Alhan merasa tidak terima dengan penuturan bundanya namun ia tidak mau berdebat. Pikirannya sedang kacau sekarang. Ditambah lagi pekerjaan tambahan dari sang ayah yang mengharuskan Alhan bertemu minimal sebulan sekali untuk mengevaluasi kinerja Wafa perbulannya. Sungguh pekerjaan yang tidak diharapkan. Alhan beranjak dari sofa menuju kamar. Ia ingin merefresh otaknya dengan mandi air hangat, walaupun sudah malam tetap ia lakukan, apalagi tadi ia sempat kehujanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
🏠⃟🌻͜͡ᴀs🍁Bila❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
apa yang di bilang orang tuamu memang benar Alhan,, ku harap nanti kamu yang mengejar Wafa ini 🤣
2025-02-22
0
🍒⃞⃟•§¢•🎀CantikaSaviraᴳᴿ🐅
aku suka karyamu Thor😘
2024-01-04
0
Ney🐌🍒⃞⃟🦅
berdoa sm allah...
mnt yg trbaik👍👍💪💪
2023-12-09
1