Retak Mimpi
"Mas... Betulkah mau buat usaha di Kota Jepara ini?" Canda senantiasa menggandeng tangan suaminya. Pegangan tangan itu terlepas, jika ada aktivitas yang tidak bisa ditinggalkan saja.
Seromantis itu pemandangan kemesraan mereka setiap hari. Banyak anak, tidak membuat mereka kerepotan. Karena setiap satu orang anak, diberi satu pengasuh yang membantu anak-anak tersebut beraktivitas setiap hari.
Bukan tanpa alasan, Givan memilih untuk memperkerjakan pengasuh lantaran ia paham jika istrinya tidak bisa menghandle enam orang anak dan menjadi ibu rumah tangga sekaligus.
Tugas Canda apa?
Tugasnya, hanya diminta untuk mengurusnya dan mendoakannya saja. Canda pun selalu ia bawa bekerja ke luar kota, untuk mengembangkan beberapa usaha-usaha milik mereka. Sedangkan anak-anak mereka, tinggal di sebuah kampung di Aceh Tengah dan diawasi juga oleh orang tua dari Ananda Givan.
Givan berharap, saat usianya sudah menginjak empat puluh tahun. Ia sudah tentram di kampung tersebut, tanpa memikirkan biaya hidup keluarga kecilnya. Ia pun memiliki mimpi yang sama, ingin menua bersama istrinya dan menikmati setiap waktu bersama sampai nyawanya sudah kembali ke Sang Pencipta.
"Jangan tanya yakin tak yakin, karena memang aku pun tak yakin. Manusia itu tak akan memiliki keyakinan lain, kalah udah berada di titik nyamannya. Misal kita nih, sukses di konveksi daster kau itu. Kita udah kaya, kita kecukupan dari situ, kan jadi kita tak punya pikiran untuk hal-hal yang harus berjuang dari awal lagi, kek buka usaha baru gitu. Pasti pikiran kita hanya, mempertahankan pusat dan memperbanyak cabang aja. Tapi kan aku mikirnya tak enaknya gitu, Canda. Khawatir konveksi kau tak kuat dengan perkembangan zaman, kalah nama dengan produksi lawan, otomatis kan usaha kita pasti goyah dan ekonomi kita pasti down lagi. Nah, aku buka banyak usaha baru, untuk meminimalisir resiko kalau konveksi kau bangkrut. Jadi kita masih punya usaha yang lain, untuk menyambung perekonomian kita." Givan merangkul istrinya.
"Kita belajar dari kesalahan kita kemarin," lanjutnya dengan mengusap kepala istrinya yang terlapisi hijab, kemudian mencium pucuk kepala istrinya.
Canda mendongak dan memamerkan senyum dari wajah teduhnya. "Semangat orang hebat," ucapnya dengan mengusap rambut dagu suaminya.
"Semangat juga, untuk istri patuhku," sahutnya dengan menahan leher istrinya dengan siku dalam tangan kanannya, kemudian ia menjejakkan ciuman sayangnya pada pelipis istrinya.
"Kita istirahat di hotel dulu ya? Aku belum dapat hunian buat kita." Langkah kakinya berbelok ke arah hotel yang terdekat dengan posisi mereka.
Bellsha Hotel Jepara, menjadi tempat tinggal sementara mereka sampai Givan mendapatkan hunian yang lebih pantas untuk memulai usaha. Katakanlah ini baru untuk cek lokasi saja, tapi Givan sudah berencana untuk merintis juga di kota ini. Jadi bisa dipastikan, bahwa mereka akan cukup lama tinggal di kota tersebut.
Ada dua restoran, salah satunya restoran terbuka. Fasilitas lainnya meliputi bar, tempat karaoke, kolam renang outdoor dengan teras dan kursi berjemur, serta taman.
Namun, tetap saja. Ranjang adalah tempat ternyaman bagi Canda, dengan Givan yang menjadikan sofa panjang itu sebagai bukti perputaran pikirannya di sana. Ia benar-benar fokus untuk memulai usaha baru, kemudian cepat kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama anak-anak mereka lagi.
"Mas, makan yuk?" rengek Canda, dengan mengesampingkan ponsel yang ia mainkan sejak tadi tersebut.
"Pesan aja ya? Aku udah hubungi bu Susanti, mantan istrinya operator alat berat yang wafat beberapa tahun silam itu. Anak sulungnya kan di Jepara nih, jadi mana tau dia punya informasi untuk tempat kita buka usaha di sini." Givan meninggalkan sejenak laptopnya dengan email dan laporan pekerjaan yang menumpuk tersebut.
"Tuh perempuan." Canda memanyunkan bibirnya.
"Iya, makanya ke sana ke mari membawa dirimu itu. Karena di mana-mana pun ada perempuan. Biar tak kejadian Zio-Zio yang lain, lebih baik kan kau yang hamil lagi begitu." Givan tersenyum jahil, kemudian menarik satu kaki istrinya.
Tawa Canda lepas. "Aduh, Mas. Panjang sebelah kaki aku nanti!" serunya kemudian.
Zio adalah anak dari istri siri Givan, yang membuat dirinya dan Canda harus berpisah dulu. Canda pun pernah menikah kembali dan memiliki satu orang dari laki-laki lain, yang kini telah wafat karena penyakit komplikasi usus buntu.
Mantan suami Canda, meregang nyawa di malam pernikahan keduanya dengan Canda.
Setelah Canda bercerai dengan Givan, ia menikah kembali dengan Nalendra, lelaki asal Sulawesi. Kemudian, Canda dan Nalendra bercerai kembali dan hampir rujuk kembali. Namun, Canda diminta untuk mengikhlaskan sebelum memiliki Nalendra kembali. Nalendra meninggalkan wasiat, agar Canda tetap melangsungkan pernikahan dengan seseorang yang ia tunjuk, meski ia tiada di malam sebelum pernikahan mereka.
Hingga berakhir bahagia, karena Canda dan Givan sudah saling mengerti satu sama lain. Juga sudah saling memahami, tentang sifat dan karakter masing-masing.
"Jadi gimana dong, kalau kakinya panjang sebelah?" Givan memasang wajah panik, yang tentu saja hanya dibuat-buat.
"Tarik lagi kaki satunya, biar tak panjang sebelah." Canda menunjuk kaki kirinya.
"Jadi, biar panjang semua gitu?" imbuh Givan dengan tawa mereka menggema di dalam kamar hotel bintang tiga tersebut.
"Gemes, jadi pengen...." Givan mengungkung tubuh istrinya.
Meski telah melahirkan empat anak, dengan tiga anak dari benihnya itu. Givan masih begitu menggebu-gebu, pada istrinya yang berpostur hanya seratus lima puluh lima sentimeter itu. Sangat berbanding jauh, dengan dirinya yang memiliki tinggi badan seratus tujuh puluh tiga sentimeter.
Enam orang anak mereka, memiliki cerita tersendiri. Anak sulung mereka, Mikheyla. Anak dari mantan pacar Givan, yang Givan tinggalkan, ketika mengandung anaknya. Anak ketiga mereka, adalah Zio. Anak dari kelakuan khilaf Givan, yang membuatnya berpisah dengan Canda. Lalu Ceysa, anak urutan nomor empat yang memiliki darah Sulawesi.
"Iya, iya. Itu sih gampang! Kasih aku makan dulu! Aku udah kelaparan ini, Mas." Canda menahan bibir suaminya yang sudah berkehendak itu.
"Lapar betul kah?" Givan menyangga tubuhnya dengan siku tangannya.
"Iyalah!" Canda membingkai wajah suaminya, lalu menarik berlainan arah pipi suaminya tersebut.
"Ya udah deh, makan dulu. Tak tega terus aku sama kau." Givan meraup wajah istrinya, kemudian bangkit dari posisinya.
"Ke resto aja lah, Mas. Aku capek rebahan, tadi di perjalanan juga duduk manis aja. Pengen jalan-jalan gitu, biar pamer sekalian bahwa kita itu pasangan romantis." Canda bangkit dari tempat tidur, kemudian ia langsung memutar tubuhnya ala India.
Sampai tubrukan itu terjadi.
Givan menatap sangar istrinya, yang menabrak dada bidangnya itu.
"Romantis kau, kalau aku ada uang aja. Tak ada uang, aku tak dilayani pun."
Sontak saja, Canda langsung tergelak begitu lepas. Lalu ia menarik tengkuk suaminya, kemudian mengecup sekilas seluruh wajah suaminya begitu gemas.
"Udah, udah! Bau eces!" Givan melepaskan tangan istrinya dari lehernya.
"Aku siap-siap dulu ya? Terus cari makan." Canda melarikan diri, untuk membasuh wajahnya.
Sesampainya mereka di restoran terbuka hotel tersebut, mereka dihadiahkan pemandangan tidak menyenangkan. Terutama Canda, ia langsung mendidih melihat rupa yang pernah ia ajak ngobrol tersebut.
"Kita balik aja ke Aceh!" Canda bangun dari duduknya, kemudian menghentakkan kakinya meninggalkan meja bulat tersebut.
...****************...
Akhirnya, aku Canda dan Givan kembali lagi. Sebelumnya, kisah mereka terealisasikan dalam tulisan yang berjudul Canda Pagi Dinanti. Ini adalah season duanya ya, Kak 😁🙏
Mohon doa dan dukungannya, Kak. Bantu sundul ya 😘 jangan lupa, Rate ⭐⭐⭐⭐⭐, tap ❤️ favorit, like, vote, hadiah, iklan, masuk GC, follow author juga 😉
ig: anissah_31
fb: Anissah
Dengan foto profil yang sama 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Hi Dayah
kangen canda jadi kesini baca lagi🥰
2024-12-27
1
Rafika Noor Siregar
maaf Thor br buka ..,,,langsung jd favorit ☺️☺️
2022-10-14
1
mbak sri
maaf thor baru buka, langsung favorite
2022-07-28
1