"Siapa orangnya?" Canda melontarkan pertanyaan yang membuat Givan ketar-ketir. Ia gampang sekali takut ketahuan tengah menyimpan Ai.
"Tak tau, Biyung. Aku mau bersih-bersih dulu, terus sholat Dzuhur." Key melarikan diri ke rumahnya.
Canda memperhatikan wajah suaminya. "Siapa ya, Mas?" tanya Canda dengan menerka-nerka pelaku tersebut.
"Tak tau, aku mau ambil minum dulu." Givan memilih melarikan, daripada memberi keterangan.
Tentu saja, Canda memahami gerak-gerik Givan yang berbeda ini. Biasanya Givan adalah manusia yang tinggi penasaran, ia pasti akan mencaritahu pelaku yang memberi ucapan jelek pada anaknya. Tapi kali ini, Givan seolah tidak peduli dengan hal itu. Givan malah melarikan diri, bukannya mencecar Key dengan banyak pertanyaan mengenai ciri-ciri wanita tersebut.
"Ayo makannya cepat, terus bobo siang. Udah pada sholat kan?" Canda menatap anaknya satu persatu.
"Udah, Biyung," seruan serentak itu bagaikan demo anak-anak yang begitu heboh.
"Ya udah, ayo habiskan." Canda pun menghabiskan suapan terakhirnya.
Di dalam kamar, Givan kalut dengan kerumitannya sendiri. Ia bingung, untuk mencari jalan keluarnya. Ia paham tabiat istrinya yang selalu pergi, jika ada persoalan yang menyangkut orang ketiga seperti ini.
Ia berpikir, mengunci Canda dengan kehamilan pun tidak cukup. Karena ia teringat akan Canda yang mengandung Ceysa, tapi ia pergi dari Lendra. Canda tidak pernah memikirkan resiko, Givan berpikir seperti itu.
Banyak keturunan, Givan berpikir itu tidak menjamin membuat Canda bertahan. Apalagi sekarang, Canda memiliki penghasilan sendiri dan Canda memiliki akses kuasa untuk semua jenis tabungannya.
Langkah apa, yang akan ia ambil agar Canda bertahan dan percaya dengan ucapannya? Givan masih memutar otaknya untuk hal itu.
"Tes DNA?" Givan bertanya pada dirinya sendiri.
Mungkin salah satunya adalah hal itu, untuk pembuktian pada Canda.
"Aku harus bujuk Ai biar mau tes DNA." Ia mondar-mandir gelisah.
Ceklek.....
Givan tersentak dan langsung mengubah ekspresi wajahnya. "Canda...." Senyumnya amat lebar.
Canda mengerutkan keningnya. Sebenarnya ada apa, dalam ekspresi suaminya tersebut? Canda memahami ada yang lain pada suaminya, tapi tak ia ketahui.
"Istirahat yuk, Mas? Anak-anak udah pada masuk rumahnya." Canda merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Givan menghampiri istrinya. Sejak pagi ia menemani Canda, agar Canda terkontrol dan tidak keluar rumah. Ia ingin keluar sebentar untuk mengecek usahanya yang di sini, tapi rasa takutnya lebih dominan.
"Kau tidur, aku mau ke gudang kayu sama cek gudang material ya?" Givan sudah bersiap mengusap-usap punggung istrinya.
"Tidur juga, Mas. Kenapa pagi di rumah aja, siang malah keluar? Nunggu aku tidur aja, Mas baru keluar rumah." Cukup menohok ucapan Canda menurut Givan. Givan memahami, bahwa istrinya memiliki kecurigaan padanya.
"Iya, Canda." Givan lebih mencari aman saja. Untuk sekarang, ia lebih memilih memejamkan matanya yang lelah karena semalam kurang tidur.
Namun, ia tetap akan menemui Ai di lain waktu. Untuk membujuknya, agar mau mengikuti tes DNA.
Apalagi sekarang kandungan Ai sudah empat bulan, untuk tes DNA bisa dilakukan saat kandungan tersebut sudah menginjak bulan kelima. Dengan begitu, maka tes itu bisa segera dilaksanakan.
Dilema dalam ketakutan. Givan bingung ingin membawa Canda pergi dari kampung ini, atau membawa Ai tes DNA. Tapi opsi tersebut pasti ia ambil, untuk pembuktian bahwa anak yang dikandung Ai bukanlah anaknya.
Malam hari ini, ia terpaksa keluar dari rumah meski tidak dapat izin dari Canda. Ia tak memiliki banyak waktu, apalagi beralasan ingin bekerja untuk menemui Ai.
"Aa...." Kaget Ai, saat membuka pintu kamar yang ia tempati.
"Aku kan udah ngasih bekal makanan untuk satu minggu ke depan, kenapa kau masih keluar kamar?" Givan enggan masuk ke kamar tersebut.
"Aku punya kebutuhan lainnya, A. Aku gak bisa, kalau cuma makanan pokok aja." Ai membuka pintu kamarnya lebih lebar, sengaja mempersilahkan Givan untuk masuk.
Namun, Givan tetap memilih bertahan di ambang pintu.
"Jangan pernah ajak bicara anak-anak aku! Aku paling tak suka, kau ngucapin sesuatu yang tak baik ke mereka. Aku ayah mereka, aku panutan terbaik dan sosok yang terpuji untuk mereka. Kau tau aku, cukup kau simpan diingatan kau. Bukan untuk kau umbar ke keturunanku, kalau ayahnya jahat atau semacamnya. Kau tak ada hak hakimi aku, kau tak punya wewenang untuk ngasih tau anak-anak gimana ayahnya. Kau bukan siapa-siapa, Ai! Kau harus tau batasan kau!" Setajam itu mulut Ananda Givan.
"Aku pun ngandung anak kamu, A," ucap Ai dengan memandang wajah Givan.
"Jangan bermimpi! Jangan berharap aku seceroboh itu sama kau. Lagian, untuk apa kau ngandung anak aku? Anak kau, tak dapat apa-apa dari aku. Anak di luar pernikahan, tidak bisa dapat warisan ayah biologisnya. Anak kau tak akan dapat nasab aku, kecuali belas kasih sayang dan sedekah dari Canda. Aku punya dua anak di luar pernikahan, kau tanya ke orang tua aku, apa ada usaha mereka atas nama aku?" Givan menggeleng berulang. "Tak ada. Kecuali, salah satu ibunya yang aku ajak kerjasama untuk masa depan anak aku. Anakku yang satu lagi, dia cuma dapat hak bangunan aja, tidak dengan sertifikat tanahnya. Cuma anak-anak Canda, yang punya hak besar dan resmi dari aku. Kalau kau berpikir untuk ganti posisi Canda, dengan drama kehamilan seperti ini. Keknya, itu terlalu bodoh."
Tentu saja, Ai ternganga mendengar pengakuan Givan. Givan memiliki anak lain di luar pernikahan? Pemikirannya menyangka, bahwa Givan memacari dirinya dulu dengan status suami orang.
"Aa tipu aku?" Yang Ai maksud adalah tentang mereka sebelum berpisah dulu.
Sedangkan pemahaman Givan ke arah lain. Ia berpikir, bahwa ucapannya barusan itu adalah kebohongan untuk Ai. Padahal ia tidak berbohong, ia ingin membuat Ai tahu bahwa rencana Ai sudah terbaca olehnya. Givan pun ingin Ai paham, bahwa Aku tidak akan memiliki keuntungan apapun jika melangsungkan rencananya tersebut.
"Ngapain aku tipu kau?! Aku tak ngajak kau baku tipu sama aku. Tapi kau harus tau, bahwa dengan kau tetap mengaku bahwa anak yang kau kandung itu anak aku, itu cuma buat capek badan kau aja. Percuma kau perjuangkan kebohongan kek gini, Ai." Givan menggeleng dengan senyum miring.
"Terus Aa percaya Canda akan bertahan?" Ini adalah senjata Ai untuk menyerang.
Givan mencernanya. Ai benar, Givan pun menakutkan hal ini.
"Aa udah punya istri kan waktu kita pacaran?" tandas Ai, yang membuat kebingungan baru untuk Givan.
"Maksud kau?" Givan mengerutkan keningnya.
"Aa bilang punya anak di luar pernikahan." Secarik kalimat itu mampu dipahami Givan.
Ia menarik napas lebih dalam. "Memang, tanpa pernikahan. Anak biologis aku, yang ibunya tak aku nikahi. Sampai di sini paham, Ai?!" Givan memasang wajah iblisnya. "Yang jelas anak kandung aku aja, tak aku nikahi. Apalagi, aku tak pernah merasa memberi kau benih. Jangan memimpikan pernikahan, aku mengacaukan rumah tangga aku. Aku penuhi kebutuhan anak kau aja, harusnya kau bersyukur untuk itu. Tapi, ada syarat yang setelah ini kau harus lakukan. Kau harus mau, untuk tes DNA anak yang kau kandung tersebut dengan aku." Givan memasang telunjuknya di depan wajahnya.
Ai tertawa sumbang. "Aa bilang, ini bukan anak Aa." Ai mengusap perutnya. "Tapi Aa sendiri ragu kan, kalau ini bukan anak Aa. Aku tau sifat gengsi Aa."
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
fitrizakiah
Ai tingkat PD mu ajiiibbbbb 👍👏😆
2022-07-21
2
Edelweiss🍀
Terserah Ai mau ngomong apa, yg penting tes jd Givan punya bukti kuat. Terus Canda percaya, dan akhirnya terlemparlah Ai ke kubangan yg dia gali sendiri😁😁😁
2022-07-21
2
Lasthree
kan cuma buat bukti aja ai,biar canda percaya
2022-07-21
1