"Mas, aku diare." Tangis Canda begitu lepas.
"Ya Allah, Canda. Kok bisa sih?" Givan langsung terserang panik mendengar kabar tersebut.
Kesadarannya mendadak pulih kembali, dengan mata yang begitu merah. Ia melupakan dosanya, yang ia geletakan di ranjang berbusa tersebut.
Ia keluar dari pintu kamar rahasia tersebut, sehingga para teman-temannya melihatnya dengan kebingungan. Mereka merasa aneh, dengan Givan yang melakukan aktivitas cepat. Beberapa dari mereka berpikir, bahwa Givan memiliki kelemahan dalam bidang warisan turun temurun itu.
"Baksonya pedas, kan isian tengahnya daging sama cabai. Namanya juga mercon. Salahnya aku lagi, aku malah tambahkan sambal sama saos. Jadi rasanya puedese pollll," jelas Canda, membuat Givan ingin memaki istrinya sendiri.
Watak aslinya keluar.
"Kau tau itu pedas, tapi tetap kau makan?! Ya ampun, Canda! Kau kira aku tak mampu ganti bakso kau yang tak pedas kah, kalau misal kau buang bakso tak layak makan itu?!"
Teman-temannya melongo saja, melihat Givan berbicara begitu nyaring dengan ponselnya. Mereka langsung berasumsi, bahwa Givan adalah pimpinan yang galak.
"Mas marahinnya nanti aja." Tangis Canda tidak bisa dikondisikan lagi. "Tolongin aku dulu, aku udah lemes bolak-balik kamar mandi. Aku udah BAB lima kali, part belakang aku pedas betul rasanya." Canda sesenggukan di seberang sana.
"Ya udah tunggu, aku lagi jalan. Jangan dimatikan telponnya, aku takut kau pingsan. Lepas ini kita ke rumah sakit langsung, aku takut kau kekurangan cairan." Givan nyerocos saja, dengan meninggalkan ruang VVIP tersebut.
Ia beberapa kali berjalan sempoyongan, meski terlihat masih kuat dan tegap. Ia masih bisa menjaga keseimbangannya sendiri, untuk sampai di kamar hotel tempatnya dan istrinya menginap.
Menyisakan, para temannya yang menatap lapar kamar rahasia tersebut. Sejurus kemudian, perebutan terjadi malam itu juga.
"Mas, lama betul!" Isakan Canda terus didengar Givan.
"Aku ini lari, Canda. Lift penuh, aku dari tangga darurat." Saking tidak sabarnya menunggu lift bergerak, Givan memutuskan untuk membuat kakinya lelah.
Napas ngos-ngosan Givan, cukup membuktikan bahwa benar dirinya bergerak cepat di tangga darurat tersebut. Ia berpegangan kuat pada besi, ketika pengarnya tak tertahankan.
"Canda.... Kau masih di sana?" Givan ingin Canda bersuara terus, agar ia tahu bahwa kondisi istrinya stabil.
"Bentar, Mas. Cebok dulu."
Givan hanya bisa geleng-geleng kepala. Perempuan seperti ini yang ia tangisi setiap perempuan tersebut kesakitan, kadang Givan merasa geli pada perasaannya yang terlalu berlebihan pada Canda.
Ya, ia merasa cukup berlebihan. Karena, hanya Canda seorang yang mampu membuatnya panik dan menangis. Hanya Canda seorang, yang bisa membuatnya diapit kesabaran ekstra, tapi ia tetap mencoba melebarkan sabarnya lagi . Hanya pada Canda, amarahnya begitu cepat berubah menjadi tawa.
"Aku udah di depan kamar hotel, Canda. Bentar, aku cari kartu kamar dulu." Givan menjepit ponselnya kembali, dengan ia yang merogoh saku belakangnya.
Setelah ia berhasil masuk, ia langsung menuju ke kamar mandi hotel. Tertutup rapat, membuat Givan harus mengetuk beberapa kali.
"Canda...," panggil Givan di depan pintu kamar mandi.
"Ya hallo, Mas."
Givan menilik pada ponselnya, kemudian berbalik menatap daun pintu kamar mandi.
"Ish, Cendol. Udah matikan teleponnya!" Givan menyentuh ikon merah tersebut, kemudian memasukkan ponselnya ke saku.
"Canda...." Givan mengetuk kembali pintu kamar mandi.
"Ya, Mas. Aku masih mules, padahal tadi udah mau keluar dari kamar mandi."
Sontak, Givan langsung panik kembali.
"Tak dikunci kan?" tanyanya cepat.
"Tak, Mas."
Setelah mendengar jawaban tersebut, Givan langsung masuk. Ia tidak memperdulikan bau yang tidak nyaman tersebut. Yang hanya di pikirannya, tentang keadaan Canda.
Setelah memastikan sendiri keadaan Canda, Givan memilih untuk menanggalkan pakaiannya. Ia teringat, bau-bauan apa yang menempel di pakaiannya ini.
Dalam mata yang berat terbuka, karena pengaruh alkohol yang masih terasa. Givan memutuskan untuk mandi, dengan alasan kepalanya kejatuhan kotoran cicak.
Padahal, ada alasan lain yang lebih Givan ketahui sendiri.
Malam itu juga, Givan membawa istrinya ke rumah sakit dengan mata yang begitu merah. Matanya seperti mata iblis dalam animasi.
"Silahkan urus kamar dulu, Pak." Seorang perawat menunjukkan ruang administrasi untuk mengurus ruang inap pasien.
"Baik, Sus." Givan membelai wajah pucat istrinya, kemudian ia langsung meninggalkan istrinya untuk mengurus administrasi tersebut.
Sampai akhirnya, mata lelahnya tidak tertahankan lagi ketika Canda sudah dipindahkan ke kamar inap.
Canda mengusap wajah suaminya, yang pulas di sampingnya. Brankar khusus pasien tersebut, diisi oleh dua orang. Pasti saat malam nanti, petugas medis yang mengganti kantong infus Canda akan terkekeh geli.
"Ganteng betul sih, Mas. Lepas KB nanti, kasih aku anak laki-laki lagi ya, Mas?" ucapnya lirih.
Telinga Givan yang masih bekerja, merespon dengan anggukan kepala meski keadaannya sudah pulas. Canda pun terkekeh kecil, kemudian mencium hidung mancung suaminya.
Tanpa memikirkan hal lain, pokok kehidupannya adalah suaminya dan anaknya. Tapi, itu jelas berbeda jika ada yang mengusik.
Canda memperhatikan selang infusnya kembali, kemudian ia mendongak untuk menatap kantong infusnya. Setelah disuntikkan obat ke selang infusnya, diarenya langsung mereda. Perutnya pun, tidak begitu melilit. Namun, masih terasa tidak nyaman karena terus berbunyi. Tentunya, bunyi karena keadaan perutnya yang tidak baik-baik saja. Bukan karena ia tengah lapar.
Tanpa mencurigai apapun yang dilakukan suaminya di luar sana. Canda mengeratkan pelukannya lebih nyaman, untuk berlindung di dada bidang suaminya.
Ia amat percaya, ia pasti akan selalu aman dengan pelindungnya ini. Meski suaminya sering membentaknya dan memarahinya, tapi Canda paham bahwa itulah karakter suaminya.
Ketika sakit seperti ini pun, masih sempat-sempatnya Givan memarahinya. Memang, intinya untuk kebaikan Canda sendiri. Tapi, pasti ada cara lain yang lebih halus untuk menyampaikannya. Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan oleh suaminya.
Bukan karena tidak percaya, tapi hal ini adalah rutinitas isengnya. Memainkan ponsel suaminya, ketika mereka tengah memiliki waktu bersama. Hal itu, tidak pernah dipermasalahkan Givan. Karena Givan pun, tidak pernah menyembunyikan apapun dari istrinya.
Sayangnya, kecerobohan atas rasa pengar yang tidak tertahankan itu. Membawanya mendapat kecurigaan dari istrinya secara mendadak.
[Istri Saya masuk RS. Saya kirim uangnya aja, tolong urus sampai beres.] pesan teks dalam aplikasi chat tersebut, dibaca oleh Canda.
Canda memperhatikan nama kontak tersebut, yang berada di pojok kiri atas. Farhad, enam huruf tersebut memberikan kebingungan untuknya.
Bukti transfer sesama Bank di bagian bawah pesan tersebut, membuat Canda langsung mengerutkan alisnya.
"Lima puluh juta? Untuk transaksi apa?" batin Canda bertanya-tanya.
Pesan tersebut hanya terbaca saja, tanpa mendapat balasan dari kontak tujuan tersebut. Canda melirik wajah lelah suaminya, yang berada di belakang ponsel yang tengah ia genggam tersebut. Transaksi pun dilakukan lima belas menit yang lalu, berarti saat suaminya pergi untuk mengurus kamar inapnya.
"Awas aja!" Canda merencanakan untuk memberikan suaminya banyak pertanyaan esok pagi.
Karena ia tahu, bahwa Farhad tidak ada sangkut pautnya dengan rumah sakit ini. Berarti biaya yang keluar tersebut, bukan untuk biaya pengobatannya di rumah sakit ini.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Mirawati Sopyan
aq g rela klo canda di sakiti sama suami lagi thor,,,
2022-07-15
1
Windarti
canda.didalam doa mu ditambah canda suamimu bisa nahan hawa nafsunya .bahaya gifan sama yg satu itu.temen2 bisnisnya yg ini bener2 temen ngo bagus menjerumuskan ini.gifan sekali salah jalur besar bgt yg harus di keluarin.dari nadya yg jual2 perabot mamah belum si putri berapa trilyun dulu ini juga.baru ketemu ai diah udah keluar berapa itu.kenakalan bocah tuan nakal gifan sangat bikin kanker kantong kering.waspada canda
2022-07-15
2
Yuli Amoorea Mega
Hadeuh bos tambang buang" duit aja....mubajir tau...mlh dosa y iya....
2022-07-15
1