"Canda...." Givan bergegas menuju kamar mandi hotel.
Namun, nihil. Ia tidak menemukan istrinya di sana.
Keringat mulai membasahi pelipisnya. Pikirkan negatifnya sudah bertebaran tak tentu arah. Ia takut terjadi sesuatu pada istrinya yang polos tersebut.
"Canda...." Suaranya bergetar dengan ketakutan yang semakin mengekang.
Mungkin orang lain akan berpikir, bahwa Givan terlalu berlebihan. Tapi semua orang tidak akan memahami bagaimana lemahnya Canda, polos dan lugunya Canda. Givan memahami itu, seseorang akan dengan mudah memungut dan membodohi istrinya.
Puk....
Givan mendapatkan tepukan ringan di bahunya. Ia berpikir kamar hotel ini kosong, karena istrinya yang pergi keluar. Pikiran buruk tentang istrinya, semakin menyulutnya untuk yakin bahwa kamar hotel ini tidak ada penunggunya.
Jika istrinya berada di luar kamar, lalu siapa yang menepuk pundaknya barusan?
Ia meremang karena rasa takutnya sendiri.
"Mas kebelet pipis?"
Givan memejamkan matanya dan menghembuskan nafas yang ia tahan beberapa menit itu. Hampir saja ia melarikan diri dari kamar hotel, yang ia pikir berhantu ini.
"Haduh, Cendol!!!" Givan langsung membalikkan badannya dan mencekik leher istrinya ke siku dalam tangannya.
"Kau bikin aku panik aja! Tak bisa kah stay di ranjang, anteng main HP?!" Givan menjepit hidung istrinya begitu gemas.
Ia adalah laki-laki lapar sebelum menikahi Canda. Maka dari itu, dia tahu bagaimana buasnya laki-laki di luar sana. Yang mungkin saja, memahami gerak langkah polos istrinya dan menikmati istrinya dengan bujuk rayu.
Canda tertawa geli, dengan mencoba melepaskan hidungnya yang menjadi taruhan itu.
"Aku haus, Mas. Tadi cari air mineral di kantong belanjaan," jelas Canda sembari menunjuk kantong plastik berwarna putih, dengan logo minimarket tersebut.
"Aturan airnya pindahkan dekat ranjang. Kenapa juga cari barang, lampu tak dinyalakan?" Givan menunjuk ruangan yang menghubungkan ke dapur kecil di kamar hotel ini.
"Males jinjit, Mas. Kan bisa pakai senter dari HP." Canda menunjukkan ponselnya dalam genggamannya.
"Gih ke ranjang, aku cuci tangan dulu."
Namun, kerah kemejanya ditarik oleh Canda. Canda membawa leher suaminya lebih dekat, kemudian ia mendengus bau yang samar di sana.
"Apa, Canda?" Givan menegakkan punggungnya cepat, karena ia paham bau apa yang tertinggal.
"Mas dari mana?" Canda mengusap-usap dada suaminya yang terlapisi kemeja biru tua tersebut.
Givan menunduk untuk bisa melihat istrinya. "Kenapa memang? Dari sama Farhad, tadi kan aku tunjukkan isi chat-nya," jelasnya dengan senyum tipis.
Ia mencoba menyamarkan reaksi gelagapan yang reflek darinya. Ia tidak mau Canda tahu, bahwa ia sedikit berbohong di sini.
"Bau apa sih, Mas?" Canda memegang rahang suaminya. "Coba buka mulutnya." Ibu jari Canda mengusap-usap bibir suaminya.
Ini jebakan.
Givan melupakan juga, bahwa ia sedikit meminum air berbusa di sana.
"Kratingdaeng," jawabnya dengan menyatukan dahinya.
Ia teringat akan minuman itu, yang memiliki bau yang cukup mencolok.
"Biar apa minum itu? Kek mau begadang aja." Canda melepaskan suaminya dari jangkauan jemarinya.
Ia mempercayai jawaban suaminya.
Ia mundur satu langkah, tubuhnya langsung tertahan saat dirinya akan berbalik badan. Senyum menyeringai, cukup membuat Canda paham tentang ingin suaminya.
"Katanya mau cuci tangan dulu." Canda mencondongkan punggungnya ke belakang, saat wajah suaminya mengincar lehernya.
"Oke, tunggu ya?" Givan teringat akan tangannya yang tadi bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya.
Tangannya terlalu buruk, jika menyentuh Canda tanpa membersihkan tangannya dulu. Pikir Givan seperti itu.
Canda hanya mengangguk, ia berjalan ke arah ranjangnya begitu santai. Seperti malam-malam yang sudah-sudah, ia tetap menjadi yang terbaik untuk suaminya di atas ranjang. Ia patuh dan menuruti semua keinginan suaminya, dengan Givan yang memberikan timbal balik yang lebih besar pada istrinya.
Ia paham, Canda lebih berhak mendapat perlakuan paling istimewa dari wanita-wanita yang pernah ia ajak untuk bermain. Canda telah sudi melahirkan anak-anaknya, dengan tubuh mungilnya. Melahirkan secara normal sampai operasi caesar, Canda lakukan hanya untuk melahirkan buah cinta mereka.
"Mas kok agak lain?" tanya Canda, ketika dirinya tengah menikmati waktu di bawah suaminya.
"Kenapa? Hm?" Givan mendekatkan wajahnya dengan istrinya.
"Kek seksi gitu matanya."
Givan menahan tawanya. Ini adalah pandangannya, dengan menahan rasa pengar ringan di kepalanya. Menurut Canda, ternyata pandangan itu membuat suaminya semakin menarik.
"Dari dulu kali." Givan tidak bisa berkata romantis.
"Ya udah, gas dong! Kenapa jalan di tempat aja?" Seperti mendengar permohonan, Givan langsung mengambil tindakan cepat untuk memenuhi nafkahnya pada istrinya.
Ia menikmati malam indah ini, dengan pikirin bangga karena bisa selalu menguasai istrinya. Tidak sedikitpun, ia terpikir akan perempuan di masa lalu yang ia temui di luar kamar ini.
Namun, sepertinya hal itu lain untuk seorang Ai Diah.
Dalam menjalankan pekerjaannya, ia teringat akan ucapan Givan yang mengatakan bahwa ia memiliki enam orang anak dengan Canda. Dengan dahulu Givan menghubunginya kembali, setelah menikah dengan Canda. Ai berpikir, bahwa angan-angan Givan untuk mereka bisa bersama itu masih begitu kuat. Ia berpikir, bahwa Givan tidak bahagia dengan pernikahannya dengan Canda. Ai berpikir, bahwa ucapan Givan itu hanya untuk memanas-manasi dirinya saja.
Meski rasa sakit hati atas perlakuan Givan dulu telah sirna. Karena ia memahami satu fakta, bahwa hanya dirinya seorang, perempuan yang dikejar oleh Givan sampai ke datang untuk bertemu dengannya. Ia meyakini seorang diri, bahwa ia dan Givan belum benar-benar selesai.
Ia besar kepala, karena meyakini hal itu.
Rasa kesal dalam berselimut gemas, kembali membuat Givan ingin menggigit pipi istrinya.
"Sholat dulu! Jangan memperbanyak dosa-dosa aku dong, Cendol. Udah kau jarang patuh kalah disuruh mandi, sholat harus disuruh aja, yang dibebankan di akhirat itu aku loh. Kau sih enak, ongkang-ongkang kaki sambil liat aku disiksa." Givan mengganggu tidur istrinya di waktu Subuh ini.
"Mas aja dulu." Canda menepis tangan suaminya, yang usil dengan hidungnya itu.
"Udah, Cendol! Udah jam lima lebih lima belas menit ini, harus diperpanjang berapa lama lagi waktu Subuhnya?" tuturnya dengan menekan suaranya.
"Iya, Mas. Iya oke!" sanggupnya cepat dengan menggeliatkan tubuhnya.
"Ayo dong semangat, terus kita jalan-jalan di sekitar sini cari sarapan." Givan bangkit dari duduknya, kemudian ia berinisiatif menarik tangan istrinya untuk membantunya bangun.
"Car free day kah, Mas?" Canda masih berat membuka matanya, meski ia mengikuti tarikan tangan suaminya untuk bangun tersebut.
"Bisa. Kita buat hari Sabtu punya label car free day," ucapnya dengan duduk di tepian ranjang, menyerong menghadap istrinya.
"Oke, Mas. Junub dulu, sholat, terus cari car free day." Canda tersenyum lebar dengan beranjak dari tempat tidurnya.
Karena Givan menjanjikan, Canda terus merengek untuk cepat keluar dari kamar meski langit masih nampak gelap. Bertambah gelapnya saja, fajar yang tertutup hati panas seorang istri. Karena melihat seseorang yang selalu membuatmu cemburu buta tidak jelas, tengah tersenyum manis pada suaminya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 284 Episodes
Comments
Alea Wahyudi
kuat kan iman mu Yayah....si ai cm masa lalu ,canda dan anak2 mu adalah masa depan mu
2022-07-22
1
Red Velvet
Ai memang meresahkan, mungkin dulu awal pernikahannya mas Givan sempat dtangi kau tp kan kau tolak. eh org udh bahagia dia malah mikir yg aneh2🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2022-07-13
2
khair
dulu nolak... terus pamer dapat suami yg mau kalo dia yg gk perawan, kenapa sekarang jadi gini?
2022-07-13
2