Makanan yang Harganya Sangat Mahal

"Baiklah, aku mengerti." Maheswari mengambil kembali pil yang ada di tangan Kala lalu menghentikan langkahnya, Kala dan Akhza pun berhenti melangkah sambil memandangi Maheswari dengan tatapan heran.

Maheswari membuka topengnya, membebaskan wajahnya yang cantik lagi jelita. Kala memalingkan muka ke lain tempat, tak berani bertatapan langsung dengan wajah bidadari itu, sekaligus menjaga martabatnya sebagai seorang pria yang sebenarnyalah tidak seberapa.

Maheswari mengatakan bahwa dirinya akan memeriksa Kala sebentar saja. Hal itu sedikit mengaburkan imajinasi Kala yang sedang melayang-layang bebas dalam lamunannya. Akhza mengangguk dan setuju untuk menunggu.

Maheswari menatap tajam ke arah mata Kala. Bocah itu dibuat salah tingkah.

"Tolong buka mulutmu, sebentar, aku akan memeriksa lidahmu," katanya dengan tatapan yang tidak lepas dari Kala.

Dengan perasaan takut dicampur bingung, Kala membuka mulutnya.

"Lebih lebar lagi." Diam-diam Maheswari menyiapkan pil yang tadi diambil olehnya. Lalu dengan sengaja menyunggingkan senyum lebar, sehingga mata Kalau tidak dapat untuk tidak terpikat!

Kala membuka mulutnya lebih lebar lagi, tanpa rasa takut. Ia justru berharap sesuatu yang lebih dewasa!

Ketika Kala dalam keadaan tidak siap sebab terbius oleh kecantikan bidadari kayangan bernama Kelana Maheswari itu, sebuah benda sekecil ujung kelingking meluncur cepat ke dalam mulutnya. Kala secara spontan segera menutup mulutnya.

Sesaat kemudian setelah merasakan rasa pahit yang sangat mengerikan meledak di dalam mulutnya, Kala menyadari bahwa benda kecil yang ia teman saat ini adalah adalah pil obat dari Maheswari!

Kala ingin membuang pil itu lekas-lekas dari mulutnya, tetapi Maheswari dengan tajam menatapnya, seolah saja berkata bahwa pil itu sama sekali tidak boleh dibuang.

Kala dengan suka tidak suka, mengunyah pil di mulutnya sesuai yang dikatakan oleh Maheswari. Ia mengumpat keras dalam hati. Kulit wajahnya mengerut akibat kepahitan luar biasa yang dirasakannya.

Akhza masih terus tertawa dan memuji kepintaran Maheswari. Kala sama sekali tidak dibiarkan menegak air. Maheswari menekankan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan agar khasiat obat tidak berkurang.

Maheswari memberi tatapan penuh kemenangan atas Kala. Beruntunglah jalanan yang mereka lalui saat ini cukup sepi. Kalau saja jalanan sedang ramai, maka para pejalan kaki akan memberi tatapan aneh pada Kala yang meringsut penuh penderitaan. Akhza akhirnya meminta mereka untuk kembali berjalan, tentunya setelah dia sendiri berhasil mengendalikan tawanya.

Beberapa saat kemudian mereka menemukan sebuah kedai makan yang cukup ramai pengunjung. Tinggi bangunannya pun lumayan, sekiranya ada lima lantai.

Papan kayu besar di samping pintu kedai itu bertuliskan Kedai Pulau Teratai dalam aksara Hanacaraka. Begitu bercahaya dengan obor api biru dicampur obor api putih. Di bagian depan kedai itu terdapat sebuah kolam penuh air jernih yang diapungi teratai dengan bunga merah muda menguncup. Sedangkan bangunan itu sendiri mempunyai tingkat lantai yang Kala perkirakan lebih dari lima lantai.

Mata Kala menatap kedai besar ini dengan sangat takjub, bahkan mulutnya hampir lupa ditangkupkan. Dunia yang asing ini sungguh menakjubkan! Kala hampir tidak percaya bahwa dirinya masih berdiri di atas pulau Jawa.

"Sepertinya bagus," kata Akhza santai. "Sebaiknya kita makan di sini."

Mereka memasuki kedai, langsung disambut oleh pelayan kedai yang ramah. "Selamat datang, Tuan dan Puan."

Akhza membalas dengan anggukan kepala serta senyum hangat.

Dinding ruangan di lantai pertama ini rata-rata berbahan kayu yang dipoles sedemikian rupa hingga tampak mengilap, kecuali tiang-tiangnya yang dibuat dari batu-bata kuat. Kala semakin takjub melihat nuansa cokelat-emas dari lantai pertama ini, ditambah lagi pantulan cahaya dari lilin kuning dan putih yang meneduhkan pandangan mata. Banyak orang yang makan di lantai pertama ini jika Kala melihat sampai ujung ruangan, dan pakaian mereka sangat bagus dan rapi.

Akhza memimpin mereka bergerak ke meja penerimaan tamu yang tegak tak terlalu jauh dari pintu masuk. Mereka mengantre sebentar sebelum akhirnya mendapat giliran.

Pelayan di belakang meja penerimaan tamu itu menatap Kala dari atas sampai bawah sebum tak dapat menyembunyikan ekspresi risih dari wajah mereka. Penampilan Akhza dan Maheswari berbeda jauh dengan penampilan Kala yang acak-acakan, jadilah pelayan-pelayan itu berpikir Akhza adalah seorang dermawan yang mengajak anak terlantar di jalanan untuk mencicipi makanan enak.

"Selamat datang, Tuan dan Puan berdua. Ingin memesan di lantai berapa?" kata salah satu dari mereka dengan sopan kepada Akhza. Kalimat penyambutannya secara terang-terangan mengecualikan Kala.

"Jelaskan harganya." Akhza berkata dingin, dia dapat melihat bahwa dua orang pelayan ini tidak suka dengan keberadaan Kala, dan jelas pak tua itu tidak menyukai orang seperti mereka.

"Lantai pertama tidak perlu membayar untuk dapat kursi. Sedangkan lantai dua harus membayar 2 kepeng perak. Lantai tiga 10 kepeng perak. Lantai empat 1 kepeng emas dan lantai lima 6 kepeng koin emas. Sedangkan untuk lantai enam adalah ruangan istimewa yang diperuntukkan kepada para seniman, harus membayar lima batu energi," jelas pelayan tersebut secara merinci. "Kami hanya menerima kepeng dan batu yang berasal dari Jawa."

"Lantai enam," kata Akhza langsung.

"Tapi ...." Pelayan itu agak ragu membalas, sampai datang seorang pengurus penginapan yang menggantikan posisinya.

"Andika yang terhormat, kami tidak bermaksud melecehkan Andika, tetapi lantai enam hanya untuk orang-orang yang berpakaian rapi."

"Oh, jadi begitu?" Akhza tertawa pelan, sebelum mengeluarkan enam bongkah batu permata. "Bagaimana dengan enam batu?"

"Maaf, Andika. Itu tidak—"

"Tidak cukup?" Satu batu lagi dilempar ke atas meja. "Bagaimana dengan tujuh? Penawaran terakhir sebelum aku bakar kedai ini."

Dua pelayan itu buru-buru mengumpulkan tujuh batu energi yang tercecer di meja. Kemudian mereka mengambil sekeping kayu bambu yang bertuliskan aksara acak. Dua pelayan itu juga meminta maaf atas tindakan mereka yang kurang sopan, Akhza hanya bisa menggelengkan kepala sebelum melanjutkan perjalanan menuju lantai atas.

"Seharusnyalah orang-orang Jawa tidak bersikap seperti itu, Kala," kata Akhza sembari berjalan. "Perang berkepanjangan telah memaksa mereka berbuat sedemikian."

Kala hanya dapat mengangguk meski tidak mengerti sepenuhnya. Yang ia rasakan, pelayanan tadi sudah termasuk ramah walau harus memberikan uang tambahan. Setahunya, Jawa dapat jauh ebih kejam lagi, sebagaimana nasib nahas yang menimpa orangtuanya.

Setelah menaiki tangga selama beberapa saat, mereka bertiga sampai di lantai enam yang merupakan lantai terakhir di penginapan itu. Seorang pelayan wanita berpakaian rapi dengan paras anggun berdiri di sebelah pintu. Posturnya teramat tegap dan tegas walau dia adalah seorang wanita, mengidentifikasikan bahwa dirinya merupakan seniman bela diri juga.

Wanita itu menyambut mereka dengan sambutan yang sama di lantai bawah. Akhza menyerahkan kepingan bambu yang diberikan oleh dua pelayan tadi, wanita itu mengamati keping bambu tersebut untuk sejenak sebelum membukakan pintu ke dalam ruangan.

Keadaan ruangan itu ternyata sangat sepi. Hanya ada sepasang muda-mudi yang duduk di meja sudut.

Hanya ada beberapa meja saja, tetapi semua meja di lantai enam terbuat dari batu pualam berwarna putih bersinar. Memberi kesan mewah.

Nuansa cokelat dan emas tetap dipertahankan dan bahkan lebih mewah lagi ketimbang di lantai bawah.

Kondisi sepi seperti ini membuktikan bahwa seniman bela diri di kota tidaklah terlalu banyak.

Akhza, Kala, dan Maheswari duduk di salah satu meja yang dekat dengan jendela.

Pintu kembali terbuka hanya beberapa saat setelah mereka duduk di kursinya masing-masing, tiga pelayan masuk membawa papan tipis berisi rangkaian makanan. Bentuknya mirip nampan makanan. Satu orang diberi satu daftar makanan itu dengan sangat sopan.

Beruntunglah Kala memiliki kemampuan membaca aksara dan terus melatihnya di gubuknya. Namun meskipun begitu, ada banyak sekali nama-nama makanan yang asing bagi Kala.

"Kau bebas memesan apa saja di sini, Kala," ujar Akhza lembut.

Kala mengernyitkan dahi setelah melihat daftar harga yang tertera untuk setiap makanannya. Jika untuk masuk ke lantai enam saja harus mengeluarkan 5 batu energi—sebagai perbandingan, maka harga makanan di sini sangatlah mahal!

Makanan yang tadi menarik perhatiannya adalah Kepiting Bumbu Teratai yang sepertinya enak, tapi ia membatalkan niatnya. Harga untuk satu porsinya setara dengan 80 batu energi!

Kala melihat lagi ke bagian bawah. Sayur Semar Perusak seharga 220 batu energi, itu amat sangat mahal. Mata Kala menyusuri lebih ke bawah lagi di papan makanan yang hanya satu lembar itu, dan dia menemukan bahwa makanan dengan harga termurah adalah Bubur Tanah seharga 50 batu energi.

"Maaf, tapi bubur tanah?" Kala bertanya pada pelayan yang masih berdiri di tempatnya.

"Ya. Bubur itu dibuat dari tanah sawah yang dikeringkan, lalu diubah menjadi serbuk. Serbuk tanah itu kemudian direbus lama dan diberi sedikit garam," jelas pelayan itu dengan lancar dan lugas, seakan telah menjelaskan makanan itu ribuan kali banyaknya. Siapa yang tidak akan bertanya soal bubur tanah?

Atas dasar tidak enak hati, Kala memesan makanan itu. Ia tak akan peduli dengan rasanya, yang terpenting baginya adalah Akhza tidak merasa tersinggung ataupun keberatan dengan pesanannya.

Sedangkan Maheswari memesan Ikan Perusak Laut Utara seharga 200 batu energi, sedangkan Akhza memesan Sayur Semar Perusak dan Kepiting Perusak Bumbu Teratai dengan jumlah semuanya 300 batu energi. Kala benar-benar merasa kerdil di hadapan mereka, hingga untuk duduk pun terasa tidak nyaman.

"Terima kasih telah memesan, hidangan akan datang sebentar lagi," kata salah satu dari pelayan itu ingin berlalu, tapi ditahan oleh suara yang berada dari pojok ruangan, tempat di mana dua orang muda-mudi duduk.

"Hei! Pesanan kami di mana? Kenapa kau malah melayani yang lain sedang pesananku belum datang?!" sambar si laki-laki berdestar cokelat.

Tiga pelayan itu berbalik badan sebelum menjawab, "Mohon maaf atas atas rasa ketidakpuasan Tuan dan Puan, tetaplah mohon beri kami beberapa waktu lagi untuk dapat menyiapkan hidangan."

Pelayan itu berkata dengan sangat hati-hati serta memastikan bahwa setiap kata di dalam ucapannya tidak akan menyinggung. Seniman seperti dua orang itu biasanya memiliki perangai yang buruk.

Terpopuler

Comments

Alfi Ghaf

Alfi Ghaf

cara bedain batu yang selain dari Jawa gmna yah?

2022-12-19

0

Alfi Ghaf

Alfi Ghaf

lebih kejam

2022-12-18

0

Alfi Ghaf

Alfi Ghaf

sebelum

2022-12-18

0

lihat semua
Episodes
1 Gunung Loro Kembar
2 prawacana
3 Pemandangan di Tengah Sungai
4 Meninggalkan Desa
5 Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6 Kala Piningit, Bocah Gunung
7 Orang Tua dalam Kubangan
8 Mata Itu!
9 Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10 Namanya Kelana Maheswari
11 Cerita Tentang Akhza
12 Mata Keemasan
13 Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14 Perut yang Berbunyi
15 Cerita Dunia Persilatan
16 Menjadi Pendekar
17 Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18 Maheswari Diserang!
19 Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20 Berlatih di Gunung Loro Kembar
21 Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22 Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23 Turun Gunung
24 Pertempuran Pertama Kala
25 Pertempuran Usai
26 Bertemu Maheswari
27 Mencari Kedai di Larut Malam
28 Mencari Kedai di Larut Malam
29 Nenek Tua yang Aneh
30 Nenek Tua yang Aneh
31 Perubahan Sikap Si Nenek
32 Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33 Garuda!
34 Elang Api
35 Penyelamatan Maheswari
36 Kenaifan
37 Mengalahkan
38 Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39 Sukses Berkencan?
40 Mengungkapkan pada Yudistira
41 Pengepungan Kota
42 Pertempuran Kembali Pecah!
43 Hujan Panah
44 Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45 Kelinci Percobaan
46 Kala Menangis
47 Masakan Maheswari
48 Cara Wanita Makan
49 Hawa Pembunuh
50 Mahesa
51 Tenda Medis
52 Penderitaan di Malam Hari
53 Suhu yang Teramat Dingin
54 Kecupan Sebagai Izin
55 Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56 Bersiap
57 Terang-Terangan kepada Panji
58 Aku Punya Beberapa Tuak
59 Penyerangan yang Gagal!
60 Tertangkap
61 Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62 Firasat Buruk
63 Pengkhianatan
64 Titik Balik
65 Membantu Orang-Orang Desa
66 Bertarung dengan Ayam
67 Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68 Gadis Penguntit
69 Menolak Bantuan
70 Danau
71 Kembali Berburu
72 Seperti Itulah Saudara
73 Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74 Guci Prana
75 Bantuan Tak Terduga
76 Pergi dari Desa Bersama Kaia
77 Membersihkan Diri di Air Terjun
78 Kaia Mulai Bercerita
79 Bangsawan Tirto
80 Meninggalkan Bangsawan Tirto
81 Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82 Aura Pembunuh yang Pekat
83 Pertarungan yang Tidak Imbang
84 Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85 Terungkapnya Rahasia
86 Minum Bersama
87 Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88 Meninggalkan Penginapan Progo
89 Sampai di Kota
90 Perlakuan Buruk
91 Kaia Terkena Masalah
92 Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93 Pembunuh Bayaran
94 Menyelamatkan Kaia
95 Unjuk Rasa
96 Berburu
97 Memanfaatkan Kekuatan Warga
98 Mengunjungi Kedai Makan
99 Serangan dari Tabib
100 Memasuki Alam Lain
101 Kristal Angkasa
102 Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103 Kaia Menjadi Pranor
104 Serangan dari Kastel Kristal Es
105 Bertemu Kembali dengan Walageni
106 Berjualan
107 Selayaknya Padi
108 Membeli Baju
109 Jodoh Pedang
110 Aku Akan Menemukan Obatnya!
111 Kedatangan Kastel Kristal Es
112 Kembali Tak Sadarkan Diri
113 Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114 Melatih Kaia
115 Serangan Hewan Siluman
116 Tugasku Adalah Melindungimu
117 Latihan yang Terlalu Berlebihan
118 Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119 Pertempuran di Hutan Telu
120 Menghadapi Maheswari
121 Kembali Berpisah
122 Wasiat dari Aditya
123 Aku Bukan Buaya Darat!
124 Iblis yang Cantik
125 Latihan Keras di Tengah Hujan
126 Buaya Buntung
127 Rusaknya CIncin Interspatial
128 Gerak-Gerik Pandataran
129 Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130 Berperang Melindungi Kedai Minum
131 Jalur Pelarian Bawah Tanah
132 Persetan dengan Kematian
133 Kemarahan dalam Pertarungan
134 Ceritakan Aku Dongeng
135 Siluman yang Cantik
136 Teman Lama Akhza
137 Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138 Masih dalam Pengejaran!
139 Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140 Berlatih di Hutan Akar Ireng
141 Latih Tanding
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Gunung Loro Kembar
2
prawacana
3
Pemandangan di Tengah Sungai
4
Meninggalkan Desa
5
Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6
Kala Piningit, Bocah Gunung
7
Orang Tua dalam Kubangan
8
Mata Itu!
9
Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10
Namanya Kelana Maheswari
11
Cerita Tentang Akhza
12
Mata Keemasan
13
Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14
Perut yang Berbunyi
15
Cerita Dunia Persilatan
16
Menjadi Pendekar
17
Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18
Maheswari Diserang!
19
Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20
Berlatih di Gunung Loro Kembar
21
Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22
Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23
Turun Gunung
24
Pertempuran Pertama Kala
25
Pertempuran Usai
26
Bertemu Maheswari
27
Mencari Kedai di Larut Malam
28
Mencari Kedai di Larut Malam
29
Nenek Tua yang Aneh
30
Nenek Tua yang Aneh
31
Perubahan Sikap Si Nenek
32
Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33
Garuda!
34
Elang Api
35
Penyelamatan Maheswari
36
Kenaifan
37
Mengalahkan
38
Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39
Sukses Berkencan?
40
Mengungkapkan pada Yudistira
41
Pengepungan Kota
42
Pertempuran Kembali Pecah!
43
Hujan Panah
44
Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45
Kelinci Percobaan
46
Kala Menangis
47
Masakan Maheswari
48
Cara Wanita Makan
49
Hawa Pembunuh
50
Mahesa
51
Tenda Medis
52
Penderitaan di Malam Hari
53
Suhu yang Teramat Dingin
54
Kecupan Sebagai Izin
55
Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56
Bersiap
57
Terang-Terangan kepada Panji
58
Aku Punya Beberapa Tuak
59
Penyerangan yang Gagal!
60
Tertangkap
61
Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62
Firasat Buruk
63
Pengkhianatan
64
Titik Balik
65
Membantu Orang-Orang Desa
66
Bertarung dengan Ayam
67
Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68
Gadis Penguntit
69
Menolak Bantuan
70
Danau
71
Kembali Berburu
72
Seperti Itulah Saudara
73
Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74
Guci Prana
75
Bantuan Tak Terduga
76
Pergi dari Desa Bersama Kaia
77
Membersihkan Diri di Air Terjun
78
Kaia Mulai Bercerita
79
Bangsawan Tirto
80
Meninggalkan Bangsawan Tirto
81
Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82
Aura Pembunuh yang Pekat
83
Pertarungan yang Tidak Imbang
84
Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85
Terungkapnya Rahasia
86
Minum Bersama
87
Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88
Meninggalkan Penginapan Progo
89
Sampai di Kota
90
Perlakuan Buruk
91
Kaia Terkena Masalah
92
Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93
Pembunuh Bayaran
94
Menyelamatkan Kaia
95
Unjuk Rasa
96
Berburu
97
Memanfaatkan Kekuatan Warga
98
Mengunjungi Kedai Makan
99
Serangan dari Tabib
100
Memasuki Alam Lain
101
Kristal Angkasa
102
Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103
Kaia Menjadi Pranor
104
Serangan dari Kastel Kristal Es
105
Bertemu Kembali dengan Walageni
106
Berjualan
107
Selayaknya Padi
108
Membeli Baju
109
Jodoh Pedang
110
Aku Akan Menemukan Obatnya!
111
Kedatangan Kastel Kristal Es
112
Kembali Tak Sadarkan Diri
113
Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114
Melatih Kaia
115
Serangan Hewan Siluman
116
Tugasku Adalah Melindungimu
117
Latihan yang Terlalu Berlebihan
118
Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119
Pertempuran di Hutan Telu
120
Menghadapi Maheswari
121
Kembali Berpisah
122
Wasiat dari Aditya
123
Aku Bukan Buaya Darat!
124
Iblis yang Cantik
125
Latihan Keras di Tengah Hujan
126
Buaya Buntung
127
Rusaknya CIncin Interspatial
128
Gerak-Gerik Pandataran
129
Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130
Berperang Melindungi Kedai Minum
131
Jalur Pelarian Bawah Tanah
132
Persetan dengan Kematian
133
Kemarahan dalam Pertarungan
134
Ceritakan Aku Dongeng
135
Siluman yang Cantik
136
Teman Lama Akhza
137
Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138
Masih dalam Pengejaran!
139
Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140
Berlatih di Hutan Akar Ireng
141
Latih Tanding

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!