Di samping kakek itu, terdapat sebuah keris panjang yang tertancap dalam-dalam pada tanah. Keris yang panjang dan besarannya hampir menyamai pedang.
Walaupun memiliki bentuk yang berbeda dengan keris pada umumnya, keris ini memancarkan sebuah aura kuat yang tidak Kala ketahui aura semacam apakah itu. Gagangnya bewarna emas, seakan terbuat dari esensi ribuan batang emas yang kemudian dipadatkan hingga mengecil.
Kala masih bersedih akan gubuknya. Belum lagi segala hal sudah hilang baginya. Menolong kakek sepuh ini akan amat sangat membebankannya. Namun, ia bukanlah pria biasa.
"Bukan waktunya untuk bersedih. Masih ada orang yang harus aku selamatkan sebelum malam menjemput. Aku harus membawa kakek ini ke tempat hangat!"
Tekad Kala begitu kuat. Tak mudah baginya bersikap egois. Kala membawa keris itu ke arah si kekek. Kala melihat bahwa ada sarung keris yang terikat di punggung kakek itu. Sedaripada repot-repot membawa keris sekaligus si kekek, maka dimasukkan saja keris itu pada sarungnya yang terikat di punggung si kakek.
Setelah keris itu dipastikan aman dan tidak akan menusuk apa pun atau siapa pun, Kala menggendong tubuh si kakek. Namun kemudian Kala mengerutkan dahi, sebab menggendong kakek itu rasanya hanya seperti ia menggendong kapas, bukan manusia. Kala tidak tahu apakah dirinya yang mendapatkan kekuatan, ataukah tubuh kakek itu yang terlalu.
Tak ada yang tersisa di sini, Kala lekas-lekas pergi. Sepanjang perjalanannya dalam mencari tempat yang hangat, ia merasa amat sangat bertenaga dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya.
Kemampuan matanya di tengah kabut seperti ini juga sangat bagus, tidak seperti tadi. Bahkan ia dapat melihat semut yang berada di puncak atas pohon tinggi, atau lubang cacing kecil jauh tiga tombak di depan.
Kala menikmati pemandangan langka di matanya, matanya sangat tajam sekarang dan ini merupakan sensasi yang tidak akan terlupakan olehnya.
***
Kala sudah lama terus berjalan. Tidak dirasa lelah, tapi yang ada hanya kekhawatiran. Daerah Loro Kembar akan sangat dingin jika malam telah tiba, lebih-lebih dengan kemunculan kabut dingin secara tiba-tiba pula. Karena tidak menemukan gua atau semacamnya, Kala memutuskan untuk membuat sebuah kubah perlindungan darurat—yang pernah ia buat dulu saat kemiskinannya jauh lebih parah.
Rumah, atau yang lebih dapat dikatakan sebagai tempat perlindungan ini akan mirip bentuknya dengan batok kelapa yang dibelah dua. Ranting dan dahan akan dibentuk melengkung satu sama lain menyerupai suatu kubah, lalu dilapisi oleh daun-daun dan rumputan kering agar kubah itu menjadi hangat.
Tak menunggu lebih lama lagi, Kala menurunkan si kekek dari gendongannya. Keris sang kakek dicabut dari sangkarnya, dipergunakan untuk membersihkan daerah calon tempat berlindung dari rerumputan. Sebenarnya ia agak ragu untuk menggunakan keris besar ini menjadi sebuah golok, aura keris tersebut terasa sangat agung, mungkin hanya perasaannya tetapi itu mempengaruhi keputusannya dalam memperlakukan keris tersebut.
Kala lalu menebang beberapa dahan pohon yang kecil, tak jauh dari lokasi si kakek. Dahan-dahan ini masih segar dan kuat namun tidak berkutik saat keris mengirisnya, rasanya seperti mengiris air kosong, ini tidak berlebihan dan kenyataannya memang begitu.
Kala mengumpulkan semua dahan-dahan yang berukuran lebih panjang. Setelah itu, ia pergi lagi untuk memotong semak segar. Tak ayal, sekali tebasan keris maka semak-semak itu teriris sempurna! Dan kala hanya memakai tiga tebasan, itu sudah cukup karena begitu banyak ilalang yang roboh. Bau rumput segar tercium, Kala suka ini. Semua bahan mulai dirakit.
Pertama, kayu-kayu saling ditekuk dan dikaitkan hingga menyerupai kubah. Kala mengaitkan ini menggunakan tali yang alami: ilalang dipilin agar kuat.
Kubah itu lumayan besar, agaknya cukup untuk digunakan dua orang. Kala merakitnya dengan nyaris sempurna meski peralatan yang ia gunakan hanyalah sebatang keris.
Kerangka kubah sudah jadi, waktunya ilalang mendapatkan bagian. Kala mengikatkan ilalang ini pada rangka kubahnya, diikatnya dengan sangat telaten dan sabar, sebab jika terlalu cepat maka akan menciptakan begitu banyak celah untuk nyamuk.
Secara perlahan, kubah itu mulai tertutupi oleh ilalang di bagian luar, dan menyisakan lubang kecil pada salah satu sisi sebagai pintu masuk.
Sampai semua permukaan tertutup hangat, Kala mulai meletakkan batu-batu sebagai pondasi. Ukuran batu bermacam-macam, karena hanya itu yang bisa Kala temukan di sekitaran sini. Batu-batu diletakkan sebaris dan menyeluruh di bagian bawah kubah, kecuali pada pintu masuk kubah. Peletakan batu adalah langkah yang memakan waktu, Kala harus mencarinya ke mana-mana. Tidak pernah dirasa sebelumnya, mencari batu nyatanya begitu susah dan merumitkan
Setelah semua tentang kubah sudah selesai, Kala memastikan tidak ada yang kurang sebelum akhirnya memasukkan tubuh si kakek ke dalam. Dengan begitu, si kakek semakin nyenyak dalam ketidaksadarandirinya.
Hari semakin gelap. Kala segera menyelesaikan langkah terakhirnya: membuat api unggun sebagai penghangat dan perlindungan dari binatang buas.
Kala kembali pergi mencari ranting yang kering dan tidak basah. Itu semua sangat sulit dilakukan sekarang ini yang sedang musim hujan, hampir semua ranting basah. Kala harus mencari lebih teliti dan jauh lagi.
Bagi manusia biasa, ini akan sangat sulit dilakukan. Kabut tebal dan musim hujan! Namun, Kala bukan sembarang manusia, tentu pekerjaan yang ia lakukan tidak bisa dikerjakan manusia biasa.
Ia mengumpulkan cukup banyak ranting dan dahan kering, sebab ia tahu di mana benda-benda semacam itu berada.
Namun kembali dirinya menemukan kesulitan, bagaimanakah ia bisa menyalakan api?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Alfi Ghaf
yang terlalu apa?
2022-12-07
1
Abdus Salam Cotho
duh... keris pusaka diapakai bersih2 semak 😂😂😂
2022-10-10
2
@🌹 Sekar Rinjani🌴✨
empu pembuat kerisnya nangis darah kalo tau.. 🤭😅😅
2022-10-05
3