Pemandangan di Tengah Sungai

Catatan: Bagi yang tidak mau membaca kisah Akhza dan Satrya dan langsung masuk ke dalam alur utama, maka silakan longkap dua episode berikutnya sampai bertemu dengan Kala Piningit. Episode yang menceritakan Akhza dan Satrya ini hanya sebagai pengenalan dunia yang ada di dalam novel Seni Bela Diri Sejati.

____

Dalam bayangan pikirannya, kenangan singkat di masa lampau kembali terputar.

Di sebuah desa melarat, Kerajaan Pandataran. Tahun Nusantara 7750.

Akhza keluar rumah saat matahari masih belum menyambut, ia mengenakan caping di kepalanya sembari menentang cangkul. Satrya, tetangganya, menyambut dengan sapaan seperti biasa.

"Selamat pagi yang sangat tidak menyenangkan," kata Satrya sambil tersenyum, "seperti biasanya."

"Ya, kau selalu seperti biasa. Tidak pernah bersemangat meskipun sedikit saja." Akhza membalasnya. "Berangkat lebih dini tak akan jadi masalah, bukan?"

"Seharusnya begitu." Satrya berjalan ke depan, mengikuti petani-petani lain menuju pesawahan. "Jika ingin jadi pendekar, kita harus bangun pagi-pagi."

"Aku tahu, tapi kita harus latihan silat juga." Akhza mengikutinya. "Jadi, kapan kita akan meminta restu pada orangtua kita?"

"Tidak perlu terburu-buru. Aku yakin orangtuaku tidak akan peduli bahkan jika aku menghilang dimakan buaya sekalipun. Tinggal kau saja yang meminta restu pada ibumu."

"Seandainya saja itu mudah dilakukan." Akhza menarik napas panjang-panjang, sawah sudah terbentang luas di hadapannya. "Kita harus menjadi pendekar, karena tidak ada yang mau membebaskan desa kecil ini dari jeratan pencuri-pencuri bajingan yang rakus itu. Untuk apa kita kerja setiap hari di ladang jika hasilnya untuk mereka minum tuak dan menyewa gadis saja, sedangkan kita kelaparan di sini?"

"Kau memangnya juga mau menyewa gadis dan minum tuak setelah menjadi pendekar?" Satrya tertawa. "Jangan-jangan, setelah kau mendapatkan kekuatan, justru dirimulah yang merampok. Lalu kau akan minum seratus kendi tuak dan menyewa seribu gadis dalam satu malam."

"Itu tidak lucu." Akhza mendengus, sebelum melangkahkan kaki ringannya ke pematang sawah, disusul Satrya yang terkekeh di belakang.

Pekerjaan yang mereka lakukan dari pagi hingga siang itu sebenarnya dilakukan sekadarnya saja. Tidak ada niatan untuk panen bagus, sebab mereka akan dapat jatah padi yang buruk apa pun hasil panennya.

Setelah selesai menyelesaikan semua pekerjaan, matahari sudah berada di ufuk tengah sedikit ke barat. Keduanya mengangkat cangkul ke pundak lalu pergi ke sungai untuk membersihkan diri.

"Bagaimana jika kita izin malam ini, dan berangkat esok?" Akhza membuka pembicaraan panjang.

"Kita berangkat esok-esok saja, aku masih belum siap." Satrya menimpali.

"Aku juga berpikir demikian, sebetulnya. Tapi umur orang tua kita tidak terlalu panjang mulai sekarang. Aku tidak mau ibuku menderita terlalu lama, dia harus bahagia."

"Usia kita masih dua belas tahun, tidak perlu berpikir terlalu jauh," katanya. "Lima belas tahun, sepertinya itu umur yang cukup untuk pergi mengembara."

"Entahlah. Saat aku diam saja, terlintas semangat untuk mengembara ke hutan-hutan berbahaya di wilayah tengah. Tapi saat aku sudah bersiap melangkahkan kaki dan pergi mengembara, tetiba hatiku berkata, 'Jangan lakukan itu atau mati.'" Akhza menghela napas panjang.

"Ya, aku tahu bagaimana rasanya itu." Satrya tertawa malas. "Karena aku juga merasakannya."

"Kalau begitu, kita harus tidak memikirkan apa pun!"

"Maksudmu?"

"Jangan pikirkan apa pun bahayanya ke depan, dan tetap berjalan walau hati tidak punya nyali." Akhza berkata sambil membusungkan dadanya.

"Ya, mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Nanti di tengah hutan, dirimu akan merengek minta pulang. Jangan menyusahkanku!"

"Aku kira kalimat itu lebih pantas ditunjukkan untukmu," kata Akhza. "Tapi sekarang aku serius."

"Kalau kau mau serius, kita bicara empat mata di gubuk sana setelah mandi. Jangan sambil jalan." Satrya berkata datar, sambil menunjuk sebuah gubuk di dekat sungai.

"Agaknya ada yang beda dari sungai ini." Akhza menggaruk kepalanya.

"Tidak ada. Airnya selalu jernih, segar, dan enak. Kalau kau mau tahu, di tengah sungai ada banyak ikan semanis tebu."

Akhza dan Satrya melepas seluruh pakaian mereka, seperti biasanya setelah pulang bekerja dari sawah kedua bocah itu selalu membersihkan diri di tepi sungai yang ada di dekat sawah itu.

Mereka merendam diri ke dalam air yang luar biasa sejuk sambil membersihkan peralatan bertani. Air sungai ini seakan selalu sejuk bagi mereka, walau keduanya hampir setiap hari berendam di sini, tapi tiada kata bosan.

"Ayo matahari, bersinarlah terik-terik. Itu tidak apa-apa! Karena kau tidak akan bisa mengalahkan segarnya air sungai ini!" Satrya tertawa keras, diikuti tawa Akhza.

"AAAHHH...!!!"

Akhza dan Satrya sontak berbalik dengan panik setelah mendengar suara jeritan di dekat mereka. Arahnya dari belakang, dan itu adalah suara perempuan!

Keduanya memperkirakan kemungkinan terburuk. Misalnya ada perampok yang maju menyerang untuk menuntaskan hasrat berahi. Namun, yang mereka temukan hanyalah seorang perempuan muda yang berdiri di sungai dalam keadaan aman.

"Ada apa!" Akhza berteriak. 

Gadis itu tidak segera menjawab, melainkan menunjuk Akhza dan Satrya dengan tangan bergemetar. Itu berhasil membuat mereka menjadi panik, mengira bahwa bahaya ada di dekatnya, mereka lari ke tepi sungai sambil berteriak ketakutan. Gadis yang tadinya mematung itu justru berlari ke belakang sambil berteriak tambah kencang.

"Apa yang terjadi?!" Satrya tidak mendapat jawaban, karena Akhza juga bertanya seperti itu.

"Tidak ada apa pun di sungai, kecuali ikan-ikan semanis tebu itu katamu." Akhza menimpali, "apa yang salah ...." Ucapan Akhza terhenti saat melihat Satrya tersenyum lebar, lantas bertanya, "Kau kenapa?"

"Kau tahu apa yang salah?" kata Satrya. "Kita tak berpakaian."

Akhza termenung sedikit sebelum tertawa pelan. "Ya, kita tak mengenakan pakaian apa pun. Dan andai juga kau tahu apa lagi yang salah? Sungai ini tampak lain, bukan? Aku merasa kita belum pernah mandi di sini, airnya juga lebih sejuk."

"Ya, aku baru sadar." Satrya tertawa. "Ini tempat khusus untuk perempuan. Tempat kita ada di sebelah sana." Satrya menunjuk tikungan sungai yang tajam. "Tepat setelah tikungan itu."

"Oh, ya pantas." Akhza tertawa lebih keras. "Dan andai kau tahu, tadi itu adalah gadis tercantik di desa. Aku yakin kau menyukainya, dan aku juga menyukainya. Dan sekarang, kita mengacaukan segalanya!"

"Andai juga kau tahu, bahwa sebentar lagi wanita-wanita seluruh desa akan datang untuk mandi dan mencuci pakaian di sini."

Teriakan-teriakan lainnya terdengar dari balik batuan-batuan besar di tepi sungai. 

"Kita sudah terlambat." Akhza tersenyum kecut.

Keduanya tak lagi menunggu lama, segera mengambil pakaian dan pacul dan menceburkan diri ke dalam sungai. Hanya menimbulkan kepala.

Terpopuler

Comments

Haniv Anwar

Haniv Anwar

thor kamu pernah ngintip cewek mandi ya ?? 😅

2022-11-13

2

udin_seblak

udin_seblak

👍🙏

2022-10-18

0

udin_seblak

udin_seblak

🙏👍

2022-10-18

0

lihat semua
Episodes
1 Gunung Loro Kembar
2 prawacana
3 Pemandangan di Tengah Sungai
4 Meninggalkan Desa
5 Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6 Kala Piningit, Bocah Gunung
7 Orang Tua dalam Kubangan
8 Mata Itu!
9 Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10 Namanya Kelana Maheswari
11 Cerita Tentang Akhza
12 Mata Keemasan
13 Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14 Perut yang Berbunyi
15 Cerita Dunia Persilatan
16 Menjadi Pendekar
17 Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18 Maheswari Diserang!
19 Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20 Berlatih di Gunung Loro Kembar
21 Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22 Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23 Turun Gunung
24 Pertempuran Pertama Kala
25 Pertempuran Usai
26 Bertemu Maheswari
27 Mencari Kedai di Larut Malam
28 Mencari Kedai di Larut Malam
29 Nenek Tua yang Aneh
30 Nenek Tua yang Aneh
31 Perubahan Sikap Si Nenek
32 Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33 Garuda!
34 Elang Api
35 Penyelamatan Maheswari
36 Kenaifan
37 Mengalahkan
38 Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39 Sukses Berkencan?
40 Mengungkapkan pada Yudistira
41 Pengepungan Kota
42 Pertempuran Kembali Pecah!
43 Hujan Panah
44 Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45 Kelinci Percobaan
46 Kala Menangis
47 Masakan Maheswari
48 Cara Wanita Makan
49 Hawa Pembunuh
50 Mahesa
51 Tenda Medis
52 Penderitaan di Malam Hari
53 Suhu yang Teramat Dingin
54 Kecupan Sebagai Izin
55 Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56 Bersiap
57 Terang-Terangan kepada Panji
58 Aku Punya Beberapa Tuak
59 Penyerangan yang Gagal!
60 Tertangkap
61 Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62 Firasat Buruk
63 Pengkhianatan
64 Titik Balik
65 Membantu Orang-Orang Desa
66 Bertarung dengan Ayam
67 Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68 Gadis Penguntit
69 Menolak Bantuan
70 Danau
71 Kembali Berburu
72 Seperti Itulah Saudara
73 Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74 Guci Prana
75 Bantuan Tak Terduga
76 Pergi dari Desa Bersama Kaia
77 Membersihkan Diri di Air Terjun
78 Kaia Mulai Bercerita
79 Bangsawan Tirto
80 Meninggalkan Bangsawan Tirto
81 Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82 Aura Pembunuh yang Pekat
83 Pertarungan yang Tidak Imbang
84 Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85 Terungkapnya Rahasia
86 Minum Bersama
87 Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88 Meninggalkan Penginapan Progo
89 Sampai di Kota
90 Perlakuan Buruk
91 Kaia Terkena Masalah
92 Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93 Pembunuh Bayaran
94 Menyelamatkan Kaia
95 Unjuk Rasa
96 Berburu
97 Memanfaatkan Kekuatan Warga
98 Mengunjungi Kedai Makan
99 Serangan dari Tabib
100 Memasuki Alam Lain
101 Kristal Angkasa
102 Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103 Kaia Menjadi Pranor
104 Serangan dari Kastel Kristal Es
105 Bertemu Kembali dengan Walageni
106 Berjualan
107 Selayaknya Padi
108 Membeli Baju
109 Jodoh Pedang
110 Aku Akan Menemukan Obatnya!
111 Kedatangan Kastel Kristal Es
112 Kembali Tak Sadarkan Diri
113 Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114 Melatih Kaia
115 Serangan Hewan Siluman
116 Tugasku Adalah Melindungimu
117 Latihan yang Terlalu Berlebihan
118 Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119 Pertempuran di Hutan Telu
120 Menghadapi Maheswari
121 Kembali Berpisah
122 Wasiat dari Aditya
123 Aku Bukan Buaya Darat!
124 Iblis yang Cantik
125 Latihan Keras di Tengah Hujan
126 Buaya Buntung
127 Rusaknya CIncin Interspatial
128 Gerak-Gerik Pandataran
129 Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130 Berperang Melindungi Kedai Minum
131 Jalur Pelarian Bawah Tanah
132 Persetan dengan Kematian
133 Kemarahan dalam Pertarungan
134 Ceritakan Aku Dongeng
135 Siluman yang Cantik
136 Teman Lama Akhza
137 Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138 Masih dalam Pengejaran!
139 Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140 Berlatih di Hutan Akar Ireng
141 Latih Tanding
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Gunung Loro Kembar
2
prawacana
3
Pemandangan di Tengah Sungai
4
Meninggalkan Desa
5
Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6
Kala Piningit, Bocah Gunung
7
Orang Tua dalam Kubangan
8
Mata Itu!
9
Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10
Namanya Kelana Maheswari
11
Cerita Tentang Akhza
12
Mata Keemasan
13
Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14
Perut yang Berbunyi
15
Cerita Dunia Persilatan
16
Menjadi Pendekar
17
Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18
Maheswari Diserang!
19
Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20
Berlatih di Gunung Loro Kembar
21
Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22
Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23
Turun Gunung
24
Pertempuran Pertama Kala
25
Pertempuran Usai
26
Bertemu Maheswari
27
Mencari Kedai di Larut Malam
28
Mencari Kedai di Larut Malam
29
Nenek Tua yang Aneh
30
Nenek Tua yang Aneh
31
Perubahan Sikap Si Nenek
32
Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33
Garuda!
34
Elang Api
35
Penyelamatan Maheswari
36
Kenaifan
37
Mengalahkan
38
Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39
Sukses Berkencan?
40
Mengungkapkan pada Yudistira
41
Pengepungan Kota
42
Pertempuran Kembali Pecah!
43
Hujan Panah
44
Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45
Kelinci Percobaan
46
Kala Menangis
47
Masakan Maheswari
48
Cara Wanita Makan
49
Hawa Pembunuh
50
Mahesa
51
Tenda Medis
52
Penderitaan di Malam Hari
53
Suhu yang Teramat Dingin
54
Kecupan Sebagai Izin
55
Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56
Bersiap
57
Terang-Terangan kepada Panji
58
Aku Punya Beberapa Tuak
59
Penyerangan yang Gagal!
60
Tertangkap
61
Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62
Firasat Buruk
63
Pengkhianatan
64
Titik Balik
65
Membantu Orang-Orang Desa
66
Bertarung dengan Ayam
67
Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68
Gadis Penguntit
69
Menolak Bantuan
70
Danau
71
Kembali Berburu
72
Seperti Itulah Saudara
73
Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74
Guci Prana
75
Bantuan Tak Terduga
76
Pergi dari Desa Bersama Kaia
77
Membersihkan Diri di Air Terjun
78
Kaia Mulai Bercerita
79
Bangsawan Tirto
80
Meninggalkan Bangsawan Tirto
81
Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82
Aura Pembunuh yang Pekat
83
Pertarungan yang Tidak Imbang
84
Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85
Terungkapnya Rahasia
86
Minum Bersama
87
Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88
Meninggalkan Penginapan Progo
89
Sampai di Kota
90
Perlakuan Buruk
91
Kaia Terkena Masalah
92
Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93
Pembunuh Bayaran
94
Menyelamatkan Kaia
95
Unjuk Rasa
96
Berburu
97
Memanfaatkan Kekuatan Warga
98
Mengunjungi Kedai Makan
99
Serangan dari Tabib
100
Memasuki Alam Lain
101
Kristal Angkasa
102
Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103
Kaia Menjadi Pranor
104
Serangan dari Kastel Kristal Es
105
Bertemu Kembali dengan Walageni
106
Berjualan
107
Selayaknya Padi
108
Membeli Baju
109
Jodoh Pedang
110
Aku Akan Menemukan Obatnya!
111
Kedatangan Kastel Kristal Es
112
Kembali Tak Sadarkan Diri
113
Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114
Melatih Kaia
115
Serangan Hewan Siluman
116
Tugasku Adalah Melindungimu
117
Latihan yang Terlalu Berlebihan
118
Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119
Pertempuran di Hutan Telu
120
Menghadapi Maheswari
121
Kembali Berpisah
122
Wasiat dari Aditya
123
Aku Bukan Buaya Darat!
124
Iblis yang Cantik
125
Latihan Keras di Tengah Hujan
126
Buaya Buntung
127
Rusaknya CIncin Interspatial
128
Gerak-Gerik Pandataran
129
Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130
Berperang Melindungi Kedai Minum
131
Jalur Pelarian Bawah Tanah
132
Persetan dengan Kematian
133
Kemarahan dalam Pertarungan
134
Ceritakan Aku Dongeng
135
Siluman yang Cantik
136
Teman Lama Akhza
137
Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138
Masih dalam Pengejaran!
139
Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140
Berlatih di Hutan Akar Ireng
141
Latih Tanding

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!