Seni Bela Diri Sejati

Seni Bela Diri Sejati

Gunung Loro Kembar

Catatan penting sebelum mulai membaca!!!

Episode 1-5 akan menceritakan tentang dunia Nusantara versi Seni Bela Diri Sejati sekaligus kilas kisah dua pendekar terkuat di Pulau Jawa. Yang mau langsung ketemu MC, silakan longkap hingga episode 6.

Ilustrasi:

Peta Pulau Jawa versi Seni Bela Diri Sejati.

Kala Piningit, sang tokoh utama.

Silakan lanjut membaca jika ingin mengetahui dunia Seni Bela Diri Sejati lebih lengkapnya.

...***...

Di tengah pegunungan luas yang membentang ke seantero mata memandang. Daratan pulau Jawa. Tahun Nusantara 7881.

Di antara pegunungan luas itu, terdapat dua gunung tinggi yang sangat mirip satu sama lain, bagai saudara kembar, yang menjulang menembus awan. Orang-orang menyebutnya sebagai Gunung Loro Kembar.

Dengan ketinggian yang telah menembus awan tertinggi, Gunung Loro Kembar hampir mustahil disentuh kaki manusia hingga puncaknya. Meskipun demikian, dua sosok pria sepuh tampak berdiri kokoh di masing-masing puncak dua gunung itu. Jubah dan rambut panjang mereka berkibar-kibar diterpa angin liar, memberi suatu pemandangan sepasang seniman bela diri yang mengagumkan!

Dua pria sepuh itu saling memandangi. Mata mereka telah berumur, tetapi mampu saling melihat satu sama lain dengan jelas, padahal dua puncak itu terlampau jauh jaraknya.

Di puncak sebelah barat, Akhza berdiri dengan jubah hijau yang menyelimuti tubuh ringkihnya. Sebuah keris besar tersarung dan terikat kuat di punggungnya. Tatapan dan wajahnya tenang seperti danau yang tidak tersentuh angin sedikitpun.

Sedangkan di puncak sebelah timur, Satrya berdiri dengan tongkat api di tangannya. Matanya benar-benar diselimuti api sebagaimana yang terjadi pada tongkatnya. Berbeda dengan Akhza, tatapan Satrya liar dan ganas bagai air terjun di tepi jurang tinggi.

"Satrya, haruskah kita bertarung seperti ini?" Suara yang dikeluarkan Akhza sangat pelan dan lembut. Namun, dapat didengar dengan cukup jelas oleh telinga Satrya jauh di seberang sana.

"Harus." Satrya menjawab tegas dan singkat sebelum mengembuskan napas panjang. Mengeluarkan kepulan asap dari hidungnya.

"Aku sudah menganggapmu sebagai saudara kandungku sendiri, bahkan lebih dari itu. Aku tidak mungkin membunuhmu.” Akhza menimpal dengan nada kecewa.

"Percuma, pemahaman kita telah berbeda jauh."

Mereka kembali saling berpandangan setelah Satrya menjawab. Dalam hening penuh duka. Keduanya tidak mungkin membunuh yang satu lalu hidup di atas kematiannya, sebab mereka telah terikat janji sehidup-semati. Jika satu dari mereka mati, maka yang tersisa juga harus mati. Ini sama saja pertarungan bunuh diri, tidak akan ada yang hidup selepas bertarung.

"Mari kita luruskan, Saudaraku." Akhza kembali membuka pembicaraan setelah beberapa lama saling bertatapan, sinar matahari terik terpancang tepat di ufuk tengah.

"Luruskan bagaimana? Tetap saja kita akan saling membunuh, cepat atau lambat, bagaimanapun adanya. Aku aliran hitam, kau aliran putih, sesungguhnya kita saling membenci. Dan aku sudah dipenuhi kebencian teramat dalam pada aliranmu, yang tidak mungkin akan hilang begitu saja. Percayalah bahwa ini adalah jalan terbaik yang harus kita tempuh bersama. Lagi pula Akhza Saudaraku, jangan pikirkan diri kita berdua saja, tetapi pikirkan pula mereka-mereka yang berharap kita mati demi terciptanya kedamaian di Tanah Jawa. Jangan sempit pikiran, buka lebar-lebar matamu!" Satrya tetiba berteriak, menggema di seluruh kawasan Gunung Loro Kembar. Akhza tersentak, tapi berusaha untuk tetap tenang.

"Tidak, kita bisa meninggalkan dua aliran ini. Kita dapat meninggalkan segala perbedaan yang membatasi diri kita berdua. Kita akan hidup damai, pergi dari Nusantara, lebih jauh lagi dari telaga persilatan." Akhza menarik napas panjang sambil menggeleng pelan, lalu kembali menatap kawan yang kini telah menjadi lawannya itu. "Dunia awam masih sangat luas, tetapi dunia persilatan teramatlah sempit."

Satrya tetap bersikukuh. "Aku sudah dipenuhi segala keyakinan iblis; keyakinan yang selalu kauanggap sesat. Mustahil bisa hidup damai dengan caramu. Bebaskan saja aku dari dunia terkutuk ini, sekalipun itu akan mengirim diriku ke neraka.

"Waktu kita tidak banyak. Ingatlah bahwa sekalipun kita tidak bertarung di sini, maka kita akan menghadapi perang besar di Kerajaan Pandataran." Satrya tersenyum, untuk pertama kalinya setelah berpuluh-puluh tahun. "Aku sudah lama ingin bertarung denganmu."

Akhza mengepalkan tangannya hingga kuku nyaris menembus daging. "APA KAU SUDAH LUPA TUJUAN KITA?!"

"Kita harus bertarung, tidak ada penawaran sama sekali dan hentikan segala omong kosong ini. Kau adalah ancaman terbesar bagi aliran hitam, aku tidak bisa membiarkan dirimu hidup. Dan aku adalah ancaman terbesar bagi aliran putih, kau tidak bisa membiarkan aku hidup. Percayalah bahwa ini adalah jalan yang terbaik dari yang terbaik." Satrya mengambil posisi siap bertarung.

"Tapi ...." Akhza ingin menyangga, tetapi ia kehabisan kata-kata untuk melanjutkan. Apa yang dikatakan oleh Satrya banyak benarnya.

Telah dicanangkan sebuah peperangan besar antara aliran hitam dengan aliran putih di wilayah Kerajaan Pandataran. Peperangan itu mungkin akan menjadi peperangan terbesar dalam sejarah dunia persilatan di Nusantara. Jelas saja, peperangan itu akan melibatkan Akhza dan Satrya, sebab mereka adalah dua pendekar terkuat setanah Jawa!

Jika mereka tetap hidup, maka perang antar-aliran berkemungkinan besar akan terus terjadi. Adu domba pastinya tak bisa dihindarkan. Dua pendekar terkuat di tanah Jawa ini akan mendukung penuh alirannya masing-masing, dan perang akan berkembang dengan sangat cepat dan besar. Jika keduanya tidak mati, atau pergi jauh, maka perang besar itu benar-benar akan terjadi.

"Bila memang itu yang engkau inginkan, maka baiklah ...." Akhza berkata lemah.

Satrya segera memasang kuda-kudanya, bersiap terbang menerjang Akhza di puncak seberang. Tongkatnya semakin berapi-api, begitu pula dengan seluruh tubuhnya. Akhza menggelengkan kepala sebelum melepas ikatan kerisnya di punggung, tapi ia masih belum membebaskan bilah keris dari warangkanya.

"Aku akan merasa terhormat bertarung denganmu." Akhza bergumam, lalu tersenyum. "Kita memang bodoh."

"Kita selalu bodoh, tidak pernah pintar." Satrya mengambil napas dingin. "Aku akan menyerang."

Mereka menyentak kaki kuat-kuat. Sebuah kekuatan misterius bernama Prana mengalir deras menuju kaki keduanya, membuat lompatan mereka menjadi sangat cepat dan jauh. Melesat hingga tidak dapat dilihat dengan mata tel4nj4ng. Dalam satu tarikan napas saja, mereka sudah bertemu di udara, saling menghantam satu sama lain dengan senjatanya.

Prang!

Dua pusaka tersebut mengeluarkan suara ledakan dahsyat serta menciptakan gelombang kejut yang menggetarkan tanah dan menyibak awan.

Gelombang kejut itu menerjang hutan yang menyelimuti kaki Gunung Loro Kembar. Burung-burung yang tengah terbang kehilangan kendali, terjun bebas menghantam tanah. Sedangkan pepohonan yang rapuh segera tumbang. Daun-daun berterbangan begitu terlepas dari rantingnya, mencipta pemandangan seperti musim gugur yang tidak ada di Nusantara.

Deru angin memekik dan menakuti-nakuti ratusan, bahkan ribuan hewan hutan. Monyet-monyet menjerit keras seakan ekornya baru saja terpotong.

Akhza dan Satrya terpental cukup jauh dari titik jumpa, lalu jatuh perlahan ke lereng gunung di puncak sebelah barat. Di sana terdapat tanah lapang yang cukup luas, hanya ada sedikit pohon di tempat itu.

Keduanya menginjak tanah dengan begitu ringan laksana sehelai bulu elang belaka, lalu mendekati satu sama lain di atas rerumputan hijau dengan kecepatan teramat tinggi.

Tongkat Satrya yang dipenuhi api itu terus berputar bagaikan baling-baling, menyasar Akhza yang berkelebatan kesana-kemari. Keris panjang Akhza menangkis segala serangan itu serta membalas dengan serangan mematikan pula.

Kaki kedua seniman bela diri itu seakan membawa tubuh tanpa beban, tetapi juga dengan kecepatan yang bahkan telah melebihi cepat. Seumpama sehelai kapas yang tertiup angin badai.

Tempo serangan kian meninggi dan mematikan. Akhza memusatkan perhatian pada pertahanannya, sebab ia masih belum menemukan celah untuk menyerang.

Suara bentakan terdengar seiring dengan serangan yang dilepaskan. Namun, di antara keduanya belum ada yang terluka. Kekuatan masih bisa dikatakan berimbang.

Tempat pertarungan berubah, Akhza melompat seringan kapas ke lereng gunung bagian bawah, di mana banyak pepohonan yang tumbuh di sana. Satrya mengikutinya dengan bentakan keras, tapi raut wajahnya segera berubah menjadi buruk. Banyaknya pohon membuat serangan tongkat panjangnya menjadi terhalang, dan keris Akhza dapat menyerangnya dengan sangat mudah.

"Sepertinya kau tidak ingin bermain-main lagi." Satrya melompat mundur, lalu berdiri tegap di atas sebongkah batu besar. "Kalau begitu, diriku akan berbuat sedemikian pula."

Satrya menelsat ke arah Akhza dan serangannya kini tidak lagi lembut.

Akhza kewalahan menghadapi tongkat Satrya yang sangat cepat dibandingkan kerisnya, ia terus mundur ke belakang tanpa bisa memberikan serangan balasan.

Pertarungan semakin memanas. Satrya mulai menggunakan segenap kemampuannya untuk membunuh Akhza. Beberapa serangannya hampir berhasil menikam tubuh pria tua itu.

Akhza menatap Satrya dengan tatapan tak percaya. Sepertinya kawannya itu lupa, bahwa Akhza masih memiliki sebuah jurus yang bisa membunuh musuh manapun dengan sangat cepat, walau berisiko tinggi pula. Atau sebenarnyalah Satrya memang sengaja memaksa Akhza mengeluakan jurus tersebut agar dirinya dapat segera terbunuh dan pertarungan berakhir cepat?

Tetapi kemudian, Akhza tersenyum lembut, ia mengetahui sikap kawan yang bagai saudara kandungnya itu. Jika Satrya berkeinginan seperti itu, maka Akhza akan melakukannya tanpa berat hati. Sekalipun nanti Satrya mati, maka Akhza akan mati, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Keris Akhza tetiba saja berpijar putih. Satrya mundur dan menggenggam tongkatnya di belakang punggung. Bibirnya tidak menunjukkan senyum atau cemberut. Datar. Namun dari matanya, dia terlihat rela. Satrya membentangkan tangan sebelah kirinya, seakan sedang menyambut seseorang yang baru saja datang.

Akhza juga mundur beberapa langkah, dan menarik kerisnya yang bersinar itu ke samping. Ia tersenyum penuh makna, seakan berkata, "Aku akan menyusulmu nanti."

Keris itu semakin bersinar, dan Akhza mengentak kakinya. Tubuhnya terbang kencang ke arah Satrya, dengan keris yang terhunus ke hadapan. Satrya menutup matanya perlahan-lahan dan membiarkan tubuhnya tertembus pusaka mematikan itu.

Ledakan asap tercipta. Begitu besar. Asap itu teramat sangat dingin, dan bergerak cepat bagai awan panas yang biasanya muncul sehabis gunung meletus.

Tetiba saja Gunung Loro Kembar tertutupi kabut tebal, tak nampak lagi gunung tersebut dari kejauhan, melainkan hanya sekumpulan awan tebal yang tampak sangat mengerikan.

Jeritan hewan-hewan hutan semakin melengking saat mereka hampir tidak bisa melihat apa pun. Jeritan yang seakan hendak mengusir kabut itu jauh-jauh, tetapi sayangnya, kabut itu enggan pergi dari rumah barunya. []

Terpopuler

Comments

Alfi Ghaf

Alfi Ghaf

gini aja masih disensor

2022-12-01

0

Alfi Ghaf

Alfi Ghaf

longkap ?

2022-12-01

0

Haniv Anwar

Haniv Anwar

selesai chapter 1

2022-11-12

1

lihat semua
Episodes
1 Gunung Loro Kembar
2 prawacana
3 Pemandangan di Tengah Sungai
4 Meninggalkan Desa
5 Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6 Kala Piningit, Bocah Gunung
7 Orang Tua dalam Kubangan
8 Mata Itu!
9 Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10 Namanya Kelana Maheswari
11 Cerita Tentang Akhza
12 Mata Keemasan
13 Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14 Perut yang Berbunyi
15 Cerita Dunia Persilatan
16 Menjadi Pendekar
17 Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18 Maheswari Diserang!
19 Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20 Berlatih di Gunung Loro Kembar
21 Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22 Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23 Turun Gunung
24 Pertempuran Pertama Kala
25 Pertempuran Usai
26 Bertemu Maheswari
27 Mencari Kedai di Larut Malam
28 Mencari Kedai di Larut Malam
29 Nenek Tua yang Aneh
30 Nenek Tua yang Aneh
31 Perubahan Sikap Si Nenek
32 Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33 Garuda!
34 Elang Api
35 Penyelamatan Maheswari
36 Kenaifan
37 Mengalahkan
38 Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39 Sukses Berkencan?
40 Mengungkapkan pada Yudistira
41 Pengepungan Kota
42 Pertempuran Kembali Pecah!
43 Hujan Panah
44 Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45 Kelinci Percobaan
46 Kala Menangis
47 Masakan Maheswari
48 Cara Wanita Makan
49 Hawa Pembunuh
50 Mahesa
51 Tenda Medis
52 Penderitaan di Malam Hari
53 Suhu yang Teramat Dingin
54 Kecupan Sebagai Izin
55 Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56 Bersiap
57 Terang-Terangan kepada Panji
58 Aku Punya Beberapa Tuak
59 Penyerangan yang Gagal!
60 Tertangkap
61 Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62 Firasat Buruk
63 Pengkhianatan
64 Titik Balik
65 Membantu Orang-Orang Desa
66 Bertarung dengan Ayam
67 Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68 Gadis Penguntit
69 Menolak Bantuan
70 Danau
71 Kembali Berburu
72 Seperti Itulah Saudara
73 Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74 Guci Prana
75 Bantuan Tak Terduga
76 Pergi dari Desa Bersama Kaia
77 Membersihkan Diri di Air Terjun
78 Kaia Mulai Bercerita
79 Bangsawan Tirto
80 Meninggalkan Bangsawan Tirto
81 Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82 Aura Pembunuh yang Pekat
83 Pertarungan yang Tidak Imbang
84 Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85 Terungkapnya Rahasia
86 Minum Bersama
87 Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88 Meninggalkan Penginapan Progo
89 Sampai di Kota
90 Perlakuan Buruk
91 Kaia Terkena Masalah
92 Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93 Pembunuh Bayaran
94 Menyelamatkan Kaia
95 Unjuk Rasa
96 Berburu
97 Memanfaatkan Kekuatan Warga
98 Mengunjungi Kedai Makan
99 Serangan dari Tabib
100 Memasuki Alam Lain
101 Kristal Angkasa
102 Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103 Kaia Menjadi Pranor
104 Serangan dari Kastel Kristal Es
105 Bertemu Kembali dengan Walageni
106 Berjualan
107 Selayaknya Padi
108 Membeli Baju
109 Jodoh Pedang
110 Aku Akan Menemukan Obatnya!
111 Kedatangan Kastel Kristal Es
112 Kembali Tak Sadarkan Diri
113 Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114 Melatih Kaia
115 Serangan Hewan Siluman
116 Tugasku Adalah Melindungimu
117 Latihan yang Terlalu Berlebihan
118 Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119 Pertempuran di Hutan Telu
120 Menghadapi Maheswari
121 Kembali Berpisah
122 Wasiat dari Aditya
123 Aku Bukan Buaya Darat!
124 Iblis yang Cantik
125 Latihan Keras di Tengah Hujan
126 Buaya Buntung
127 Rusaknya CIncin Interspatial
128 Gerak-Gerik Pandataran
129 Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130 Berperang Melindungi Kedai Minum
131 Jalur Pelarian Bawah Tanah
132 Persetan dengan Kematian
133 Kemarahan dalam Pertarungan
134 Ceritakan Aku Dongeng
135 Siluman yang Cantik
136 Teman Lama Akhza
137 Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138 Masih dalam Pengejaran!
139 Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140 Berlatih di Hutan Akar Ireng
141 Latih Tanding
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Gunung Loro Kembar
2
prawacana
3
Pemandangan di Tengah Sungai
4
Meninggalkan Desa
5
Semuanya Berlalu dengan Begitu Cepat
6
Kala Piningit, Bocah Gunung
7
Orang Tua dalam Kubangan
8
Mata Itu!
9
Gadis Tercatik yang Pernah Dilihatnya
10
Namanya Kelana Maheswari
11
Cerita Tentang Akhza
12
Mata Keemasan
13
Makanan yang Harganya Sangat Mahal
14
Perut yang Berbunyi
15
Cerita Dunia Persilatan
16
Menjadi Pendekar
17
Dari Pertarungan Itu, Tidak Ada yang Hidup
18
Maheswari Diserang!
19
Cincin Spatial Sebagai Kenang-Kenangan
20
Berlatih di Gunung Loro Kembar
21
Hidupnya Tidak Akan Lama Lagi
22
Meninggalkan Bukanlah Perkara Mudah
23
Turun Gunung
24
Pertempuran Pertama Kala
25
Pertempuran Usai
26
Bertemu Maheswari
27
Mencari Kedai di Larut Malam
28
Mencari Kedai di Larut Malam
29
Nenek Tua yang Aneh
30
Nenek Tua yang Aneh
31
Perubahan Sikap Si Nenek
32
Dua Pendekar dari Perguruan Harimau Besi
33
Garuda!
34
Elang Api
35
Penyelamatan Maheswari
36
Kenaifan
37
Mengalahkan
38
Menghancurkan Padepokan Harimau Besi
39
Sukses Berkencan?
40
Mengungkapkan pada Yudistira
41
Pengepungan Kota
42
Pertempuran Kembali Pecah!
43
Hujan Panah
44
Rasa Bersalah yang Luar Biasa
45
Kelinci Percobaan
46
Kala Menangis
47
Masakan Maheswari
48
Cara Wanita Makan
49
Hawa Pembunuh
50
Mahesa
51
Tenda Medis
52
Penderitaan di Malam Hari
53
Suhu yang Teramat Dingin
54
Kecupan Sebagai Izin
55
Bergabung dengan Pasukan Telik Sandi
56
Bersiap
57
Terang-Terangan kepada Panji
58
Aku Punya Beberapa Tuak
59
Penyerangan yang Gagal!
60
Tertangkap
61
Penawaran yang Ditolak Mentah-Mentah
62
Firasat Buruk
63
Pengkhianatan
64
Titik Balik
65
Membantu Orang-Orang Desa
66
Bertarung dengan Ayam
67
Berhadapan Dengan 10 Anggota Caping Bulan Hitam
68
Gadis Penguntit
69
Menolak Bantuan
70
Danau
71
Kembali Berburu
72
Seperti Itulah Saudara
73
Aku Tidak Berniat Memiliki Istri
74
Guci Prana
75
Bantuan Tak Terduga
76
Pergi dari Desa Bersama Kaia
77
Membersihkan Diri di Air Terjun
78
Kaia Mulai Bercerita
79
Bangsawan Tirto
80
Meninggalkan Bangsawan Tirto
81
Makan Dagingnya, Atau Kau Tidak Akan Dapat Energi
82
Aura Pembunuh yang Pekat
83
Pertarungan yang Tidak Imbang
84
Pelajaran Tentang Dunia Persilatan
85
Terungkapnya Rahasia
86
Minum Bersama
87
Gadis Kecil Tidak Minum Tuak
88
Meninggalkan Penginapan Progo
89
Sampai di Kota
90
Perlakuan Buruk
91
Kaia Terkena Masalah
92
Mematahkan Tangan Anak Tumenggung
93
Pembunuh Bayaran
94
Menyelamatkan Kaia
95
Unjuk Rasa
96
Berburu
97
Memanfaatkan Kekuatan Warga
98
Mengunjungi Kedai Makan
99
Serangan dari Tabib
100
Memasuki Alam Lain
101
Kristal Angkasa
102
Pencak Silat - Arc 1 Selesai
103
Kaia Menjadi Pranor
104
Serangan dari Kastel Kristal Es
105
Bertemu Kembali dengan Walageni
106
Berjualan
107
Selayaknya Padi
108
Membeli Baju
109
Jodoh Pedang
110
Aku Akan Menemukan Obatnya!
111
Kedatangan Kastel Kristal Es
112
Kembali Tak Sadarkan Diri
113
Sepertinya Mereka Tidak Tahu Bahwa Dagingmu Sangat Dingin
114
Melatih Kaia
115
Serangan Hewan Siluman
116
Tugasku Adalah Melindungimu
117
Latihan yang Terlalu Berlebihan
118
Memasuki Zona Pertempuran Tanpa Sengaja
119
Pertempuran di Hutan Telu
120
Menghadapi Maheswari
121
Kembali Berpisah
122
Wasiat dari Aditya
123
Aku Bukan Buaya Darat!
124
Iblis yang Cantik
125
Latihan Keras di Tengah Hujan
126
Buaya Buntung
127
Rusaknya CIncin Interspatial
128
Gerak-Gerik Pandataran
129
Sekumpulan Orang Aneh yang Siap Mati Demi Tuak
130
Berperang Melindungi Kedai Minum
131
Jalur Pelarian Bawah Tanah
132
Persetan dengan Kematian
133
Kemarahan dalam Pertarungan
134
Ceritakan Aku Dongeng
135
Siluman yang Cantik
136
Teman Lama Akhza
137
Bayang-Bayang Makhluk Mengerikan; Kematian Mahanta
138
Masih dalam Pengejaran!
139
Berkunjung ke Perguruan Padepokan Emas
140
Berlatih di Hutan Akar Ireng
141
Latih Tanding

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!