Diruangan utama Jaya Group tampak sang Ceo yang tengah fokus dengan tumpukan dokumen yang tidak sabar untuk minta diperhatikan.
bersyukur karena sang sekertaris membantu mengurangi raungan tumpukan dokumen- dokumen tersebut, sehingga sang Ceo dapat mengerjakan dengan sedikit santai.
" Van kapan Nona Riva mulai masuk kerja? apa perlu saya menyiapkan ruangannya mulai sekarang?" Dimas Bertanya tanpa mengurangi fokusnya terhadap tumpukan dokumen didepannya.
"tidak perlu" jawab Revan pendek dengan fokus yang tidak berubah.
"setidaknya meringankan kerjaan Van, kalau dikerjakan sekarangkan enak, mau masuk kapan aja ya tinggal masuk" sambung Dimas.
"Kak Riva enggak jadi ngantor.." lagi-lagi jawabnya santai.
"apa...., Kenapa? apa kau melarangnya.." Dimas tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. sampai-sampai dia lupa dengan intonasi bicaranya.
Revan yang melihat reaksi Dimas hanya mengerutkan kening," kenapa reaksi mu seperti itu?," tanyanya.
"seperti itu bagaimana?, Van kalau nona Riva bekerja di sini, bukankah itu bagus untuk mu. pekerjaan mu bisa lebih ringankan" Dimas tidak menyerah untuk meyakinkan sahabatnya.
pletakkkk
"awuhhhhhhh" Dimas mengerang setelah dokumen tebal itu mengenai kepalanya.
" bukan aku tapi kak Riva sendiri yang mau.." ucap Revan.
belum selesai Revan menjelaskan, Dimas memotong dengan kesalnya " cihhh.... Nona yang bilang kalau dia takut ngeganggu kamu dan tanggungjawab mu. dia enggak mau kamu mikir kalau dia berniat nyingkirin kamu" jelas Dimas berapi-api.
bukkkkkk
kali ini dokumen yang tak kalah tebalnya kembali mendarat di badan Dimas " auhhhhh...., astaga Van kau mau membunuhku.." geramnya.
"jaga bicaramu.." kalimat pendek yang mampu membungkam Dimas dari semua rasa kesalnya.
"Kak Riv......." lagi- lagi ucapan Revan terpotong.
suara ketukan pintu menggangu dan sekaligus meredam semua aura buruk yang ada di ruangan tersebut.
"masuk" Revan menyahut.
"maaf Tuan, ini jus dan buahnya" Lala meletakkan bawaan di atas meja kecil yang berada tepat di samping Revan.
Lala menyimpan bawaannya, namun entah kenapa Lala juga merasakan aura ketegangan di dalam ruangan itu. dia berfikir mungkin tuan dan seketarisnya tengah berdebat mengenai dokumen yang ada di depan mereka.
jangan mencoba untuk penasaran La, aduhh tapi ini sangat menakutkan
"terimakasih, kau bisa kembali ke mejamu" suara Revan terdengar.
belum Lala menjawab tuannya sekertaris Dimas terdengar mmendesih " cihhhhh......" raut kekesalan belum surut dari wajah Dimasn.
Lala yang merasa kondisi tidak sedang baik-baik saja, memilih mencari aman dan segera kembali ke meja kerjanya.
"saya permisi tuan, pak" ucap Lala dengan sedikit menundukan badan.
...****************...
sampai jam istirahat tiba, Revan bahkan belum menjelaskan cerita keseluruhannya pada sahabat sekaligus sekertarisnya.
"pesan makan, kita makan siang disini. habis makan aku jelaskan semuanya" ucap Revan santai namun tegas.
Dimas menurut, memesan makanan, sambil menunggu makanan tiba mereka masih bergelung dengan pekerjaannya.
makanan yang mereka pesan di tempat biasa sudah datang, mereka makan dalam diam entah apa yang tengah mereka pikirkan saat ini.
mereka menyelesaikan makannya dengan cepat, meminta OB untuk membereskan bekas makan mereka.
Revan beranjak dan berniat melanjutkan pekerjaannya, namun tangannya dicekal Dimas.
tatapan matanya tidak lepas, seolah mengisyaratkan, cepat jelaskan sebelum aku murka. namun Revan mana mengerti arti tatapan itu, yang dia tau saat ini sahabatnya tengah kesal.
"Kak Riva memilih membatu mama di butik" jelas Revan singkat.
Dimas mengernyit " itu doang..." merasa kesal karena merasa di mainkan.
"memangnya kau mau apa lagi? " tanyanya kesal " ayah juga menyayangkan keputusan dia, ya tapi mau gimana lagi. katanya, anggap saja bagi tugas.." menceritakan inti pokoknya.
"loe lagian aneh, kalau suka kenapa enggak bilang aja sih, ribet amat..." serang Revan telak.
"maksud loe.....?" terkejut.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments