" Gila kalian ini... Itu kakak kelas loh! Bisa-bisanya di acuhkan." Omel Bimo, duduk di bangkunya dan berbalik menatap dua temannya sedang menyiapkan buku pelajaran ke tiga sebelum guru datang ke kelasnya.
" Terus maunya gimana Bim?" Tanya Yasmin mengerutkan kening menatap menatap Bimo.
" Ya di ajak ngomong lah atau di ajak kenalan gitu. Di tanyain nama malah kalian diam, jadinya aku kan yang harus kenalin kalian." Ketus Bimo.
" Tapi bagus deh, kalian diam. Dari pada sok kenal dan akrab. Tambah berabe urusannya, Gak kelar-kelar gosib kalian berdua nanti." Imbuhnya lagi.
Ada rasa syukur Yasmin dan Lintang tak seganjen teman atau adik kelas mereka. Yang mendapatkan kenalan atau di goda kakak kelas.
Bila Yasmin dan Lintang seperti itu, malah akan semakin banyak gunjingan serta kebencian dari siswi-siswi yang melihatnya.
Yasmin dan Lintang yang diam pun mendapatkan tatapan intimidasi dari siswi yang melihatnya duduk bersama kakak kelas. Apa lagi bila dua temannya itu bila merespon kakak kelas, pasti akan semakin mendapatkan gunjingan dan tatapan sebal dari siswi lain.
Benar-benarnya, begini salah begitu salah. Gerak dikit salah, apa lagi bergerak banyak tambah runyam. Pikir Bimo.
" Tunggu... Kalian gak terpesona sama Mas tadi. Cakep loh." Pancing Bimo, menelisik Yasmin dan Lintang bergantian.
Mereka pun seperti tak tertarik dengan Kakak kelas. Atau memang pura-pura acuh saja di hadapannya.
" Enggak." Jawab Lintang, dan menatap Yasmin yang hanya menggelengkan kepala. Sama seperti jawaban Lintang.
Tidak tertarik.
Melengkungkan bibir lebar-lebar, puas dengan jawaban dua temannya. Ada rasa bersyukur mempunyai dua teman tidak kegenitan seperti siswi-siswi lainnya. Lega dan tidak perlu khawatir pada dua temannya itu.
Tentang Yasmin, Bimo tau bila gadis itu sedang dekat dengan seorang lelaki pemilik cafe. Usia yang sedikit jauh dengannya. Tapi Yasmin begitu nyaman dengan lelaki itu dan lelaki itu juga baik serta sabar sekali dengan Yasmin. Dan tak pernah Bimo mendengar atau melihat Aiman dekat dengan wanita lain saat berada di cafe.
Bimo kembali memosisikan duduk dengan benar kala seorang guru mengucap salam dan akan kembali mengajar di kelasnya
***
Lintang mengendus kesal, menunggu adik tirinya hampir satu jam belum juga terlihat sama sekali di tempat ia sudah menentukan menunggu sepulang sekolah untuk pulang bersama.
setengah jam juga Lintang menatap jalanan, duduk sendiri di warung mengamati motor lalu lalang.
Sekolahnya hampir terlihat sepi, hanya ada beberapa saja yang masih terlihat di depan sekolahnya. sebagian sama sepertinya. Menunggu jemputan atau sekedar ingin nongkrong terlebih dulu.
Sungguh bila adik tirinya memang sengaja tidak menjemputnya. Dirinya akan bersumpah untuk memukulnya nanti di rumah. Tidak peduli ibu sambungnya akan marah padanya.
Bila tau begitu, Lintang akan mengambil kunci motor pemberian ayahnya saja. Agar tidak menunggu lama seperti ini sekarang.
Lintang juga lupa kenapa dirinya tidak meminta nomer telpon Abbas. Bila tidak bisa menjemputnya, dirinya akan menumpang saja pada Bimo atau Yasmin.
Menunggu adalah hal yang membosankan.
" Masih di sini?" Tanya lelaki dari sampingnya. membuat Lintang menoleh dan mendongak menatapnya.
" Dia lagi?" Gumam Lintang, kembali melihat jalanan.
Siapa lagi bila bukan kakak kelas menumpang tempat duduk saat berada di kantin.
" Belum di jemput? " Tanyanya, ikut duduk di samping Lintang.
" Belum." Jawab Lintang tanpa menoleh ke arahnya.
" Mau aku antar pulang?" Tawar kakak kelas.
" Enggak, makasih." Jawab Lintang. " Buk berapa?" Tanya lintang pada ibu warung.
" Lima ribu mbak." Jawabnya. Lintang berdiri membayar minuman yang sudah kandas akibat kesal dan lelah.
" Sudah siang juga, aku an-," Belum sempat melanjutkan ucapan Lintang berjalan cepat keluar dari warung menghampiri motor matic lelaki berseragam sekolah menepi di pinggir trotoar.
Lintang memukul lengan lelaki itu, mengambil helm dari tangannya dan duduk di jok belakang. Pergi tanpa berpamitan atau menjawab tawarannya kembali. Hanya tersenyum simpul dan juga menggelengkan kepala kelakuan Lintang yang mengabaikannya.
Baru kali ini ada gadis yang mengacuhkannya.
" Kamu ini lama sakali sih!!" Seru Lintang, memukul kembali lengan Abbas yang mengetir motor.
" Aku ada kelas tambahan mbak!" Jawabnya. membuat Lintang memonyongkan bibirnya.
" Mangkanya kalau di kasih motor itu di ambil, bukan di tolak. Aku bakalan sibuk mulai ini, banyak kelas tambahan, try out sama bimbel juga. soalnya mau lulusan! Ambil saja itu motor dari pada nunggu aku lama, bisa-bisa sampai sore pulangnya." Terang Abbas.
Ya, abbas sudah menginjak kelas sembilan. Akan ada banyak kegiatan dan juga bimbel di sekolahnya. Tak memungkinkan, bila pulangnya juga sore dan takut bila Lintang menunggunya lama serta sendiri di sekolah.
Menghembuskan nafas berat, malas sekali harus memakai motor yang di berikan ayahnya. Uang saku saja jarang sekali Lintang meminta, bila bukan ayah atau ibu sambungnya yang dulu memberikannya.
" Gak apa-apa berangkatnya sama kamu saja, nanti pulangnya aku gampang naik ojek apa numpang sama teman." Kata Lintang.
Abbas mengangkat bahu, kakak tirinya begitu gengsi atau memang masih membenci ayahnya karena masa lalunya. Abbas tak mau ikut campur soal Lintang dan ayah sambungnya. Bukan berarti abbas acuh, tapi memang bukan ranahnya untuk saling mencampuri masa lalu yang belum usai di antara anak dan orang tua.
Dalam perjalanan tak ada percakapan lagi, Lintang masih dengan pikirannya dan Abbas masih dengan soal pelajaran di otaknya yang kunjung di mengerti.
Tiba di depan rumah, Lintang turun dan membukakan gerbang untuk motor bisa masuk ke dalam garasi.
Menaruh helm dan sepatu di rak susun khusus sepatu sekolah dan kerja.
" Mbak?" Panggil Abbas. membuat Lintang yang akan masuk ke dalam rumah berhenti dan berbalik menatap adik tirinya.
" Apa?"
" Sebagai ganti imbalan antar jemput, tolongin aku, buat ngerjain soal fisika." Kata Abbas.
memicingkan mata, tumben-tumbennya adik tiri paling besar minta tolong padanya. Bukannya abbas juga pintar dalam pelajaran?
" Ya Sudah mbak? kalau gak ma-,"
" Iya, nanti aku ajarin." Jawab Lintang cepat. tak mau juga di bilang pelit atau tak tau diri karena sudah mendapat tumpangan gratis dari Abbas.
Abbas tersenyum lebar dan masuk mengekori Lintang dari belakang.
" Asalamualaikum." Ucap bersamaan Lintang dan Abbas.
" Walaikum salam." Jawab Saskia, dari ruang meja makan menemani Ali makan dengan lahap.
" Ganti bajunya... terus makan siang!" Teriak Saskia.
" Iya Bun?" Jawab Abbas.
Lintang melangkah menaiki tangga, masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya yang lelah. Rasanya malas untuk makan siang, ia pun memilih tidur tanpa harus mengganti seragam sekolah.
Lelah pikiran yang selalu berperang dengan hatinya.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Rahmalia Nurodin
berdamai lah lintang dengan keadaan ini.....
2022-07-20
1
city
harus berdamai dgn keadaan lintang bagaimana pun orang tua Baek salah benerny mereka orang tua kita toh ada saudra2 bhkan ibu sambung mu Baek semangat2
2022-07-19
0
FLA
belom bisa berdamai ya Lin..
2022-07-19
0