" Jadi karena itu, kakak kelas kamu menyerang kamu dulu?" Kata Aiman duduk sebelah Yasmin yang sedang memandang luar jendela.
Seperti biasa, gadis itu lebih suka memandang jalanan padat kendaraan di malam hari.
" Iya. Kakak tau sendiri kan, aku orangnya gak pernah nyapaan apa lagi harus hormati kakak kelas. Dia kan bukan guru, ngapain harus di hormati." Ucap Yasmin. tanpa mau menatap Aiman, takut bila dirinya ketahuan berbohong.
Sungguh, Yasmin terpaksa harus berbohong. Karna tak ingin Aiman tau penyebab sebenarnya apa dirinya berkelahi dengan kakak kelasnya. Dan semua itu, di sebabkan oleh pekerjaan ibunya. Yang membuatnya harus kuat mental menghadapi bullyan dan juga cacian dari orang-orang yang mengenal atau mengetahui ibunya.
Bila Ibunya bekerja sebagai buruh cuci, asisten rumah tangga, pemulung atau pedagang asongan, mungkin Yasmin tak akan malu dan akan membela ibunya yang bekerja keras dengan cara yang begitu halal.
Mungkin dirinya akan bangga dan menunjukkan pada semua orang hingga berkata.
Ya, ini ibuku. Pahlawanku, dan aku bangga memiliki ibu seperti ibuku.
Dan kenyataan itu berbeda sembilan puluh derajat. Ibunya, memalukannya. Ibunya membuat dirinya sedikit ketakutan untuk keluar bila bertemu orang-orang asing dan juga sulit untuk berbaur pada teman sekolahnya. Karena apa! Karena itu di sebabkan pekerjaan ibunya, sebagai wanita penghibur di kala malam sendirian.
" Ada yang luka?" Tanya Aiman menelisik wajah dan tangan Yasmin dari samping.
Yasmin menoleh tersenyum. " cuma ini." Ucap Yasmin, mengangkat rambutnya ke atas dan menunjuk leher belakang terdapat tiga gores luka cakar, entah dari Viola atau temannya Viola yang memberikan luka padanya.
Dirinya merasakan perih di saat mandi dan lehernya terkena sabun.
" Panjang sekali." Ucap Aiman.
Dan di anggukkan Yasmin. " Perih." Ucap Yasmin.
" Sebentar." Ucap Aiman, berjalan menuju laci dekat dengan meje kerjanya.
" Sini kakak obati. Hadap sana." Perintah Aiman, kembali duduk di samping Yasmin.
Yasmin mengubah duduknya, membelakangi Aiman dan kembali menggulung rambutnya yang panjang hingga terlihat mulusnya jenjang leher.
" Sedikit perih, tapi cuma sebentar." Kata Aiman, mulai mengusap saleb pada luka cakaran di leher Yasmin.
Yasmin mendesis, meringis merasakan perihnya luka sedikit dalam cakaran dari kakak kelasnya. Aiman meniupkan-niupkan luka yang sudah di olesi dengan salep membuat Yasmin bergedik hingga bulu-bulu halus di tubuhnya berdiri.
" Geli." Lirih Yasmin, berbalik badan menatap Aiman.
Aiman lupa, bila wanita pastinya akan merasakan hal yang sama. dengan tiuapan-tiupan di area sensitif yang membuat tubuhnya bisa meremang atau geli seketika.
" Maaf." Kata Aiman, menahan senyum dan mengacak rambut Yasmin.
" Apa sih kak!" Seru Yasmin, memukul kecil tangan Aiman yang suka mengacak-acak rambutnya.
" Ayo aku antar pulang." Ajak Aiman.
" Motorku!"
" Pakai motor kamu, nanti aku pulangnya bisa pesan ojek online." Jawab Aiman, membuat Yasmin mengangguk tersenyum.
Keluar dari ruangan, turun bersama menuju kasir. Memberitahu pada Denis bila Aiman akan mengantarkan pulang Yasmin.
" Mau jalan-jalan dulu. Boleh?" Pinta Yasmin, berada di samping Aiman yang sudah duduk di atas motor maticnya.
Melihat jam tangan, masih menunjuk angka delapan.
" Sebentar aja kak?" Ucap Yasmin.
Aiman tipe cowok yang tak pernah mengajaknya keluar malam, atau tepat di jam sembilan malam Yasmin harus berada di rumahnya. Tidak tau kenapa Aiman tak pernah sekali mengajaknya keluar, hanya mengantar atau menjemputnya saja Aiman lakukan padanya.
" Sudah mal-,"
" Gak jadi, pulang saja kak. Ngantuk." Sela Yasmin, naik di atas motor duduk di belakang Aiman dengan senyum paksa saat aiman menatapnya dari spion.
Tersenyum paksa, begitu menyakitkan. Akan lebih menyakitkan lagi bila di tolak saat mengajaknya. Lebih baik diam dan memendam kecewa lagi. Tapi tak bisa dirinya menghindar atau menjauh dari cowok yang Yasmin suka.
Entah kenapa?
Atau Aiman sudah mempunyai pacar, tapi tak mungkin. Setau Yasmin aiman tidak pernah membahas wanita Padanya. Aiman lebih sibuk dengan cafenya. Meskipun sibuk aiman tetap perhatian padanya.
****
" Lintang? Ini buat kamu." Ucap Teguh, di samping putrinya yang sedang memakai sepatu di depan teras.
Lintang mengerutkan kening, menatap kunci motor berada di tangan ayahnya.
" Aku gak bisa naik motor." Jawab Lintang, membuat Teguh mengerutkan kening.
" Ayah sama Bunda bukan gak mau antar kamu sekolah, tapi takut kamu kelamaan nunggu Ayah sama bunda jemput kamu." Jelas Teguh, agar anaknya tidak salah paham dengannya lagi.
" Aku bisa berangkat sekolah sama Abbas, pulang juga satu arah sama dia." Jawab Lintang. Membuat Abbas yang berada di tengah pintu melototkan mata.
" Enak aja, gak bisa." Tolak Abbas.
" Abbas!" tegur Saskia.
" Mbak Lintang bisa naik motor loh bun!"
" Kalau gak mau ya sudah, aku bisa naik ojek." Ketus Lintang berdiri dari duduknya, mengambil tas dan mulai memakainya.
" Hii!!" Gerutu Abbas, memandang sebal kakak tirinya.
Abbas tau, Lintang bisa menaiki motor saat Ali memintanya di antarkan ke alfamido untuk membeli es criem. Di kala ayah dan Bundanya tak ada di rumah. Dan Memakai motor maticnya tanpa meminta ijin darinya.
" Ya sudah, ayo!" seru Abbas. " Berangkat dulu Bun." Pamit Abbas, mencium tangan Saskia dan berganti mencium tangan ayahnya.
" Iya hati-hati. jangan ngebut." Kata Saskia.
" Iya."
" Lintang? Helmnya Nak." Ucap Saskia, memberikan helm pada Lintang.
" Berangkat dulu Tan." Pamit Lintang mengambil helm dari tangan Saskia dan mencium tangannya. Tak lupa berganti mencium tangan Ayahnya.
" Iya hati-hati." Hanya mengangguk dan berjalan keluar rumah untuk menunggu Abbas mengeluarkan motor matic.
Menatap kepergian dua anaknya ke sekolah hingga tak terlihat. Teguh menghembuskan nafas berat menatap kunci motor di tangannya.
" Sabar Mas? Pelan-pelan, pasti Lintang bisa memaafkan mas" Ucap Saskia, mengusap lengan suaminya. Yang sudah terlihat mulai lelah menghadapi sikap dinginnya Lintang padanya.
" Iya Bun." Jawab Teguh tersenyum tipis. Semangat dan dukungan saskia membuatnya bisa kembali menghadapi sikap Lintang yang sulit untuk di taklukkan.
Sikap keras kepala Lintang sama seperti sikap ibu kandungnya. Yang tak pernah ingin mengalah dan selalu ingin menang sendiri. Hingga itu membuat Teguh merasa jenuh dan juga muak dengan sikap ibunya Lintang.
Berpisah adalah jalan terbaik. Tapi tak baik untuk putrinya.
" Ali biar aku saja yang antar. Aku siap-siap dulu." Ucap Teguh, dan di anggukkan Saskia.
Di perjalanan, Abbas menggerutu tak ada henti-hentinya. Hingga Lintang yang mendengar jenuh mengetuk helm Abbas dengan keras.
" Aduh. Sakit Mbak!!"
" Bodoh amat. Telingaku lebih sakit dari tadi kamu ngomel gak henti-henti." Ketus Lintang.
" Udah cepetan telat ini!" Imbuh Lintang, membuat Abbas mengerucutkan bibir dan menjalankan motornya sedikit kencang agar tak telat ke sekolah karena berdebat dengan kakak tirinya.
" Nanti jemput aku, aku tunggu di sana." Tunjuk Lintang warung depan sekolah, setelah tiba di depan sekolah dan menyerahkan helm pada Abbas.
" Aku minta ongkos bensin setiap minggu." Ucap Abbas.
" Minta sana sama Pak Teguh."
" Ayah kamu itu!"
" Ayah sambung mu juga." Balas Lintang, beranjak pergi meninggalkan Abbas mengendus kesal.
Sungguh pagi ini Lintang membuatnya uring-uringan.
.
.
.
.
🍃🍃🍃🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Chacha Nunuy Chasanah
apakh Abbas menyukai lintang...mka y lebih ke dingin n cuek sikap y
2022-07-16
0
Yayah
udah jadian aja Yasmin sama aiman biar Yasmin ada yang jaga...
jangan sampe aiman kenal banget sama emanya Yasmin
2022-07-14
1
Rahmalia Nurodin
KA aiman perhatian sekali......
2022-07-14
1