Ronal sejak tadi hanya memperhatikan kedua orang dibelakang yang sedang asik bercengkrama, hanya saja kali ini Cantikalah yang paling heboh, wanita itu berbicara dengan Rayan yang menanggapinya seadanya, entah apa yang dipikirkan tuannya itu, sejak tadi selalu membuat Ronal berpikir.
Tiga puluh lima menit mobil mewah yang mereka kendarai sampai dirumah sakit pusat kota, rumah sakit ternama dan terbesar yang terkenal dengan ahli medisnya yang mumpuni.
"Biar saya saja yang bantu." Ucap Cantika ketika melihat Ronal ingin membantu Rayan memberikan tongkatnya.
Ronal pun hanya mengiyakannya.
"Terima kasih Can." Ucap Rayan pada Cantika. Pria itu sudah berdiri didepan rumah sakit yang satu Minggu dia datangi tiga kali.
"Sama-sama Ray." Cantika menggandeng lengan Rayan, wanita itu terus mengembangkan senyum dengan langkah pasti.
Ronal hanya sebagai pengawal, yang mengikuti dibelakang majikanya, sebenarnya dia merasa risih melihat Cantika yang nempel pada tuannya, tapi apalah mau dikata dirinya hanya seorang bawahan.
"Tuan sepertinya, anda harus menunggu." Ucap Ronal yang melihat jam mahal dipergelangan tangannya.
"Ya, aku tahu." Jawab Rayan yang duduk di kursi tunggu. Masih ada waktu dua puluh menit lagi untuk jam Rayan melakukan terapi.
"Ray kenapa harus menunggu, bukannya kamu harus melakukan terapi?" Cantika yang tidak mendengar perkataan Ronal berbicara.
"Em, belum waktunya Can. Karena aku memang datang lebih cepat." Jawab Rayan dengan santai, dan kembali dengan memainkan ponselnya.
Cantika menghela napas dalam, dirinya tidak tahu apa yang dipikirkan Rayan, karena suka menunggu lama dirumah sakit.
Lima menit, sepuluh menit, Cantika mulai bosan wanita itu duduk dengan tidak tenang.
"Jika anda bosan, anda bisa pergi nona." Ucap Ronal yang sudah gatal melihat pergerakan Cantika yang membuatnya muak.
Ronal tipe pria lembut, tapi jika tidak suka pria itu akan bicara pedas dan langsung diulti.
Rayan yang sejak tadi fokus pada ponselnya menoleh pada Cantika yang menahan kesal mendengar ucapan Ronal yang sengaja mengusir dengan menyindirnya.
"Benar kata Ronal Can, karena pasti sangat melelahkan untukmu." Ucap Rayan pada Cantika yang sudah mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa saja.
"Emm, tidak Ray. Aku ingin menemanimu." Ucap Cantika melirik Ronal sinis.
Cantika tahu jika asisten Rayan tidak menyukai kehadirannya.
Ronal hanya menatap datar Cantika.
Tak lama seorang dokter dan suster masuk keruangan Kalila, tapi Rayan yang sibuk memainkan ponselnya tidak menyadari.
Ronal yang melihatnya hanya diam, pria itu berpikir mungkin dokter itu ada perlu dengan dokter Kalila.
"Tuan Rayan Ardhana." Panggil seorang suster yang baru saja berdiri diambang pintu.
Rayan pun berdiri, wajah pria itu tetap datar, hanya saja ada getaran hatinya yang merasa aneh.
"Ayo Ray." Cantika kembali membantu Rayan, menemaninya masuk kedalam.
"Sus, tunggu." Ronal menahan suster yang baru saja akan masuk, tapi tidak jadi.
"Iya pak, ada yang bisa kami bantu?" Tanya suster itu.
"Em, apa didalam ada dokter Kalila?" Tanya Ronal yang merasa penasaran.
"Oh, dokter Kalila sedang tidak enak badan, beliau digantikan dengan dokter Siska." Jawab suster itu ramah.
Ronal hanya mengaguk. "Apa anda tahu dirawat diruangan apa?"
"Ruangan H, nomor 29."
"Terima kasih."
Suster itupun kembali masuk kedalam.
"Sepertinya setelah keluar saya akan melihat wajah masam anda tuan." Gumam Ronal dengan senyum.
Ronal pun pergi untuk mencari ruangan yang suster tadi sebutkan, dia hanya ingin memastikan saja.
"Kal makan dulu." Ricky menaruh bubur yang baru saja dia pesan untuk Kalila.
Kalila mencoba untuk duduk bersandar, Ricky dengan sigap membantunya.
"Maaf, sudah merepotkanmu." Ucap Kalila pelan.
"Tidak, karena kita adalah teman." Jawab Ricky terseyum, Meskipun aku berharap lebih Kal.
Kalila memakan bubur yang Ricky belikan, Ricky duduk di kursi samping ranjang Kalila. Hingga kedatangan seseorang membuat mereka menoleh.
"Nona." Ronal yang datang langsung masuk, pria itu melihat wajah Kalila yang pucat.
"Kak Ronal, anda disini?" Tanya Kalila yang bingung. Bagaimana Ronal tahu dirinya dirawat, apa itu berarti Rayan juga tahu.
"Ya, saya disini untuk melihat anda." Ronal melirik pria yang masih duduk, Ronal tahu jika pria itu juga dokter karena Ricky masih memakai snellinya.
"Apa kak Ray sedang melakukan terapi?" Tanya Kalila yang ingat hari ini adalah jadwal Rayan terapi, oleh karena itu Ronal ada disini.
"Ya, beliau sedang melakukan terapi." Jawab Ronal dengan santai, tapi wajahnya tetap datar.
"Kalau begitu kenapa anda disini kak, tidak menemani kak Ray?" Tanya Kalila yang heran.
Karena biasanya Ronal selalu menunggu dan berada disamping Rayan setiap saat.
"Karena tuan sudah ada yang menemani."
Kalila langsung diam, bahkan sendok bubur yang akan dia suapkan terhenti. Kalila tahu maksud dari ucapan Ronal.
"Kal, kenapa berhenti. Sini aku suapi." Ricky yang melihat tangan Kalila berhenti menyuap mencoba untuk mengambilnya. "kamu harus minum obat agar cepat sembuh dan istirahat." Ucap Ricky membuat Kalila tersenyum, tapi hatinya terasa nyeri.
Kalila tahu jika Rayan pasti sedang bersama Cantika, wanita itu yang akhir-akhir ini selalu berada di samping Rayan, dan Kalila tahu lambat laun pasti mereka semakin dekat dan mungkin juga bisa menjalin hubungan.
Sebagai istri Kalila juga merasakan sakit, tapi dirinya hanyalah istri yang tidak diinginkan dan tidak mungkin bisa menghalangi Rayan untuk melakukan apapun. Kalila pikir setelah beberapa bulan menikah Rayan akan menerima dirinya, tapi nyatanya pria itu masih tetap sama tidak pernah melihatnya sama sekali.
"Nona saya permisi, mungkin tuan sudah selesai." Ucap Ronal yang membuat Kalila tersadar.
"Iya kak, terima kasih sudah mau menjenguk." Kalila terseyum tipis.
"Sama-sama nona." Ronal menunduk sedikit, dan pergi tanpa pamit pada Ricky yang masih disana.
Ricky pun tidak ambil pusing, karena dirinya memang tidak mengenal Ronal.
"Sudah Ric, aku kenyang." Ucap Kalila yang menolak tangan Ricky kembali menyuapinya.
"Yasudah minum obat, dan istirahat." Ucap Ricky yang di angguki Kalila.
Ronal kembali duduk kursi tunggu didepan ruangan dokter Kalila, dan ternyata yang didalam bukan Kalila melainkan dokter pengganti.
"Tuan, ayo lebih semangat." Ucap dokter Siska yang sudah lelah bicara pada Rayan.
"Ayo dong Ray, kamu pasti bisa lebih semangat." Cantika sama saja, mulut wanita itu sudah berbusa memberi semangat untuk Rayan, tapi pria yang dia semangati hanya berwajah datar saja tanpa ada usaha dan semangat.
"Sudah cukup." Ucap Rayan dingin.
Dokter Siska hanya menghela napas, baru kali ini dirinya diatur oleh pasien, dan pasien kali ini benar-benar luar biasa.
Jika Rayan yang biasanya hanya diam dan menurut, lain dengan sekarang, pria itu nampak kesal dan tidak ada semangat, bahkan untuk menggerakkan kakinya berjalan pelan saja begitu malas.
Ceklek
Tak lama Ronal duduk pintu ruangan Kalila terbuka. Munculah Rayan dengan wajah masam dan kesal, sedangkan Cantika wajahnya sudah ditekuk.
"Tuan anda baru masuk lima belas menit, jadwalnya anda satu jam." Ucap Ronal hanya menahan tawa melihat wajah Rayan yang terlihat masam dan juga kesal secara bersama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
harwanti unyil
sedih
2023-08-13
0
Enung Samsiah
syukurin kmu Rayyan, kalila jngn peduli lagi sm si Rayyan biar tau rasa sebbelll deh
2023-02-22
0
Ateu Chantika
Sukurin biar nyaho tuh s rayan
2022-11-01
2