Rayan pulang dari kantor ketika matahari sudah tak bersinar dan digantikan dengan sinar rembulan. Pria itu dengan sengaja lembur di kantor karena malas jika pulang masih bertemu dengan Kalila.
Keadaan rumah yang memang sepi karena hanya mereka berdua yang tinggal dirumah besar itu, dengan satpam yang bertugas menjaga pintu gerbang.
"Pulanglah Ron, saya bisa sendiri." Ucap Rayan yang sudah sampai depan pintu dan menyuruh asistennya untuk pulang.
"Baik tuan." Ronal pun menurut, karena Rayan memang bisa melakukan sendiri jadi Ronal tidak perlu khawatir.
Rayan ingin mendorong pintu besar didepanya, tapi belum tangannya menyentuh. Pintu sudah di buka lebar dari dalam.
Rayan menatap wanita didepanya, matanya menatap wajah dan penampilan Kalila untuk beberapa detik, dan Rayan langsung menjalankan kursi rodanya menerobos Kalila yang berdiri didepannya.
"Kak, mau aku siapakan makan malam atau air hangat." Kalila segera mengejar Rayan setelah menutup pintu.
Dan ketika Rayan didepan pintu kamarnya pria itu berhenti tanpa menoleh.
"Berhentilah untuk memberi perhatian yang sama sekali tidak ada gunanya, dan kau tidak usah peduli dengan hidupku, jika kau saja tega melenyapkan nyawa orang lain."
Brak
Setelah mengatakan itu Rayan menutup pintu dengan kencang, membuat Kalila memejamkan mata.
"Sabar, Kal. Ini memang salahmu." Ucapanya untuk memberi semangat pada diri sendiri.
Andai saja dia bisa memutar waktu, Kalila tidak ingin membuat hidup Rayan menderita seperti ini, Kalila lebih baik melihat Rayan bahagia meskipun dengan wanita lain.
Karena Rayan sudah pulang, Kalila kembali ke kamar gadis itu ingin beristirahat karena seharian ini dirinya cukup lelah mengerjakan pekerjaan rumah dan pergi ke kampus.
Kalila lupa jika makanan di atas meja belum dia bereskan hingga seseorang melihat makanan di atas meja dengan tatapan yang susah diartikan.
.
.
Pagi hari Kalila seperti biasa bangun lebih dulu, menyiapkan sarapan meskipun tidak Rayan sentuh, tapi Kalila tidak kehabisan akal dia selalu membuat bekal untuk dibawakan pada Ronal, meskipun Kalila tidak tahu dimakan atau tidak yang jelas Kalila tidak akan berhenti berusaha.
Prang
Kalila memejamkan mata, menahan gejolak dalam dirinya.
"Sudah aku katakan, jangan mengurusi hidupku." Rayan menatap tajam Kalila yang memejamkan matanya.
Kalila yang masih menata bekal di atas meja tidak tahu jika Rayan berada di belakangnya, dan pria itu langsung menyambar kotak bekal itu dan membuangnya kelantai hingga berceceran.
Kalila membuka mata, memberanikan diri menatap wajah Rayan yang menatapnya tajam.
"Kak aku_"
Kalila berhenti bicara ketika Rayan langsung pergi meninggalkannya begitu saja. Sekuat tenaga Kalila menahan air matanya agar tidak jatuh.
Hatinya terluka Kalila hanya kuat di luar saja, tapi tidak dengan hatinya. Apalagi Rayan lah orang pertama sejak dulu yang menyakiti hatinya.
Kalila hanya bisa bersabar dan menerima perlakuan Rayan, anggap saja sebagai hukuman atas apa yang sudah dia perbuat. Jika bukan Rayan pasti Kalila tidak akan mau mengalah. Rayan adalah cinta pertama bagi Kalila, pria pertama yang Kalila lihat dengan ketampanan dan juga perilakunya. Mungkin Kalila bodoh karena mencintai pria kasar dan ketus seperti Rayan, tapi itulah yang di rasakan Kalila tidak perduli jika Rayan selalu menganggapnya tidak ada dan hanya benalu yang selalu mengikutinya.
Rayan lebih suka wanita yang berkarakter humbel dan juga modis seperti Karina, berbeda dengan Kalila yang pendiam dan berpenampilan apa adanya yang penting sopan dan nyaman itulah Kalila yang tidak pernah dilirik oleh Rayan Ardana.
Rayan pergi setelah membuat hati Kalila sedih, pria itu tidak peduli dengan perasaan Kalila, karena tujuan Rayan hanya membuat Kalila selalu merasa sedih dan terluka.
Rayan yang ada janji dengan dokter spesialis baru yang menanganinya pagi ini, karena dokter yang lama sedang berada di luar negeri, dan untuk sementara dokter yang membantu Rayan diganti.
Ronal memang sudah datang dan ketika ingin masuk tidak sengaja mendengar suara benda jatuh, dan Ronal mengurungkan niatnya untuk masuk.
Menemani bosnya terapis adalah pekerjaan Ronal, pria itu dengan telaten menunggu Rayan sampai selesai dan sekarang Ronal menemani Rayan untuk bertemu dokter pengganti yang sedang pergi keluar negeri.
"Selamat pagi.."
Rayan mendongak ketika mendengar suara yang menyapanya.
"Saya dokter yang mengartikan dokter Jimmy." Dokter itu pun tersenyum, senyum yang manis yang dia tunjukan.
Deg
Jantung Rayan semakin berdetak cepat pria itu mencengkram pegangan kursinya erat.
"Kau..!!" Rayan menatap Kalila emosi. "Aku tidak butuh dokter seperti dirimu." Rayan ingin pergi, tapi tangan Kalila mencegahnya.
"Tuan, bisakah anda melakukan terapisnya sekarang." Lagi-lagi Kalila tersenyum manis membuat Rayan membuang muka dengan kesal.
Ronal yang berada di sana hanya tersenyum tipis. "Sepertinya tuan Rayan akan segera bisa jalan." Batin Ronal dalam hati.
Rayan tidak punya pilihan lain, pria itu mau tidak mau pasrah ketika Kalila mendorong kursi rodanya menuju tempat terapi.
Kalila tersenyum, senyum dibibir dan hatinya secara bersamaan, karena setelah ini pasti dirinya akan selalu memantau perkembangan Rayan. Hanya saja mungkin butuh waktu lama.
"Tuan, coba lemaskan kaki anda." Kalila duduk berjongkok didepan Rayan yang duduk diatas kursi roda, kalila kesusahan ketika akan menggerakkan kaki Rayan karena Rayan sengaja menahanya.
"Tuan." Kalila mendongak, menatap wajah Rayan yang hanya datar dan dingin, tidak ada ekspresi.
Rayan berdecak malas, dan perlahan melemaskan kakinya.
Kalila tersenyum, "Nah seperti ini." Gadis itu mencoba untuk mengayunkan kaki Rayan dengan bantuan telapak tangannya yang berada di kaki Rayan.
"Sembilan..sepuluh.." Kalila menggerakkan sampai hitungan sepuluh. "Mungkin ini akan lama, tapi tuan harus tetap semangat." Kalila tersenyum manis, lagi-lagi Rayan membuang wajahnya.
Kalila melakukan hal yang sama dibagian kaki sebelah Rayan, gadis itu tidak pernah mengeluh dengan perkataan kasar Rayan, justru Kalila memgagapinya dengan tersenyum.
Kalila dokter yang ditugaskan untuk menggantikan dokter Jimmy. Dan Kalila dengan senang hati menerimanya, karena dia tahu siapa pasien dokter Jimmy tangani.
Setelah Rayan tadi pergi, Kalila juga bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit, dirinya tidak ingin Rayan sampai lebih dulu, dan benar Kalila sampai di rumah sakit, Rayan belum sampai.
"Nah, untuk terapi hari ini cukup." Kalila berdiri dari jongkoknya, "Apa tuan merasakan sesuatu?" tanya Kalila dengan ekspresi menunggu jawaban Rayan.
Rayan yang sempat melihat ekspresi Kalila berdehem.
"Ronal, carikan dokter spesialis yang lain, saya tidak mau dia." Rayan tidak perduli dengan adanya Kalila disana, karena dirinya memang tidak mau diterapi oleh Kalila.
"Dokter Kalila sudah rekomendasi dokter Jimmy tuan, pasti dokter Kalila adalah dokter terbaik di kota ini." Jawab Ronal, yang sudah mempersiapkan jawaban sejak tadi, karena pasti bos-nya akan berkata seperti itu.
"Omong kosong, bagaimana bisa seorang pembunuh bisa menjadi dokter."
Deg
Kalila mematung, lagi-lagi ucapan Rayan selalu menyakiti hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Heryta Herman
jangan terlalu membenci seseorang rayan...Allah maha membolak balikkan hati seseorang...tunggu dan lihat saja nti sprtinapa dirimu...
2024-05-09
0
antha mom
Kalila sabar juga ada batasnya,tak usah di peduli in si Rayan itu
2023-09-09
1
Nuris Wahyuni
Rayan BKN Kalila aja dlm kecelakaan ini disalahkan ,kamu jg harus instrospeksi diri kamu jg didlm mobil jg melakukan hal2 yg tidak blh dlm berkendara 😤😤😏😏
2022-12-22
1