Rayan mengusap wajah Kalila yang terlelap di sofa, wanita yang tadi bergerak liar di atasnya kini sudah tak berkutik karena kelehan.
Bibir Rayan menyunggingkan senyum mengingat bagaimana Kalila yang manja dan penurut ternyata memiliki sisi liar yang membuatnya tak bisa bertahan lama, hingga Kalila sendiri sampai lelah dan terlelap dalam keadaan polos disofa.
Beruntung sofa yang mereka gunakan adalah sofa yang bisa dilipat atau sofa bad, sehingga sebelumnya mereka sempat membuatnya seperti tempat tidur.
Rayan menyelimuti tubuh Kalila yang polos, setelah dirinya memakai bawahnya lagi, pria itu meninggalkan Kalila sendiri karena jam sudah menjelang pagi.
Rayan segera masuk kedalam kamarnya, pria itu langsung kembali tidur setelah sejak tadi tidak bisa terlelap, matanya tidak bisa terpejam lantaran hanya melihat wajah Kalila yang terlelap damai.
Entah mengapa tiba-tiba perasanannya menjadi hangat dan Rayan tidak menyadarinya.
Kalila mengerjap, ketika bahunya terasa dingin. Wanita itu meraba kesamping sebelum terlelap dia masih merasakan jika Rayan tertidur disampingnya, bahkan pria itu memeluknya.
"Kak." Tangannya meraba namun tidak ada yang bisa dia sentuh dan ternyata Kalila hanya tidur sendiri.
Kalila meremat kain selimut yang menutupi tubuhnya yang sampai batas dada, wanita itu kembali merasakan sesak di dadanya, apakah dia hanya wanita pemuas nafsu suaminya saja.
Beranjak dari tidurnya, Kalila memunguti pakaian yang berserakan dilantai, wanita itu berjalan dengan selimut yang melilit tubuhnya, dan dengan hati yang terluka.
Tidak tahu harus melakukan apa, Kalila langsung masuk kedalam kamar mandi, wanita itu kembali menumpahkan kesedihannya di bawah air yang mengalir, membasahinya kepala hingga ujung kakinya.
"Tuhan apakah kau takdirkan aku hidup seperti ini." Kalila menutup wajahnya menggunakan tangan, wanita itu menangis tersedu-sedu, dengan hati yang hancur.
Kedepannya mungkin dia akan mengalami hal yang sama, dengan apa yang Rayan lakukan sekarang.
Pukul delapan pagi Rayan baru saja terbangun, pria itu langsung bergegas ke kamar mandi, dengan bantuan tongkat. Beruntung hari ini tidak ada jadwal metting pagi, karena nanti jam sepuluh siang dia akan ada rapat.
Setelah selesai berpenampilan rapi Rayan keluar kamar pria itu sudah tidak sabar untuk menuju meja makan dengan harapan Kalila masih ada di sana. Karena memang jam sudah menunjukan pukul delapan mungkin saja Kalila sudah berangkat.
Sampai di ruang tengah Rayan melihat Ronal melipat kursi yang dia pakai tadi malam bersama Kalila, membuat Rayan heran, kemana Kalila yang biasanya rumah sudah rapi ketika mereka belum pergi.
"Ron, kamu ngapain?" Tanya Rayan yang berdiri disamping sofa.
"Sepertinya nona Kalila belum bangun." Ucap Ronal yang malah bertanya.
Rayan heran, "Tidak mungkin dia belum bangun." Ucap Rayan yang tidak percaya.
Rayan berjalan ke meja makan, dan dia tidak melihat apa-apa disana. Rayan kembali berjalan menuju kamar Kalila, dirinya tidak yakin jika wanita itu belum bangun karena biasanya Kalila sudah bangun pagi-pagi.
Tok...Tok..tok..
Rayan berdiri didepan pintu kamar Kalila, pria itu mengetuk pintu namun tidak ada jawaban.
Karena kesal Rayan mendorong ganggang pintu itu, dan tidak ada siapa-siapa.
"Kal, Kalila..!" untuk pertama kali Rayan memanggil nama Kalila, dengan sadar dan mencarinya.
Rayan beralih pada kamar mandi dan tidak ada juga Kalila didalamnya.
"Ada apa tuan?" Ronal melihat tuanya yang sedikit panik.
"Tidak." Jawab Rayan dengan wajah datar, menyembunyikan kepanikannya, tapi bagi Ronal orang terdekat Rayan tidak bisa membuat Ronal tertipu.
"Apa nona tidak ada?" Tanya Ronal hanya untuk memancing reaksi Rayan.
Rayan yang menatap lurus, langsung menatap Ronal. "Bagaimana kamu tahu." Tanya Rayan dengan cepat.
Ronal terseyum dalam hati, apalagi melihat reaksi Rayan.
"Wajah anda terlihat panik tuan."
Rayan membulatkan kedua matanya, pria itu mendelik menatap tajam Ronal dan berlalu pergi.
"Ronal sialan, siapa yang khawatir." Kesal Rayan dalam hati, meskipun tidak dipungkiri jika dirinya memang mengkhawatirkan Kalila, tapi Rayan tidak mau mengakuinya, karena pikirnya itu hanya sesaat.
Ronal hanya geleng kepala. "Saya hanya takut jika nona pergi, sebelum anda menyadarinya tuan." Ucap Ronal yang melihat punggung Rayan semakin menjauh.
Dirumah sakit, Kalila sedang duduk dikursi kerjanya, sejak tadi Kalila hanya diam dengan menyentuh kepalanya yang terasa berat, tumbuhnya terasa lemas.
"Dok, Anda sakit?" Tanya suster yang mendampingi Kalila.
Kalila hanya menggeleng, "Hanya sakit kepala, sudah minum obat sebentar lagi sembuh." Ucap Kalila dengan bibir senyum, bibir yang biasa ranum itu kini terlihat begitu pucat.
"Tapi wajah Anda pucat Dok, sebaiknya anda istirahat."
"Tidak apa Lia, sebentar lagi aku ada praktek, kasihan pasien yang sudah mengantri."
"Tapi Anda sedang sakit, lebih baik istirahat. Biar dokter Siska yang menggantikan." Suster bernama Lia itu mencoba untuk membantu Kalila berdiri.
Kalila yang tidak punya pilihan lain mengikuti perkataan suster itu, karena kepalanya benar-benar berat dan tidak punya tenaga.
"Kamu kecapean Kal, dan stress." Ucap Ricky yang baru saja memeriksa keadaan Kalila.
Suster Lia membawa keruangan dokter Ricky yang sedang bertugas. Ricky pun sempat terkejut melihat Kalila yang dipapah keruanganya dengan wajah pucat.
Kalila masih diam, matanya terbuka tapi begitu sayu, terasa berat.
"Kamu sudah makan?" Tanya Ricky yang langsung mendapat gelengan kepala Kalila.
Ricky hanya mengehela napas, "Baiklah aku pesankan kamar inap, kamu harus dirawat." Setelah mengatakan itu Ricky pergi keluar untuk memesankan kamar rawat untuk Kalila.
Ricky yang menyukai Kalila merasa kasihan dan juga tidak tega, dia memilih memesankan kamar untuk Kalila istrirahat.
Kalila memejamkan mata, seketika air matanya kembali jatuh, wanita itu hanya pura-pura tegar didepan orang, dia tidak ingin terlihat lemah.
Tubuhnya sedang sakit, bahkan hatinya juga merasakannya. Kalila berada dibawah guyuran air pagi buta dengan waktu yang cukup lama, hingga wanita itu memilih untuk pergi ke rumah sakit di jam enam pagi hanya untuk mencari kesibukan yang bisa melupakan bayangan kekecewaan yang dia alami.
"Tuan, Anda sudah siap?" Tanya Ronal yang mendatangi ruangan kerja bosnya.
"Ya, ayo.." Rayan lebih dulu berjalan, Ronal hanya mengikuti dibelakang.
Hari ini adalah jadwal Rayan terapi dan sepertinya pria itu bersemangat untuk hari ini, meskipun hari biasa juga demikian.
"Ray..!"
Baru keluar dari pintu, Rayan sudah disambut dengan senyum merekah Cantika. Wanita itu menghampiri Rayan.
"Kamu mau kemana?" Tanya Cantika tersenyum manis.
"Hari ini adalah jadwalku terapis." Rayan tersenyum tipis.
"Ah, baiklah kebetulan aku sedang tidak ada acara, jadi aku bisa menemanimu." Ucap Cantika senang.
"Kamu yakin? karena di sana aku tidak sebentar, pasti sangat membosankan untukmu." Ucap Rayan menatap Cantika sekilas, keduanya berjalan beriringan menuju lift.
Ronal hanya diam mengikuti langkah keduanya.
"Ya, aku mau menemani kamu." Putus Cantika.
"Baiklah jika kamu memaksa.
Mereka memasuki lift yang akan membawa ke lobby.
Ronal hanya geleng kepala, padahal masih ada satu jam lagi untuk bertemu dokter terapi, tapi sepertinya bos-nya itu tidak sabaran hingga satu jam lagi menunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Diana Mansiu
yg semangat ya kal jgn nangis terus 💪
2022-12-29
0
Ety Nadhif
nangis juga percuma Kalila,,lh wong kamunya mau d perlakukan begitu
2022-11-01
2
Ateu Chantika
Kalila itu bisanya cm mewek pnts sllu diperlakukan buruk sama s rayan
2022-11-01
0