Erlangga meletakkan sendok dan garpu di tangannya di atas piring saat mendengar rencana Mamanya yang akan memasukkan Agnes di perusahaan yang dia kelola selama ini. Tentu saja Erlangga sangat keberatan dengan rencana Helen. Baginya membawa seorang Agnes ke dalam perusahaannya adalah rencana konyol.
Erlangga masih tidak habis pikir dengan rencana Helen. Dia tidak menyangka kebencian Helen terhadap Caroline sepertinya sudah mengakar sampai Mamanya itu menghadirkan wanita lain yang bisa membuat rumah tangganya berantakan.
Sebenarnya bukan hanya Erlangga saja yang terkejut mendengar rencana Helen, bahkan Krisna pun tidak menyangka sang istri sampai mempunyai ide gi la seperti itu. Dia tahu jika menantumya itu tidak disukai oleh istrinya. Namun niat istrinya mendekatkan Erlangga dengan Agnes dengan menyuruh Agnes bekerja di kantor Erlangga, tidak sampai terpikirkan di benaknya.
" Apa maksud Mama dengan mengatakan Agnes akan bekerja di kantorku?" Erlangga menyampaikan pertanyaan sebagai bentuk protes atas rencana yang dibuat oleh Helen.
" Memangnya kenapa? Agnes ini lulusan Magister dari universitas di Amerika, dia pasti cocok bekerja di kantormu, Lang." Helen membanggakan Agnes yang mempunyai gelar S2 dari luar negeri.
" Tidak ada posisi yang kosong di kantorku, Ma. Dan perusahaan tidak sedang membutuhkan karyawan baru!" tegas Erlangga tetap menolak kehadiran Agnes di kantornya.
" Dia tidak harus mengisi posisi yang kosong di kantormu, Erlangga! Kamu bisa menjadikan Agnes sebagai asisten pribadimu. Kamu tidak keberatan menjadi asisten pribadi Erlangga 'kan, Agnes?" Entah ide gi la apalagi yang muncul di otak Helen yang terkesan memaksakan kehendaknya.
" Tentu saja aku tidak masalah, Tante. Aku juga sedang belajar untuk bekerja." Tentu Agnes tidak mempermasalahkan jabatan apa yang akan dia dapat di perusahaan Erlangga, dia hanya berharap bisa selalu dekat dengan Erlangga. Dan menempati jabatan sebagai asisten pribadi Erlangga akan membuat dia bisa selalu bersama dengan Erlangga.
" Aku tidak membutuhkan seorang asisten pribadi, Ma! Sudah ada Pak Wira dan aku juga punya sekretaris yang bisa menghandle semua pekerjaanku!" Erlangga menegaskan jika dia punya Pak Wira, executive asisten dan juga Kayra, sekretarisnya yang bisa dia andalkan. " Lagipula perusahaanku hanya membutuhkan tenaga kerja ahli, bukan orang yang baru belajar bekerja," lanjutnya menyindir perkataan Agnes yang mengatakan ingin belajar bekerja. Dia sendiri tidak yakin jika Agnes akan bisa bekerja dengan baik, karena dia bisa menilai karakter wanita seperti Agnes bukan tipe wanita yang suka diatur untuk urusan pekerjaan.
" Dan yang terpenting, tidak membuang uang percuma hanya untuk menambah karyawan yang tidak dibutuhkan oleh perusahaan!" tegas Erlangga seraya melirik dengan pandangan mata seolah meremehkan ke arah Agnes yang terlihat langsung memberengut kesal.
Tentu kalimat terakhir yang diucapkan Erlangga membuat Kayra menelan salivanya. Erlangga mengatakan untuk apa membuang uang percuma? Lalu bagaimana dengan keputusan Erlangga yang memberikan uang cuma-cuma dengan membiayai pengobatan Ibu Sari dan membayar orang untuk merawat orang tua Kayra itu? Apa itu bukan merupakan membuang uang percuma?
" Kalau kamu keberatan masalah salary, biar nanti Mama saja yang menggaji Agnes." Helen yang kesal dengan sikap Erlangga yang terang-terangan menentang rencananya sampai nekat mengatakan akan membayar gaji Agnes dengan uang pribadinya. Tentu saja hanya membayar satu orang karyawan tidak akan membuat dia akan kehabisan uang pribadinya.
" Kalau begitu kenapa Agnes tidak Mama jadikan asisten pribadi Mama saja!?" Erlangga segera bangkit dari kursi berniat meninggalkan meja makan.
" Kamu mau ke mana, Lang?" tanya Krisna saat putranya itu berdiri.
" Aku mau pulang, Pa. Aku rasa makan malam ini tidak penting untukku." Erlangga menepuk halus pundak Papanya dan berlalu meninggalkan ruang makan tanpa berpamitan dengan Helen apalagi dengan Agnes.
" Erlangga! Kamu harus menjaga sikapmu terhadap tamu!" Bahkan teriakan Helen tidak digubris oleh pria itu.
Kayra yang melihat Erlangga pergi dari ruangan makan tentu saja harus segera menyusul bosnya. Dia tidak mungkin berlama-lama di tempat itu karena kehadiran dirinya tidaklah penting untuk keluarga Mahadika Gautama.
" Pak, Bu, saya permisi ... selamat malam ..." Kayra segera berpamitan sebelum mengejar langkah Erlangga yang berjalan dengan bergegas meninggalkan rumah orang tuanya.
***
Kayra melirik ke arah Erlangga yang sedang serius dengan kemudinya. Dia merasakan kemarahan Erlangga karena pria itu mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Bahkan Kayra harus menahan nafas dan memgenggam erat seat belt nya karena dia merasa ketakutan dengan laju mobil yang dikendarai oleh Erlangga.
" Di mana rumahmu?" tanya Erlangga membuat Kayra yang sedang diselimuti ketakutan langsung terkesiap.
" Hmmm, saya turun di sini saja, Pak. Biar nanti saya naik ojek online saja." Kayra memilih pulang menggunakan ojek online daripada dia harus jantungan karena Erlangga mengendarai mobilnya seolah kesetanan.
" Apa susahnya menyebutkan di mana alamat rumahmu?" pertanyaan bernada ketus yang meluncur dari mulut Erlangga membuat bulu halus di lengan Kayra berdiri tegak.
" Maaf, Pak." Menyadari kesalahannya, Kayra langsung meminta maaf kepada bosnya dan menyebutkan alamat rumah kontrakan di mana dia tinggal.
Sekitar lima belas menit, mobil yang dikemudikan Erlangga sudah sampai di depan gang menuju rumah kontrakan Kayra.
" Terima kasih Bapak sudah mengantar saya." Kayra mengucapkan rasa terima kasihnya seraya melepas seat belt nya.
" Yang mana rumahmu?" tanya Erlangga ikut membuka seat belt yang dia lilitkan di tubuhnya.
" Rumah saya masuk ke dalam gang, Pak." jawab Kayra.
Setelah mendengar jawaban dari Kayra, Erlangga membuka pintu mobilnya dan bergegas turun membuat Kayra menatap heran. Mau apa Erlangga turun dari mobil? Itu pertanyaan yang muncul di otak Kayra.
" Kenapa kamu senang sekali melamun di mobilku?"
Suara Erlangga membuat Kayra terkejut hingga dia bergegas turun dari mobil milik bosnya itu.
" Oh, maaf, Pak."
" Yang mana rumahmu?" tanya Erlangga.
" Lima rumah dari gang ini, Pak."
Erlangga langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam gang setelah mendapatkan jawaban dari Kayra.
" Bapak mau ke rumah saya?" Kayra sampai harus berlari mengejar Erlangga. Dia tidak menyangka jika bosnya akan mengunjungi rumah tempat tinggalnya selama dia berada di Jakarta.
" Yang kiri atau kanan?" tanpa menggubris pertanyaan Kayra, Erlangga justru menanyakan posisi rumah Kayra setelah menghitung lima rumah dari ujung gang.
" Yang ini, Pak." Kayra langsung menunjuk rumah bercat hijau di sisi kanan Erlangga.
Erlangga memperhatikan rumah berukuran kecil di samping kanannya.
" Kamu tinggal di sini?" tanya Erlangga kembali.
" Iya, Pak. Ini rumah kontrakan saya." jawab Kayra
Erlangga lalu berjalan memasuki pekarangan sempit rumah kontrakan Kayra.
" Bapak ingin masuk ke rumah saya?" Kayra kembali kaget melihat Erlangga berjalan masuk ke pekarangan rumahnya, dia pikir Erlangga hanya sekedar ingin tahu di mana dia tinggal saja.
" Saya ingin mengetahui kondisi Ibumu, apa tidak boleh?" tanya Erlangga menoleh ke arah Kayra.
" Oh, boleh saja, Pak. Silahkan ... tapi mohon maaf kalau keadaan rumah kontrakan saya tidak membuat Bapak nyaman." Kayra membuka pintu yang tidak terkunci. " Assalamualaikum ..." Kayra mengucapkan salam saat masuk ke dalam rumah. " Mari silahkan masuk, Pak. Maaf kalau rumahnya sempit." Kayra mempersilahkan Erlangga untuk masuk ke dalam rumah.
" Waalaikumsalam, Mbak Kayra sudah pulang?" Diah yang keluar dari ruang tengah menjawab salam yang diucapkan oleh Kayra. Meskipun Diah adalah orang yang disuruh untuk menjaga Ibu Sari, namun Diah sendiri tidak mengenali Erlangga, karena orang suruhan Erlangga lah yang menghubungi dan mengatur apa tugas Diah.
" Iya, Mbak." sahut Kayra. " Ibu sudah tidur?" tanya Kayra kemudian.
" Ibu di kamar tapi sepertinya belum tidur, Mbak." Diah memberitahu.
" Oh, terima kasih, Mbak." Kayra lalu menoleh ke arah Erlangga yang masih berdiri di dekat pintu. " Bapak silahkan duduk dulu, saya akan panggilan Ibu saya." Kayra mempersilahkan Erlangga untuk duduk menunggu sementara dia ingin memanggil Ibunya.
" Biar saya yang menemui Ibumu. Di mana kamarnya?" Erlangga menolak disuruh menunggu. Dia bahkan ingin menemui Ibu Sari di kamarnya.
" Di sini, Pak." Kayra segera membuka pintu kamar Ibunya setelah mengetuk pintu kamar Ibu Sari terlebih dahulu.
" Assalamualaikum, Ibu belum tidur?" Kayra menyapa Ibunya yang sedang berbaring namun belum memejamkan matanya.
" Waalaikumsalam, kamu sudah pulang, Nak?" tanya Bu Sari saat mendengar suara Kayra.
" Sudah, Bu. Bu ini ada Pak Erlangga, Bos aku, Bu. Pak Erlangga ingin bertemu dengan Ibu." Kayra memperkenalkan Erlangga kepada Ibunya.
" Bos kamu, Kayra?" Ibu Sari melihat kehadiran seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap di belakang Kayra. " Tuan Erlangga?" Ibu Sari mencoba untuk bangkit dari tidurnya.
" Berbaring saja, Bu. Tidak apa-apa ..." Erlangga melarang Ibu Sari yang hendak bangun dari posisi tidurnya. Dia lalu duduk di tepi tempat tidur Bu Sari.
" Bagaimana kondisi Ibu?" tanyanya kemudian menatap tangan kiri Bu Sari yang masih terlilit perban.
" Alhamdulillah sudah mulai membaik, Tuan. Tuan, saya mengucapkan terima kasih karena Tuan sudah membantu Kayra dalam membiayai pengobatan saya. Maaf kalau kami merepotkan Tuan Erlangga." Ibu Sari mengucapkan terima kasih dan permintaan maafnya karena merasa sudah banyak merepotkan Erlangga.
" Tidak apa-apa, Bu. Saya membutuhkan tenaga Kayra jadi sebisa mungkin saya harus membuat Kayra merasa tenang dalam bekerja tanpa harus dibebani dengan masalah yang terjadi di luar pekerjaan." Erlangga menjelaskan tujuannya membantu Kayra.
" Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Tuan." Ibu Sari mendoakan yang terbaik untuk Erlangga.
" Terima kasih, Bu. Kalau begitu saya permisi. Sebaiknya Ibu istirahat lagi saja." Erlangga kemudian bangkit ingin meninggalkan kamar Ibu Sari.
" Iya, Tuan."
Setelah Ibu Sari mengijinkan dia keluar, Erlangga pun berjalan keluar dari kamar Ibu Sari.
" Bu, Kayra mau mengantar Pak Erlangga dulu, ya!?" Kayra berpamitan kepada Ibunya karena dia harus menemani Erlangga sampai ke depan mobilnya.
" Iya, Nak." Ibu Sari menganggukkan kepalanya menyetujui Kayra yang memang bertugas menemani Erlangga sebagai tamu di rumahnya.
Erlangga memperhatikan setiap sudut ruangan rumah kontrakan Kayra. Dari teras, ruang tamu bahkan kamar teramat sempit baginya. Luasnya yang kecil dan atap langit-langit yang terlalu pendek pendek jaraknya dengan lantai membuatnya yang terbiasa tinggal di rumah mewah, tidak akan betah berlama-lama di tempat itu.
" Berapa uang yang kamu keluarkan untuk mengontrak gubuk ini?"
Kayra membulatkan matanya mendengar Erlangga menyebut gubuk untuk rumah kontrakannya itu.
" Satu juta lima ratus ribu perbulan, Pak. Tapi kalau bayar langsung setahun hanya membayar tujuh belas juta saja," sahut Kayra menjelaskan.
" Menyedihkan sekali seorang sekretaris Erlangga Mahadika Gautama tinggal di tempat seperti ini." Erlangga mencibir tempat tinggal Kayra.
Kayra menelan salivanya mendengar ejekan dari sang bos. Walaupun disebut menyedihkan namun nominal yang dikeluarkan oleh Kayra setiap bulan untuk membayar kontrakan itu bukanlah nominal sedikit baginya.
" Saya pulang ..." Setelah mengatakan kalimat sindiran, Erlangga langsung berpamitan ingin meninggalkan rumah Kayra.
" Baik, Pak. Terima kasih Bapak sudah sudi mampir di gubuk saya ini." Kayra sengaja menyebut kata gubuk seperti yang dikatakan Erlangga sebagai bentuk kekesalannya atas penghinaan sang bos terhadap tempat tinggalnya.
Erlangga melirik ke arah Kayra dan menarik tipis satu sudut bibirnya saat mendengar ucapan Kayra tadi. Dia bahkan melihat wanita itu memberengut, namun tidak memudarkan wajah cantik wanita itu.
Setelah mengantar Erlangga sampai ke ujung gang dan Erlangga pergi menjauh bersama mobilnya, Kayra langsung kembali ke rumahnya.
" Mbak Diah mau pulang sekarang?" tanya Kayra saat melihat Diah bersiap-siap untuk pulang.
" Iya, Mbak. Saya mau pulang ... tapi mulai besok saya akan menginap di sini karena saya mendapat tugas harus stand by mengurus Bu Sari dua puluh empat jam." Diah memang sudah diperintahkan untuk menjaga Ibu Sari penuh.
" Tidak usah, Mbak. Ibu saya tidak sakit parah., jadi Mbak Diah tidak perlu menginap di sini. Lagipula di sini hanya ada dua kamar, nanti Mbak Diah akan tidur di mana?" Kayra tetap keberatan jika Diah harus menginap di rumahnya karena memang rumah kontrakan dia yang kecil, Ibunya pun tidak harus dijaga dua puluh empat jam penuh.
" Tapi saya sudah diperintahkan seperti itu, Mbak. Saya takut disalahkan kalau saya menolak untuk menginap." Diah menerangkan perintah orang yang membayarnya untuk mengurus Ibu Sari.
" Kalau begitu biarkan saja perintah itu tapi Mbak Diah tidak perlu mengikuti. Lagipula Mbak Diah tidak dipantau tiap hari, kan?"
" Maaf, Mbak. Saya tidak berani menentang orang yang sudah menyuruh saya." Diah tetap pada keputusannya yang ingin menjalankan perintah orang suruhan Erlangga.
" Mbak Diah tahu siapa orang yang menyuruh Mbak itu?" tanya Kayra karena dia melihat tadi Diah seolah tidak mengenali Erlangga.
" Pak Bondan, Mbak. Pak Bondan diperintah bosnya untuk mencari orang yang bisa merawat Ibu dari Mbak Kayra." Diah menerangkan.
" Oke, Mbak. Ya sudah, kalau Mbak Diah mau pulang, takut kemalaman di jalan." Kayra mengijinkan Diah untuk pulang.
" Baik, Mbak. Saya permisi ya, Mbak. Assalamualikum ..." Diah berpamitan.
" Waalaikumsalam ... terima kasih ya, Mbak."
Setelah menutup dan mengunci pintu rumah, Kayra langsung melangkah ke kamarnya untuk mengganti pakaian dan mencuci mukanya terlebih dahulu sebelum merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Hari ini benar-benar terasa penat untuk Kayra. Hari pertama masuk kerja setelah beberapa hari cuti, ditambah lagi dia harus mengikuti Erlangga datang ke rumah Mahadika Gautama. Dan yang lebih memusingkan adalah mendengar perdebatan Erlangga dan Helen, karena kehadiran seorang wanita cantik yang diinginkan Helen untuk bekerja di perusahaan Erlangga.
Kayra tidak habis pikir dengan sikap Helen, dia tidak menyangka jika Helen sepertinya ingin mendekatkan Agnes dengan Erlangga padahal Erlangga sudah mempunyai istri. Dan Helen juga sepertinya sangat membenci Caroline meskipun Caroline itu adalah wanita yang dicintai oleh Erlangga.
Kayra menggelengkan kepala mendapati sikap Helen." Orang kaya itu kadang-kadang membingungkan ..." gumamnya kemudian.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺
km aja geleng2 apalagi saya keyra....
orang tua model kek Helen gt bikin emosi orang aja....
2023-12-02
0
Dwi Hartati08
ya Allah sombong amat Pak
2023-01-23
0
H!@t>🌟😉 Rekà J♡R@
Ini namanya Agnes Mo... Mo cari kesempatan deket2 Pak Er...😒😒
2022-11-29
2