Keesokan harinya setelah menjalani operasi, Kayra memberanikan diri berbicara dengan Ibunya tentang rencana kepindahan Ibunya itu ke Jakarta.
" Bagaimana keadaan, Ibu?" tanya Kayra duduk di tepi brankar Ibunya berbaring.
" Alhamdulillah Ibu baik-baik saja, Nak." sahut Ibu Sari lemah.
" Bu, nanti Kayra akan bawa Ibu ke Jakarta. Ibu akan tinggal bersama Kayra di sana. Tidak apa-apa ya, Bu?" Kayra meminta persetujuan Ibunya terlebih dahulu, karena dia tahu tidak akan mudah untuk bisa membawa Ibunya tinggal di Jakarta.
Kening Ibu Sari mengerut, sebenarnya dia ingin menolak permintaan anaknya itu karena dia tidak kerasan harus tinggal di kota Jakarta. Ibu Sari lebih senang tinggal di kampung halamannya di Bandung. Namun dia menyadari kondisinya saat ini tidak memungkinkan dia tinggal sendirian di rumah. Apalagi sebagian rumahnya terlahap si jago merah.
" Ibu tidak perlu khawatir, nanti ada orang yang akan mengurusi Ibu selama aku bekerja di sana. Kayra tidak bisa terlalu lama meninggalkan pekerjaan dan Kayra juga tidak bisa meninggalkan Ibu di sini sendirian. Selama Ibu belum sehat dan kita belum merenovasi rumah, Ibu lebih baik ikut Kayra ke Jakarta. Kayra mohon Ibu bisa mengerti." Kayra meminta pengertian dari Ibunya itu.
" Kamu tidak perlu menyuruh orang untuk mengurus Ibu, Nak. Ibu bisa mengurus diri Ibu sendiri. Lagipula yang luka hanya tangan kiri, tangan kanan Ibu masih bisa berfungsi. Jangan mengeluarkan uang untuk hal yang tidak penting, Kayra. Kamu pasti akan butuh dana untuk merenovasi rumah kita." Ibu Sari melarang Kayra mempekerjakan orang untuk mengurusnya karena dia merasa bisa mengurus dirinya sendiri.
" Apalagi kemarin kamu harus membayar biaya rumah sakit Ibu," lanjut Ibu Sari merasa kasihan kepada putrinya karena harus menanggung banyak pengeluaran.
" Ibu tidak perlu memikirkan hal itu. Masalah biaya rumah sakit dan pengobatan Ibu sudah ditanggung pihak kantorku, Bu. Untuk orang yang akan merawat Ibu di jakarta juga itu Bos Kayra yang membiayainya. Jadi Ibu tak perlu cemaskan soal keuangan Kayra. Saat ini Kayra hanya fokus untuk merenovasi rumah saja." Kayra menjelaskan kepada Ibunya jika dia tidak terlalu dipusingkan dengan masalah biaya-biaya perawatan orang tuanya.
Kening Ibu Sari yang sudah memperlihatkan guratan semakin berkerut saat mendengar penuturan putrinya yang mengatakan semua biaya rumah sakit dan pengobatannya ditanggung oleh perusahaan tempat putrinya itu bekerja.
" Ditanggung oleh perusahaan? Tapi bagaimana bisa, Nak? Bukan Ibu yang bekerja di sana tapi kamu, kenapa biaya Ibu juga ditanggung pihak perusahaan?" Ibu Sari tentu merasa aneh dengan kebijaksanaan perusahaan tempat Kayra bekerja walaupun dia merasa bersyukur jika putrinya tidak terbebani besarnya biaya rumah sakit.
" Itu sudah keputusan bosku, Bu. Pak Erlangga sangat membutuhkan tenagaku, karena itu dia bersedia mempermudah pengobatan Ibu agar Kayra bisa kembali fokus dalam bekerja." Kayra mengungkapkan alasan bosnya yang rela mengeluarkan dana lebih banyak demi dirinya kembali ke kantor secepatnya.
" Apa itu tidak membuat cemburu karyawan yang lain kalau kamu mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini, Kayra?" Sudah pasti Ibu Kayra merasa khawatir anaknya akan menjadi perpergunjingan di kantornya karena diperlakukan istimewa seperti itu oleh atasannya sendiri.
" Semoga tidak ada yang berpikiran seperti itu, Bu. Karena Pak Erlangga memutuskan hal ini karena membutuhkan kehadiran Kayra di kantor." Walaupun sebenarnya Kayra sendiri sepemikiran dengan ibunya namun tentu dia tidak akan berani menampakkan rasa khawatirnya itu di depan Ibunya.
" Semoga saja, Nak. Ibu takut jika ada karyawan lain yang iri kepadamu lalu dia akan berbuat jahat dengan menjatuhkanmu, Kayra." Sebagai seorang Ibu, Ibu Sari tidak ingin anaknya dimusuhi oleh sesama karyawan di kantor milik Erlangga itu.
***
Sesuai dengan janjinya, Erlangga benar-benar serius dengan ucapannya. Dia sampai menyewa mobil ambulas dan perawat untuk menjemput Kayra dan juga Ibu Sari yang akan segera dibawa ke Jakarta.
" Ibu, kita berangkat sekarang." Kayra mendekatkan kursi roda ke arah brankar Ibunya. Setelah lima hari bermalam di rumah sakit akhirnya Ibu Sari akan dibawa Kayra ke rumah kontrakannya di Jakarta.
" Biar saya yang membawa, Mbak!" Diah, orang yang disewa oleh orang suruhan Erlangga untuk merawat dan mengurusi Ibu Sari meminta kursi roda yang sedang dipegang oleh Kayra.
" Oh, terima kasih, Mbak Diah." Kayra mengucapkan rasa terima kasihnya karena tawaran Diah yang akan membantunya membawa Ibu Sari.
" Mari saya bantu, Bu." Diah kemudian membantu Ibu Sari untuk pindah ke kursi roda. Sementara Kayra membawa pakaian Ibu Sari dan miliknya yang selama ini mereka pakai selama beberapa hari menginap di rumah sakit.
" Mbak Diah, saya mau mampir ke rumah dulu. Ada beberapa barang yang ingin saya bawa ke Jakarta." Kayra meminta ijin kepada Diah akan mampir ke rumah orang tuanya terlebih dulu sebelum ke Jakarta karena ada beberapa baju Ibu Sari yang harus dia bawa dan dia juga ingin menitipkan rumahnya kepada tetangga di sekitar rumah orang tuanya itu.
" Baik, Mbak." sahut Diah.
Mereka pun akhirnya meninggalkan kamar inap Ibu Sari yang selama beberapa hari ini ditempatinya.
Selama hampir tiga puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai di depan rumah orang tua Kayra. Kayra dan Ibu Sari menatap beberapa saat rumah yang masih terlihat utuh di depan namun hangus terbakar di bagian belakangannya.
Kayra mengusap pundak Ibu Sari, mencoba menenangkan hati Ibunya yang pasti teramat sedih menatap rumahnya itu.
" Ibu di mobil saja, ya!? Biar Kayra yang turun menemui Pak RT dan tetangga sebelah karena kita akan menitipkan rumah ini kepada mereka sampai kita merenovasi rumah kita ini." Kayra meminta Ibunya untuk menunggu di mobil selama dia mengambil beberapa barang dan berpamitan dengan para tetangganya.
" Ibu ingin berpamitan sama tetangga dulu, Kayra." Ibu Sari merasa selama ini dia banyak dibantu dan ditemani oleh tetangga sekitar rumahnya hingga ingin berpamitan langsung dengan mereka.
" Biar nanti mereka saja yang kemari, Bu." Kayra tidak menginjinkan Ibunya turun.
" Tapi Ibu tidak enak, Kayra." Ibu Sari bersikeras ingin turun menemui tetangga di sekitar rumahnya.
" Mereka pasti mengerti kok, Bu." Kayra tetap melarang Ibunya yang bersikukuh ingin turun.
" Mbak Diah, tolong jaga Ibuku sebentar, ya!? Ibu tetap di sini saja, jangan ke mana-mana!" Kayra dengan tegas melarang Ibu Sari untuk turun, lalu dia pun membuka pintu dan turun dari dalam mobil untuk bertemu dengan Pak RT dan juga mengambil beberapa barang yang akan dia bawa ke Jakarta.
" Pak RT, Bu RT dan Mbak Wati, saya titip rumah, ya? Mungkin saya menunggu beberapa waktu dulu sebelum merenovasi sambil menunggu Ibu sembuh," ucap Kayra saat berpamitan kepada ketua RT dan Mbak Wati yang selama ini banyak membantu Ibunya.
" Iya, Kayra. Insya Allah kami akan menjaga rumah Ibu Sari. Semua barang-barang yang berharga sudah diambil, kan?" tanya Pak RT.
" Sudah, Pak. Kemarin saya sempat titipkan di rumah Mbak Wati. Hanya Furniture saja yang tersisa di rumah. Barang-barang elektronik saya titip di rumah Pak RT saja dulu. Maaf kalau saya jadi banyak merepotkan Bapak dan ibu RT juga Mbak Wati." Kayra merasa tidak enak karena dia merasa banyak merepotkan tetangganya.
" Kita bertetangga sudah lama, Kayra. Sejak Ayahmu masih ada, kami sudah saling tolong-menolong." Pak RT mengatakan jika mereka sudah terbiasa saling membantu apalagi selama ini keluarga Kayra dikenal begitu baik dan ringan tangan dengan tetangga sekitar.
" Oh ya, Pak. Ini saya ada sedikit rezeki untuk Pak RT dan Mbak Wati, tolong diterima, ya!?" Kayra menyodorkan dua buah amplop kepada Pak RT dan Mbak Wati berisi uang masing-masing lima ratus ribu untuk Pak RT dan Mbak Wati. Sudah pasti Kayra sangat tahu diri, meminta bantuan dia juga tidak lupa memberikan imbalan walaupun mereka semua ikhlas menolong Ibunya.
" Apa ini, Kayra? Kamu tidak usah seperti ini! Kami semua ikhlas menolong Ibu Sari." Pak RT menolak amplop berisi uang yang disodorkan oleh Kayra.
" Iya, Kayra. Jangan seperti itu! Kami semua menolong Ibumu karena tanggung jawab sebagai tetangga di sini, tidak perlu dikasih ini." Sama seperti Pak RT, Mbak Wati pun menolak pemberian Kayra.
" Kamu 'kan banyak pengeluaran Kayra, sebaiknya kamu simpan saja uang ini." Bu RT menyadari jika akan banyak pengeluaran yang harus ditanggung oleh Kayra, karena itu dia ikut menegaskan penolakan suaminya terhadap imbalan yang diberikan Kayra.
" Tidak apa-apa, Pak RT. Mbak Wati. Selama ini Bapak dan Ibu RT juga Mbak Wati ikhlas menolong Ibu saya, saya juga ikhlas memberi ini untuk Pak RT dan Mbak Wati. Mohon diterima ya, Pak, Mbak." Kayra memaksa kedua orang itu menerima pemberiannya, walaupun terus ditolak akhirnya setelah dibujuk beberapa kali oleh Kayra Pak RT dan Mbak Wati mau menerima pemberiannya.
*
*
*
Bersambung ...
Happy Reading❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Deni Marviana💜
kayra nanti dpt gantinya lbh dr 500rb 😁
2023-01-08
0
Pipit Sopiah
gaspol lagi
2022-12-04
0
Wirda Lubis
pak RT baik ngak pamri ikhlas membantu kalau di dunia nyata begini pak RT ada apa ngak ya
2022-11-28
1